Sri Chaitanya Mahaprabhu
(Gambar : https://id.pinterest.com/pin/472737292138715228/)
Pelajaran Tertinggi
Shiksha berarti learning,
“pembelajaran”. Bukan teaching,
“ajaran”. Ajaran bersifat dari atas ke bawah; ada yang mengajarkan dan yang
belajar. Pembelajaran berarti belajar bersama. Lewat delapan ayat atau shathakam ini, Chaitanya mengajak kita untuk belajar
bersama.
Kendati
demikian, persis seperti ilmu-ilmu tinggi lainnya, pembelajaran ini pun
menuntut kualifikasi awal. Dan kualifikasi itu adalah keterbukaan diri kita
untuk menemukan jati diri, untuk menemukan sumber kesadaran di dalam diri,
untuk menemukan kasih, cinta sejati.
Bila kita
puas dengan identitas diri yang diperoleh dari dunia ini, Shiksha Shatakam
bukanlah untuk kita. Ayat-ayat pembelajaran ini ditujukan kepada mereka yang
tidak puas dengan identitas semu pemberian dunia dan siap menemukan identitas
diri yang sebenarnya.
Keinginan
Tunggal
1
Wahai Hyang
Maha Tinggi,
Sang
Pencipta dan Pemelihara Semesta,
Hanyalah
Engkau yang kurindukan!
Bukan
kemewahan, pun bukan kekayaan.
Anak, siswa,
murid, pujian dan kedudukan
Tak satu pun
yang kuhendaki.
Aku tak
butuh pengakuan sebagai
Seniman,
penyair, atau penulis.
Adalah
kesadaran akan KasihMu yang
Tulus nan
tanpa pamrih,
Hanyalah itu
yang kuinginkan dalam
Setiap masa
kehidupanku.
Aku
tak Berdaya – Engkau Mahadaya
2
Wahai Hyang
Maha Menawan!
Selama ini
aku menjadi budak
ambisi dan keinginan-keinginanku.
Aku telah
jatuh dalam lumpur
hawa nafsu
pancaindra.
Gusti, aku
tak mampu menggapaiMu,
namun Kau
dapat menemukanku.
Aku tak
berdaya, Engkau Mahadaya.
Aku hanyalah
debu dibawah kaki suciMu,
Angkatlah
diriku dan berkahilah
Daku dengan
KasihMu!
Nama
Hyang Mulia
3
Wahai Hyang
Maha Menawan,
Engkau telah
mengisi namaMu
dengan
kekuatanMu yang berlimpah;
namun tak
satu pun peraturan
Kau buat
untuk mengenangnya.
Sungguh luar
biasa rahmatMu,
Luar biasa
pula kemalanganku,
Sehingga
hati ini tak tertarik
Untuk
mengenang KebesaranMu.
Sifat
Seorang Panembah
4
Tanpa mengejar
pujian dan pengakuan
bagi diri,
hendaknya seseorang panembah
selalu
menghormati orang lain.
Hendaknya ia
rendah hati seperti rumput,
dan
senantiasa memaafkan seperti pohon.
Melakoni
hidup dengan cara itu,
Biarlah ia
selalu menyebut nama suci
Hyang
Mahamenawan dengan
Penuh rasa,
penuh kasih,
Sambil
mengenang segala karya,
rahmat, dan
berkahNya.
Kekuatan
“Rindu”
5
Wahai Hyang
Maha Menawan,
Kurindukan saat-saat
indah ketika
Airmataku bercucuran
hanya
karena mengingat
namaMu;
Sekujur
tubuhku bergetar dengan
getaran
ilahi, dan suaraku serak
karena
luapan kasih ketika
Menyanyikan
keagunganMu.
Kapan datangnya
saat ketika
Ucapan
namaMu saja dapat
Memunculkan rasa
kasih ilahi
Lahir dan
batin di dalam diri?
Aku MilikMu
6
Wahai Hyang
Maha Menawan,
Hyang
kusayangi, dan kucintai;
Diriku ini
milikMu, sebagaimana
kuketahui diriMu
adalah milikku.
Cintaku
untukMu semata untuk melayaniMu.
Harapanku
padaMu semoga Kau berkenan
atas ungkapan
kasihku padaMu,
Keinginanku hanya
satu,
bagaimana membahagiakanMu.
Cintaku tak
akan pernah putus,
walau Kau
berpaling muka.
Diterima,
dipeluk dengan penuh kasih;
di sia-siakan,
disakiti, dan dizalimi
dengan cara
apa pun jua;
ditolak atau
ditinggal seumur hidup;
Terserah apa
pun yang Kau lakukan,
tetaplah Engkau
saja satu-satunya
yang
kusayangi, kucintai.
Kau pun tahu,
selain diriMu
tak ada yang
lain dalam hidupku.
Hubungan
Jiwa dan Raga
7
Wahai Hyang
Maha Menawan,
Hyang
kucintai,
Engkaulah
pemilik jiwaku.
Engkaulah
dambaan hatiku.
Bagaimana
dapat kulupakan Engkau?
Baru
kusadari, hubungan kita
Bahkan melebihi
hubungan jiwa.
Sesungguhnya
Engkaulah yang
menghidupi jiwaku.
Hubungan raga
tak langgeng,
dan pastilah
berakhir suatu ketika.
Namun hubungan
jiwa denganMu
Langgeng dan
abadi adanya.
Mengapa belum
juga Kau menampakkan diri?
Aku sungguh
tak dapat hidup tanpaMu,
Engkau pun
tahu betul hal itu.
Kasih
Ilahi, Kesadaran Ilahi
8
Dengan menyebut
nama
Hyang
Mahamenawan
Cermin jiwa
terbersihkan;
Bara pikiran
kebendaan yang
Menyengsarakan
terpadamkan;
dan berkembanglah
kasih dan
Kesadaran Ilahi
yang mahamembahagiakan.
Tercapai pula
kepuasan diri yang
tak terbayang
sebelumnya;
Pengalaman yang
melebihi segala
pengalaman sebelumnya;
Kesadaran yang
sempurna
dan mahatinggi.
Kata-kata memiliki arti, memiliki
makna, tapi seberapa?
Dengan bercerita tentang proses
pengasahan, kita tidak dapat menambah kilauan intan. Dengan bercerita tentang
proses pengasahan, kita tidak dapat mengubah intan yang masih gelondongan
menjadi permata bernilai tinggi. Proses pengasahan itu sendirilah yang
dibutuhkan untuk menambah nilai.
Dan kesadaranlah yang memberi nilai
tambah pada hidup kita. Kesadaran tertinggi adalah kesadaran kasih yang
merangkul semua, tanpa kecuali.
Setiap orang yang sadar tahu persis
bahwa pencerahan bukanlah monopoli dirinya. Kesadaran adalah hak setiap orang
walaupun ada yang tersadarkan lebih awal dan ada yang agak lambat. Hanya perbedaan
waktu saja, tidak ada perbedaan lain yang mendasar.
Sumber kesadaran berada di dalam
diri kita sendiri, tidak berasal diluar diri kita.
Seorang guru sejati hanya
mengingatkan kita bahwa kita bisa membebaskan diri dari kebodohan, dari ketaksadaran.
Kemuliaan ada dalam diri setiap orang, tinggal digali, ditemukan, dan
diungkapkan.
Hendaknya kita selalu ingat bahwa
sesungguhnya kita sendiri yang dapat membantu diri sendiri. Kita sendiri yang
mesti membantu diri sendiri. Dan, kita dapat melakukannya, asal kita percaya
diri. Itu saja.
(Sumber: The Ultimate Learning, Pembelajaran untuk Berkesadaran, karya Anand Krishna, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar