[Wejangan Kiai Ganjel pada malam kamis pahing 1 Suro
1933, 05 April 2000, di Padepokan Gantharwa, Perumahan Cibolerang Indah Blok H1
Caringin, Bandung]
Pendahuluan,
Tahun kelahiran
baru untuk menjadi lebih baru, untuk apa
kita lahir? Untuk memeriksa diri, dari yang negatif menjadi yang
positif dan yang positif menjadi lebih positif.
Tiap tahun baru kita dinasehati Tuhan, tahun ini
dinasehati menjadi makin sempurna. Untuk
menjadi makin sempurna kita diajak untuk melihat tentang Ketidaktahuan.
Melihat ketidaktahuan sebagai ketidaktahuan tidak ada
yang diungkapkan, berbicara ketidaktahuan dari tidak tahu, tahu, atau pura-pura
tahu.
Mari kita melihat ketidaktahuan dari sisi mengetahui.
Dalam diri manusia banyak tanda “?” hal macam-macam, berapa hal dalam diri yang tidak diketahui?
Manusia yang tahu utuh hanya 3% (:hanya 3% hal yang kita ketahui dalam diri)
Kapan
menyadari ketidaktahuan?
Dalam
arti yang sebenarnya, saat menghadapi fakta/keberadaan kegagalan! Tidak mengetahui kesunyataan, kebenaran sejati yang
sifatnya abadi.
Saat mengalami kegagalan disitu kita akan
mengetahui/memiliki ketidaktahuan.
Penyebab
kegagalan,
1.
Ketidaktahuan 2. Kelalaian/lupa (:pernah mengerti)
3. Malas (:mengetahui tapi tidak mau melaksanakan)
Mengapa
kita tidak tahu?
Apakah
Tuhan menciptakan orang tolol! yang menjadikan bodoh adalah diri sendiri karena
cuek atau tidak peduli.
Orang cuek, diberi telinga tapi tidak mendengarkan,
diberi mata tapi tidak memperhatikan, diberi pikiran tapi tidak untuk
merenungkan, punya waktu/kesempatan tapi tidak mau memanfaatkan.
Jenis
Ketidaktahuan.
- Menyadari ketidaktahuan, saat menyadari ketidaktahuan ada yang berhenti dan ada yang tetap maju/gambling (:niatnya lumayan bisa naik).
- Tidak menyadari ketidaktahuan, manusia seperti ini banyak menemui kegagalan dan kekecewaan akhirnya menuju neraka. Pribadi ini sulit untuk di beritahu karena merasa tahu tapi semuanya adalah kepalsuan.
Akibat/Dampak
ketidaktahuan.
Merusak
saudara kita, saudara hitam (kekuatan), merah (semangat), kuning
(kecerdasan/kecerdikan), putih (kesucian/kemurnian). Yaitu:
1.
Yang
rusak adalah kekuatan menjadi lemah,
lumpuh, tidak berdaya, merasa capek, merasa haus, rusak, terikat. 2. Yang rusak adalah semangat menjadi malas, tidak ada gairah, (sikap) menyerah, (setengah-setengah) gelisah, (luntur) ketakutan, (maju tapi salah) marah, emosional, sedih.
3. Yang rusak adalah kecerdasan/kecerdikan menjadi kesulitan, lengah, bodoh, lupa, lalai, tidak berjaga-jaga, (setengah-setengah) ragu-ragu, (hal negatif) licik, nipu, membujuk, (besar) sombong, takabur, ngawur (asal-asalan), salah, kawatir.
4. Yang rusak adalah ketulusan/kesucian/kemurnian menjadi (niat negatif) jahat, pemilikan, kikir, (pibadi) egois, iri, (agama) pendosa, (jawa) tidak bisa berjanji, melawan panggilan, menjadi gila, fanatik.
Pancer, illahi, diri yang sejati, sifat tuhan, anak-anak allah,
atma, hyang suksma, roh kudus, roh suci, guru sejati. Memelihara empat
kuda dan mengendalikan.
Konsultan, Sri Krisna,
Yesus, Maha Guru, Utusan.
Dihubungkankan dengan pengertian, Hindu (: Sri Krisna dan Arjuna dalam kereta ditarik oleh empat kuda), Cina (: Pendeta Tong Samcong, Gukong, Baji, Pat Kai mencari kitab suci/Kebenaran, Kristen (: Cintailah Allah Tuhanmu dengan segenap kekuatan, jiwa, akal-budi dan hatimu), Islam (: syareat, tarekat, hakikat, dan ma’rifat)
Bersama-sama, memaksimalkan.
Hasil
dari ketidaktahuan.
1. Karso
(kawruh) menjadi sesat, (iptek) salah, (murni) palsu, (konkrit) fiktif,
(sukses) gagal, kawatir.
2. Karyo
(laku) mengalami kerusakan, menemui jalan buntu.
3. Roso
(kesunyatan) sengsara, (barang) hancur, (agama) neraka, (waktu) sementara,
(perang) kalah, (hidup) mati, (rasa) gelisah, sedih, korban.
Mengatasi
ketidaktahuan.
- Diatasi dengan kawruh/wawasan, (agama) iman.
Kapan memiliki kawruh! Dipengaruhi oleh:
1.
Pengalaman
: skill, keahlian, “okol”, trial and error (resiko lama)
2.
Informasi
(volume) : isinya, tergantung banyaknya, jenisnya, kreatifitasnya, powernya,
menjadi cerdik (berpikir), “akal”.
3.
Tinarbuko,
berkawruh tanpa pengalaman dan informasi, diraih dengan percaya (negatifnya
kacau antara takdir dan kepasrahan)
- Mengatasi dengan 5 Langkah.
2. Membina kekuatan, diraih secara Aktifitas atau dengan Ketenangan, Konsentrasi, diam secara pikiran.
3. Melatih
pikiran (:cipta), dipengaruhi oleh Sensitifitas (:melihat yang
seharusnya dilihat, mendengar yang seharusnya didengar, dilengkapi oleh
Selektifitas (:membedakan jenis).
Kita simpan/rekam dalam Memori dan diolah dengan
Kreatifitas.
4. Meditasi agar tahu Etika, Moral, Sopan-santun, Kebenaran.
5. Roh
kita Bersyukur pada Tuhan, “sing gede panuwunne”—yang besar
bersyukurnya.
Ketidaktahuan yang tidak disadari akibatnya bodoh merasa
pintar, lemah merasa kuat, semuanya itu kepalsuan.
- Mengatasi dengan “tamburo maninten”, jangan bertanya pada orang lain tanyalah dirimu karena dirimu adalah sumber pengetahuan dan kebenaran.
Mencapai
Guru Sejati, Tuhan tinggal dalam diri, karena Tuhan Maha Tahu maka menjadi
tamburo maninten.
Bagaimana
menghadirkan Guru Sejati?
- “Cintailah Tuhan dengan melaksanakan perintah-perintahNya” (:pasrah kersaning Allah)
- Jawa : “Aja rumangsa bisa ning bisa ngrumangsani”—jangan merasa dapat/bisa tapi bisalah merasakan.
- “Gentur tapa bratane, sakti mandra guna”, janji makin baik dipengaruhi oleh kawruh kebenaran, gagal membuat janji/gagal melaksanakan janji karena pengertian tidak utuh. Tinggi rendahnya kualitas jawa dilihat dari janji.
Mengapa kita mengikuti Yesus, karena banyak Janji-Nya,
janji yang nyata dengan semangat lebih.
Cita-cita
terutama dan utama.
“Kembali
ke rumah Bapa, manunggal dengan Bapa”, cita-cita yang lain boleh gagal yang
satu ini tidak boleh gagaal harus berhasil.
Pandangan
Sasaran manusia
hidup wajar ingin sukses, manusia mencari pengalaman, informasi, sistem mana
yang membawa menuju keberhasilan. Maka kita belajar dari tingkat SD sampai S2,
ternyata tetap menemui kegagalan.
Hanya
satu yang selalu sukses adalah Tuhan sendiri, maka pilihlah sistemnya Dia dan
ini jaminan berhasil.
Jalanku satu dengan jalan Tuhan, kepastian
akan kumiliki.
Ini membutuhkan keberanian, berani banting setir menuju
jalan Tuhan.
Langkah-langkah:
- Beradaptasi dengan Tuhan, Bertobat dari jalan kita yang sesat ini. Manusia mau bertobat maka Tuhan memberi,
- Toleransi (pengampunan), Tuhan itu Kasih, Mulia, dan Murah Hati.
Menjadi orang harus mengerti
yang efektif, dengan belajar sendiri adalah pemborosan.
”mintalah
diajari...” , maka apa yang diterima persis tepat sesuai dengan yang
di butuhkan.
Ungkapan “mohon...” kepada Allah kurang tepat ini memberi
kesan bahwa Allah tidak memberi jika tidak diminta. Sebenarnya bahwa Allah selalu memberi. Sama artinya jika
kita memohon adalah menyebut Nama Allah dengan tidak hormat yang tanpa
disadari. Padahal jelas ditekankan : “Jangan menyebut Nama Allah dengan tidak
hormat”.
“saya
mohon...”, diganti/lebih tepat dengan... “saya
mau menerima...”.
Allah memberi tapi manusia tetap memohon, Allah bersabda,
“Terjadilah seperti yang kau imani”,
karena kita akan dianggap Allah sebagaimana kita menganggap Allah itu
sendiri. Disinilah terungkap misteri keimanan.
Saat mau mendoakan orang, bagaimana menuntun agar
orang tersebut mau menerima Allah dan inilah yang akan menyembuhkannya.
Tetapi
persepsi manusia terbalik, disini manusia merasa sudah siap dan Allah tidak
siap dan keberhasilan bagaimana Allah. Kenyataan manusia menemui banyak
kegagalan akhirnya mengerutu, “mana keadilan Allah”, “Allah tidak mendengar”
dan seterusnya.
Yang terjadi sebenarnya adalah Allah selalu siap memberi
tapi manusia tidak mau menerima pemberian.
Perumpamaan
Ayah/Ibu
memberi makan anak bayi, orang tua selalu siap memberi makan tapi anak bayi
tersebut menolaknya bahkan orang tua tidak pernah bosan memberi makan dan anak
bayi tetap menolak bahkan anak bayi tersebut menangis.
Pesan
khusus untuk tahun suro ini,
1. “Panganen taimu dewe”, makanlah kotoranmu sendiri (diterima dalam perbuatan). Karena dengan kata-kata Hukum Karma kita anggap enteng, kurang tersentuh. Segala produk yang kita hasilkan semuanya akan kembali kepada kita.
2. “Nek mangan aja kanti keloloten”, kalau makan jangan berhenti sampai tenggorokan. Menerima segala sesuatu jangan ngawur, jangan kejebak pada rasa enaknya, harus selektif kalau mau menjadi lebih benar terutama dalam hal Kebenaran harus benar-benar.
3. “Samiaji jadi ngedangap”, kita diminta menengadah kepada Allah, jangan lihat kiri-kanan-depan-belakang. (bila naik motor jangan lihat kedepan tapi keatas akan bebas dari ketakutan dan langsung mati....he..he..he..). Yang mati adalah ketakutannya.
1. “Panganen taimu dewe”, makanlah kotoranmu sendiri (diterima dalam perbuatan). Karena dengan kata-kata Hukum Karma kita anggap enteng, kurang tersentuh. Segala produk yang kita hasilkan semuanya akan kembali kepada kita.
2. “Nek mangan aja kanti keloloten”, kalau makan jangan berhenti sampai tenggorokan. Menerima segala sesuatu jangan ngawur, jangan kejebak pada rasa enaknya, harus selektif kalau mau menjadi lebih benar terutama dalam hal Kebenaran harus benar-benar.
3. “Samiaji jadi ngedangap”, kita diminta menengadah kepada Allah, jangan lihat kiri-kanan-depan-belakang. (bila naik motor jangan lihat kedepan tapi keatas akan bebas dari ketakutan dan langsung mati....he..he..he..). Yang mati adalah ketakutannya.
Sekian dulu wejangan dari Kiai Ganjel, Matur Nuwun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar