Sang Buddha, Ia Yang Tercerahkan
(Sumber:https://id.pinterest.com/pin/307792955791892880/)
17. PIKIRAN TAK SADAR, JAGALAH DI TENGAH -
SAMPAI.
Hanya
sepanjang ini sutranya. Sama seperti setiap sutra ilmiah itu pendek, tapi
bahkan beberapa
kata ini dapat benar-benar mengubah hidupmu. PIKIRAN TAK SADAR, JAGALAH DI
TENGAH - SAMPAI.
JAGALAH
DI TENGAH ...
Buddha mengembangkan seluruh teknik meditasinya pada sutra ini. JalanNya
dikenal sebagai MAJJHIMA NIKAYA - jalan tengah. Buddha mengatakan, "Tetap
selalu di tengah - Dalam segalanya ".
Seorang
Pangeran, Shrowna, mengambil inisiasi, Buddha menginisiasikannya menjadi petapa.
Pangeran itu manusia yang jarang, dan ketika ia menjadi petapa, ketika ia diinisiasi,
seluruh kerajaannya menjadi heran. Kerajaannya tidak bisa percaya, orang-orang tidak
percaya bahwa Pangeran Shrowna bisa menjadi seorang murid. Tidak ada yang bahkan
pernah membayangkan hal itu, karena ia adalah seorang pria dari dunia ini – memuaskan
diri dalam segalanya, memuaskan diri sampai tingkat ekstrim. Anggur dan wanita
adalah seluruh dunianya.
Lalu
tiba-tiba Buddha datang ke kota, dan sang pangeran pergi menemuinya untuk DARSHAN
– satu pertemuan spiritual. Dia menjatuhkan diri di kaki Buddha dan dia berkata,
"Inisiasikan aku. Aku akan meninggalkan dunia ini. "Mereka yang
datang bersamanya bahkan tidak sadar ...kejadiannya begitu tiba-tiba. Jadi
mereka bertanya pada Buddha, "Apa yang terjadi? Ini adalah sebuah keajaiban.
Shrowna bukan tipe orang seperti itu, dan dia telah hidup sangat mewah. Hingga
kini kami bahkan tidak bisa membayangkan bahwa Shrowna akan mengambil Sannyas,
jadi apa yang terjadi? Engkau telah melakukan sesuatu."
Buddha
berkata, "Aku tidak melakukan apa-apa. Pikiran dapat dengan mudah
berpindah dari satu ekstrem ke ekstrem yang lain. Itulah jalan pikiran - untuk
berpindah dari satu ekstrem ke yang lain. Jadi Shrowna tidak melakukan sesuatu
yang baru. Hal ini bisa diharapkan. Karena engkau tidak tahu hukum pikiran, itu
sebabnya mengapa engkau begitu kaget."
Pikiran
bergerak dari satu ekstrem ke yang lain, itu adalah jalan pikiran. Jadi itu
terjadi setiap hari: seorang yang tergila-gila akan kekayaan lalu meninggalkan
segalanya, menjadi fakir telanjang. Kita berpikir, "Sungguh suatu
keajaiban!" Tapi itu bukan apa-apa – hanya hukum biasa. Seseorang yang
tidak tergila-gila akan kekayaan tidak bisa diharapkan untuk meninggalkan
segalanya, karena hanya dari satu ekstrem engkau dapat pindah ke yang lain -
seperti pendulum, dari satu ekstrem ke yang lain.
Jadi
seorang yang mengejar kekayaan, tergila-gila akan kekayaan, akan menjadi marah terhadapnya,
tapi kegilaan itu tetap tinggal - itulah pikiran. Seorang pria yang hidup hanya
untuk seks, bisa menjadi selibat, mungkin pindah hidup terisolasi, tetapi
kegilaannya tetap tinggal. Sebelumnya ia hidup hanya untuk sex, sekarang ia
akan hidup melawan sex, namun sikapnya, pendekatannya, akan tetap sama.
Jadi
seorang Brahmachari, yang selibat,
tidak sesungguhnya melampaui seks; seluruh pikirannya berorientasi seks. Dia
melawan, tapi tidak melampauinya. Jalan melampaui selalu di tengah, tidak
pernah di ekstrim. Maka Buddha berkata, "Hal ini seperti yang diduga.
Tidak ada keajaiban yang telah terjadi. Ini adalah bagaimana pikiran bekerja.
"
Shrowna
menjadi pengemis, seorang petapa. Ia menjadi seorang bhikkhu, seorang rahib, dan
segera murid-murid Buddha lainnya mengamati bahwa ia pindah ke ekstrem yang
lain. Buddha tidak pernah meminta siapa pun untuk menjadi telanjang, tapi
Shrown menjadi telanjang. Buddha tidak mendukung ketelanjangan. Ia berkata,
"Itu hanyalah ekstrim yang lain."
Ada orang
yang hidup untuk pakaian seolah-olah itu adalah hidup mereka, dan ada orang lain
yang menjadi telanjang - tetapi keduanya percaya pada hal yang sama. Buddha
tidak pernah mengajarkan ketelanjangan, tapi Shrowna menjadi telanjang. Dia
adalah satu-satunya murid Buddha yang telanjang. Dia menjadi sangat, sangat
menyiksa diri. Buddha memperbolehkan satu kali makan setiap hari untuk para petapa,
tapi Shrowna akan makan satu kali setiap dua hari. Ia menjadi ramping dan
kurus. Sementara semua murid-murid lainnya akan duduk untuk meditasi di bawah
pohon, di tempat teduh, ia tidak akan pernah duduk di bawah pohon manapun. Dia
akan selalu tinggal di panas matahari. Dia dulunya seorang pria yang tampan dan
memiliki tubuh yang sangat bagus, tapi dalam waktu enam bulan tidak ada yang
bisa mengenali bahwa ia adalah orang yang sama. Ia menjadi jelek, gelap, hitam,
terbakar.
Buddha
mendatangi Shrown suatu malam dan bertanya, "Shrowna, aku telah mendengar bahwa
ketika engkau adalah pangeran, sebelum inisiasi, engkau sering bermain Veena, sebuah
sitar, dan engkau adalah seorang pemusik hebat. Sehingga aku datang untuk mengajukan
satu pertanyaan padamu. Jika senar dari veena sangat longgar, apa yang terjadi?
" Shrown berkata, "Jika senar sangat longgar, maka tak ada musik yang
mungkin."
Dan
kemudian Buddha berkata, "Dan jika senar sangat kencang, terlalu kencang,
lalu apa yang terjadi? "Shrown berkata," Maka musik juga tidak bisa
dihasilkan. Senar harus berada di tengah - tidak longgar atau ketat, tapi
persis di tengah. "Shrowna berkata," Sangat mudah untuk bermain
veena, tetapi hanya seorang ahli dapat mengatur senar ini dengan benar, di
tengah."
Jadi
Buddha berkata, "Sebanyak inilah yang harus kukatakan kepadamu, setelah mengamatimu
selama enam bulan terakhir – bahwa dalam hidup dan juga musik, terjadi hanya
saat senarnya itu tidak longgar atau ketat, tetapi persis di tengah. Jadi untuk
meninggalkan segalanya itu mudah, tetapi hanya seorang ahli yang tahu bagaimana
berada di tengah. Jadi Shrowna, jadilah seorang ahli, dan biarkan senar-senar
kehidupan ini persis di tengah - dalam segala hal. Jangan pergi ke ekstrim ini,
jangan pergi ke extrim yang lain. Semua hal memiliki dua ekstrem, tapi engkau
tetap tinggal persis di tengah. "
Tapi
pikiran sangat lengah. Itulah sebabnya sutra mengatakan, PIKIRAN TAK SADAR... Engkau
akan mendengar ini, engkau akan memahami hal ini, tapi pikiran tidak akan memperhatikannya.
Pikiran akan selalu terus memilih yang ekstrem.
Yang
ekstrem memiliki daya tarik bagi pikiran. Mengapa? Karena di tengah, pikiran
mati. Lihatlah sebuah pendulum: jika engkau memiliki jam tua, lihatlah
pendulumnya. Pendulum bisa terus bergerak sepanjang hari jika ia berayun ke
titik ekstrem. Ketika ia berayun ke kiri ia mengumpulkan momentum (daya gerak)
untuk berayun ke kanan. Ketika ia berayun ke kanan, jangan berpikir bahwa ia
sedang berayun ke kanan – ia sedang mengumpulkan momentum untuk berayun ke arah
kiri. Jadi titik ekstremnya adalah kanan-kiri, kanan-kiri.
Biarkanlah
pendulum tinggal di tengah, maka seluruh momentumnya hilang. Maka pendulum
tidak memiliki energi, karena energi berasal dari salah satu ekstrem. Kemudian ekstrem
itu melemparnya ke arah lain, dan sekali lagi, dan itu adalah sebuah lingkaran
... pendulum terus bergerak, berayun. Biarlah dia di tengah, dan seluruh
gerakan, ayunan itu akan berhenti.
Pikiran
adalah seperti pendulum dan setiap hari, jika engkau amati, engkau akhirnya
akan mengetahuinya. Engkau memutuskan satu hal pada satu ekstrim, dan kemudian
engkau pindah ke yang lain. Engkau marah; lalu engkau menyesal. Engkau
memutuskan, "Tidak, ini sudah cukup. Sekarang aku tidak akan pernah marah
lagi." Tapi engkau tidak melihat ekstrem itu.
"Tidak
pernah" adalah ekstrim. Bagaimana engkau begitu yakin bahwa engkau tidak
akan pernah marah? Apa yang engkau katakan? Pikirkan sekali lagi - tidak
pernah? Lalu pergilah ke masa lalu dan ingatlah berapa kali engkau telah
memutuskan bahwa "Aku tidak akan pernah marah." Ketika engkau
berkata, "Aku tidak akan pernah marah," engkau tidak tahu bahwa
dengan menjadi marah engkau telah mengumpulkan momentum untuk pergi ke ekstrim
lainnya.
Sekarang
engkau merasa menyesal, engkau merasa buruk. Citra dirimu terganggu, terguncang.
Engkau sekarang tidak bisa mengatakan bahwa engkau adalah orang yang baik,
engkau tidak bisa mengatakan bahwa engkau adalah orang yang religius. Engkau telah
marah, dan bagaimana orang yang religius bisa marah? Bagaimana orang yang baik bisa
marah? Jadi engkau bertobat untuk mendapatkan kembali kebaikanmu lagi. Setidaknya
di matamu sendiri, engkau dapat merasa nyaman – bahwa engkau telah bertobat dan
engkau telah memutuskan bahwa sekarang tidak akan ada lagi kemarahan.
Citra yang
terguncang telah kembali ke situasi lama. Sekarang engkau merasa nyaman, engkau
telah pindah ke ekstrim lain.
Tetapi
pikiran yang berkata, "Sekarang aku tidak akan pernah marah lagi,"
akan marah lagi. Dan ketika engkau marah lagi, engkau akan lupa sepenuhnya
penyesalanmu, keputusanmu - semuanya. Setelah kemarahan, sekali lagi keputusan
akan datang dan penyesalan akan datang, dan engkau tidak akan pernah merasakan
penipuan itu. Hal ini telah berlangsung seperti itu, selalu.
Pikiran
bergerak dari kemarahan ke penyesalan, dari penyesalan ke kemarahan. Tetaplah di
tengah. Jangan menjadi marah dan jangan menyesal. Jika engkau telah marah, maka
silakan, setidaknya lakukan hal ini: tidak menyesal. Jangan berpindah ke
ekstrem yang lain. Tetaplah di tengah. Katakan, "Aku telah marah dan aku
adalah orang jahat, orang yang kasar. Aku telah marah. Ini adalah bagaimana
aku. "Tetapi jangan menyesal; jangan pindah ke ekstrim lain. Tetap di
tengah. Jika engkau dapat tetap (di tengah), engkau tidak akan mengumpulkan
momentum, energi untuk marah lagi.
Jadi sutra
ini mengatakan, PIKIRAN TAK SADAR, JAGALAH DI TENGAH - SAMPAI. Dan apa yang
dimaksud dengan SAMPAI? Sampai engkau meledak! Jagalah di tengah sampai pikiran
mati. Jagalah di tengah sampai tak ada pikiran lagi. Jadi, PIKIRAN TAK SADAR, JAGALAH DI
TENGAH - SAMPAI tidak ada pikiran. Jika pikiran ada di titik ekstrim,
maka di tengah tak ada-pikiran.
Tetapi ini
adalah hal yang paling sulit di dunia untuk dilakukan. Ini terlihat mudah,
terlihat sederhana; mungkin tampaknya engkau dapat melakukan hal ini. Dan
engkau akan merasa senang jika engkau berpikir bahwa tidaklah perlu untuk
penyesalan apapun. Cobalah ini, dan kemudian engkau akan tahu bahwa ketika
engkau telah marah pikiran akan bersikeras untuk menyesal.
Suami dan
istri terus bertengkar, dan selama berabad-abad dan lebih telah ada konselor, penasehat,
orang-orang besar yang telah mengajarkan bagaimana caranya untuk hidup dan
mencintai - tapi mereka terus bertengkar. Freud, untuk pertama kalinya,
menyadari fenomena bahwa setiap kali engkau dalam cinta – yang-disebut cinta -
engkau juga dalam benci. Di pagi hari ada cinta, di malam hari ada kebencian, dan
pendulum terus bergerak. Setiap suami, setiap istri tahu ini, tapi Freud
memiliki wawasan yang sangat luar biasa. Freud mengatakan bahwa jika pasangan
telah berhenti bertengkar, ketahuilah bahwa cinta telah mati.
Cinta yang
hidup bersama kebencian dan perkelahian tidak bisa bertahan, jadi jika engkau melihat
pasangan yang tidak pernah berkelahi, janganlah berpikir bahwa mereka adalah pasangan
yang ideal. Ini berarti mereka bukan pasangan sama sekali. Mereka hidup secara
paralel, tapi tidak dengan satu sama lain. Mereka adalah garis paralel yang
tidak pernah bertemu di mana pun, bahkan tidak untuk bertengkar. Mereka berdua
sendirian saja bersama-sama - paralel.
Pikiran
harus pindah ke yang sebaliknya, maka psikologi kini memberikan saran yang
lebih baik. Sarannya lebih baik, lebih dalam, lebih tajam. Dikatakan bahwa jika
engkau ingin benar-benar mencintai - dengan pikiran - maka jangan takut untuk
bertengkar. Sesungguhnya, engkau harus bertengkar dengan benar sehingga engkau
dapat pindah ke ekstrem yang lain yaitu cinta yang benar. Jadi, ketika engkau
bertengkar dengan istrimu, jangan menghindarinya; jika tidak, cinta juga akan
dihindari. Ketika waktu untuk bertengkar itu sampai, bertengkarlah sampai
akhir. Lalu sampai malamnya engkau akan dapat mencintai: pikiran akan telah
mengumpulkan momentum. Cinta biasa tidak bisa hidup tanpa pertengkaran karena
ada pergerakan pikiran. Hanya cinta yang bukan dari pikiran bisa hidup tanpa
pertengkaran, tapi kemudian itu adalah hal yang berbeda sama sekali.
Seorang
Buddha mencintai ... itu adalah hal yang berbeda sama sekali. Tetapi jika
Buddha datang untuk mencintaimu, engkau tidak akan merasa nyaman karena tidak
akan ada cacat di dalamnya. Ini akan hanya terasa manis dan manis dan manis -
dan membosankan, karena bumbunya berasal dari pertengkaran. Seorang Buddha
tidak bisa marah, ia hanya bisa mencintai. Engkau tidak akan merasakan cintanya
karena engkau hanya bisa merasakan hal yang berlawanan; engkau dapat
merasakannya hanya dalam kontras.
Ketika
Buddha kembali ke kota asalnya setelah dua belas tahun, istrinya tidak mau
datang untuk menyambutnya. Seluruh kota berkumpul untuk menyambutnya kecuali
istrinya. Buddha tertawa, dan ia berkata kepada murid utamanya, Ananda,
"Yashodhara belum datang. Aku kenal dia dengan baik. Tampaknya dia masih
mencintaiku. Dia bangga, dan dia merasa sakit hati. Aku berpikir bahwa dua
belas tahun adalah waktu yang lama dan dia mungkin tidak mencintaiku sekarang,
tetapi tampaknya dia masih cinta - masih marah. Dia tidak datang untuk
menerimaku, untuk menyambutku. Aku harus pergi ke rumah. "
Jadi
Buddha pergi. Ananda menemaninya; itu adalah perjanjian dengan Ananda. Ketika Ananda
mengambil inisiasi ia membuat suatu perjanjian dengan Buddha, yang Buddha setujui,
bahwa ia akan selalu tinggal bersamanya. Dia adalah saudara sepupu yang lebih tua,
jadi Buddha harus mengizinkannya.
Ananda
mengikutinya ke dalam rumah, ke istana, sehingga Buddha berkata,
"Setidaknya untuk ini engkau tinggal di belakang dan tidak datang
bersamaku, karena dia akan sangat marah. Aku datang kembali setelah dua belas
tahun, dan aku pergi begitu saja tanpa memberitahunya. Dia masih marah, jadi
jangan datang denganku; kalau tidak dia akan merasa bahwa aku bahkan tidak
mengijinkannya untuk mengatakan apa-apa. Dia harus merasa untuk mengatakan
banyak hal, jadi biarkan dia marah, jangan ikut denganku."
Buddha
masuk. Tentu saja, Yashodhara bagaikan gunung berapi. Dia meletus, meledak. Dia
memulai menangis dan meratap dan mengatakan banyak hal. Buddha tinggal di sana,
menunggu di sana, dan perlahan-lahan ia reda dan menyadari bahwa Buddha tidak mengucapkan
satu kata pun. Dia mengusap matanya dan menatap sang Buddha, dan Buddha
berkata, "Aku datang untuk mengatakan bahwa aku telah mendapatkan sesuatu,
aku telah mengenal sesuatu, aku telah menyadari sesuatu. Jika engkau menjadi
tenang aku bisa memberikan pesan - kebenaran yang telah kusadari. Aku telah
menunggu begitu lama agar engkau bisa melalui katarsis (melepaskan emosi yang
kuat). Dua belas tahun adalah waktu yang panjang. Engkau pasti telah
mengumpulkan banyak luka, dan kemarahanmu dapat dimengerti; aku harapkan ini.
Itu menunjukkan bahwa engkau masih mencintai aku. Tapi ada cinta yang melampaui
cinta ini, dan hanya karena cinta itu aku telah datang kembali untuk mengatakan
sesuatu padamu. "
Tetapi
Yashodhara tidak bisa merasakan cinta itu. Sulit untuk merasakannya karena ia begitu
diam. Ia sangat diam, seolah-olah ia tidak ada. Ketika pikiran berhenti, maka
cinta yang berbeda terjadi. Tapi cinta itu yang tidak memiliki lawan (tidak
memiliki titik ekstrm yang lainnya). Ketika pikiran berhenti, sesungguhnya,
apapun yang terjadi tidak memiliki lawan (titik ekstrim lainnya). Dengan
pikiran, kutub sebaliknya (titik ekstrim lainnya) akan selalu ada dan pikiran
bergerak seperti pendulum. Sutra ini indah, dan keajaiban menjadi mungkin
melaluinya: PIKIRAN TAK SADAR, JAGALAH DI TENGAH – SAMPAI.
Jadi cobalah.
Dan sutra ini untuk seluruh hidupmu. Engkau tidak dapat melatihnya kadangkadang
saja, engkau harus menyadarinya terus menerus. Lakukan, berjalan, makan, dalam hubungan,
di mana-mana - tetaplah di tengah. Cobalah setidaknya, dan engkau akan merasakan
ketenangan tertentu yang berkembang, ketenangan datang kepadamu, pusat yang
tenang tumbuh dalam dirimu.
Bahkan
jika engkau tidak berhasil menjadi tepat di tengah, cobalah untuk berada di
tengah. Perlahan-lahan engkau akan memiliki perasaan apa artinya tengah. Apapun
yang terjadi - benci atau cinta, kemarahan atau penyesalan - ingatlah selalu
kutub yang berlawanan dan tetaplah di antaranya. Dan cepat atau lambat engkau
akan menemukan titik tengah yang tepat.
Setelah
engkau tahu itu engkau tidak pernah bisa melupakannya lagi, karena titik tengah
itu berada di luar pikiran. Titik tengah itu adalah semua arti spiritualitas.
Rahayu,
Berkah Dalem Gusti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar