1971
RAM DASS
Kata-kata Bijak
Apakah Anda sungguh-sungguh mencari kebenaran yang lebih
besar dalam kehidupan, atau hanya memainkan permainan pengakuan dan sukses?
BE HERE NOW
“Saya memiliki sebuah apartemen
di Cambridge yang berisikan barang-barang antik, dan saya menyelenggarakan
acara makan malam yang sangat memesona. Saya punya mobil Mercedes-Benz, sepeda
motor Triump 500 cc, pesawat Cessna 172, mobil sport MG, perahu layar, dan
sepeda. Saya berlibur di kepulauan Karibia, tempat di mana saya suka menyelam.
Saya menjalani kehidupan saya sebagaimana seharusnya seorang profesor sukses
menjalani kehidupannya di Amerika, dunia bagi ‘mereka yang berhasil’. Saya
bukan benar-benar seorang sarjana, tetapi saya telah melewati seluruh
perjalanan akademis. Saya telah memperoleh gelar Ph.D saya; saya menulis
buku-buku..... Tetapi hasil dari semua itu adalah bahwa saya benar-benar
seorang pemain yang sangat baik.”
P
|
rofesor psikologi yang masih muda, Dr. Richard Alpert,
melakukannya dengan baik. Pada tahun 1961, ia menjabat di empat departemen di
Harvard Universitas, dan menandatangani kontrak penelitian di Stanford dan
Yale. Dengan status dan uang yang datang bersama posisi ini, ia menikmati hidup
yang menyenangkan.
Tetapi
ia merasa ada sesuatu yang hilang dalam dunianya, meski ia tidak bisa
menunjukkan dengan tepat apa yang hilang itu. Teori tentang pencapaian,
motivasi, dan kegelisahan yang ia ajarkan kepada muri-muridnya sepertinya tidak
lebih dari goresan di permukaan misteri kehidupan. Ia dan orang lain di
zamannya telah mempelajari segala sesuatu yang perlu diketahui tentang manusia.
Hidup mereka kekurangan integritas dan pemenuhan, dan hanya sedikit yang bisa
ditunjukkan Alpert selama lima tahunnya di psikoanalisis. Catatan kuliahnya,
katanya, sebenarnya adalah, “Pemikiran orang lain, yang dihadirkan dengan tidak
kentara”, dan penelitiannya tidak benar-benar memberikan sesuatu yang baru.
Semua orang yang ada di sekelilingnya sangat cerdas, tetapi tidak bijaksana:
“Aku bisa duduk dalam ujian doktoral, mengajukan pertanyaan yang sangat rumit
dan terlihat sangat bijaksana. Ini sebuah penipuan.”
Dunia
baru
Retakan
dalam kehidupan Alpert mulai melebar ketika tokoh legendaris, Timothy Leary
(saat itu adalah psikolog Harvard, kelak menjadi tokoh counterculture tahun 1960-an) menjadi rekan kerja dan teman
minumnya. Leary menemukan Tioananctyl,
atau jamur ajaib, di Meksiko, dan Alpert tersengat dengan komentar Leary bahwa
mengonsumsi jamur itu memberinya pengetahuan lebih banyak dibandingkan seluruh
tahun-tahunnya sebagai psikolog. Kelak, Leary dan Aldous Huxley (saat itu
adalah seorang peneliti tamu di Massachusetts Institute of Technology) berhasil
memperoleh bentuk sintetis jamur ajaib yang disebut Psylocybin, dan Alpert
diundang untuk mencobanya bersama mereka.
Obat
tersebut membangkitkan visiun, dan dalam visiun tersebut Alpert melihat
hidupnya sebagai seorang profesor terhormat dengan sejumlah objektivitas. Ia
merasakan kehadiran “Aku” di balik tampilan luar pengetahuannya, Aku yang
dipenuhi kebijaksanaan dan kesadaran abadi. Inilah yang selama ini dicarinya.
Kelompok
ini terus meneliti keadaan ini, mengujicobakan obat tersebut pada orang lain,
tetapi juga sering mengujicobakan pada diri mereka sendiri. Mereka menyadari
bahwa tidak ada gunanya tetap bersikap objektif tentang suatu kesadaran
berkembang yang sedang mengubah cara mereka melihat dunia, karena tidak ada hal
dalam psikologi akademis, yang bisa menjelaskan pengalaman mereka ini. Alpert
menulis sesuatu tentang sensasi ini, bahwa segala sesuatu yang ada di
sekitarnya dilihat sebagai pola energi yang bervibrasi, berupa cahaya, bukan
objek seperti yang biasa kita lihat. Dalam keadaan seperti itu, ia akan melihat
kehidupannya sebagai seorang profesor tidak jujur dan restriktif, dan ia pun “turun”
dengan penyesalan. Semakin sering ia menelan obat-obatan psikedelik, ia semakin
merasa terganggu sehingga terpaksa meninggalkan dunia astral yang indah itu dan
kembali ke realita dunia.
Alpert,
Leary dan kelompoknya tentu tampak sangat aneh bagi rekan-rekan kerja lain, dan
mereka mulai dikucilkan. Semua itu memuncak ketika Alpert dipecat dari jabatan
akademiknya, memulai babak baru di mana ia tidak lagi merasa terhubung dengan
lembaga akademis dan tidak bisa menemukan cara untuk mempertahankan tingkat
kesadaran yang pernah ia rasakan.
Tidak
ada jalan kembali
Ketika
seorang kenalan mengajak Alpert pergi ke India, ia pun mempergunakan kesempatan
ini. Rencananya adalah berwisata keliling dengan menggunakan Land Rover dan
mencari orang suci, tetapi ketika rencana itu dikombinasi dengan ganja dan LSD,
Alpert semakin merasa depresi. Ia mencari seseorang yang “tahu”—tahu rahasia
kehidupan internal dan tidak terpengaruh oleh hal-hal yang mengganggu orang
biasa— tetapi ternyata ia hanya menjadi seorang turis spiritual, sama seperti
ribuan orang lainnya.
Ada kata
pepatah: “Jika murid siap, guru akan muncul.” Dalam kebingungannya, Alpert
duduk di sebuah kafe hippie di bagian utara India. Seorang pria barat bertubuh
jangkung dengan rambut panjang dan tasbih berjalan masuk ke kafe itu. Alpert
langsung merasa bahwa pria ini, yang dipanggil dengan sebutan Begawan Dass dan
oleh orang-orang setempat dipandang sebagai guru, “tahu”. Ia pergi ribuan
kilometer hanya untuk menemukan bahwa gurunya ternyata adalah seorang pemuda
California!
Mengikuti
sang guru berkeliling negeri itu, mempelajari lagu dan mantra-mantra suci,
tanpa membawa uang, Alpert mulai memahami apa arti hidup di waktu sekarang,
meninggalkan pemikiran bahwa kejadian dalam kisah kehidupan kita adalah
penting. Ketika di tanya berapa lama lagi menurutnya mereka akan berkeliling,
Begawan Dass menjawab, “Jangan berpikir tentang masa depan. Nikmati saja saat
ini.”
Dari
identitas diri ke kesadaran
Ketika
Richard Alpert berubah menjadi Ram Dass (sebuah nama yang berarti “hamba
Tuhan”), wawasan apa saja yang ia peroleh? Mungkin tidak mengejutkan, ia
memiliki kesadaran tentang hakikat identitas itu sendiri. Ia mengamati bahwa
identitas mengenai siapa diri kita terus berubah dari waktu ke waktu. Ada
banyak “Anda” dan masing-masing merupakan identifikasi Anda dengan suatu pikiran atau hasrat tertentu. Pikiran kita
menjadi kepribadian kita, dan kita mengidentifikasikan kepribadian kita di
suatu waktu sebagai siapa diri kita. Tetapi semakin kita bisa melihat diri yang berbeda-beda ini secara sadar dan dari
jarak tertentu, maka mereka akan semakin tampak seperti ilusi.
Dass
mempelajari bahwa cara untuk mengenali diri kita yang berbeda-beda ini adalah
dengan berperan sebagai saksi yang netral, mengamati semua diri kita beraksi.
Mengamati pikiran kita juga memungkinkan kita melihat bahwa mereka tidak
permanen, dan bahwa ada bagian dalam diri kita yang bukan pikiran kita. Ia
menemukan bahwa tujuan meditasi adalah agar terbebas dari pikiran-pikiran yang
biasanya kita berikan kepada diri kita sendiri, pikiran yang mengabadikan
penderitaan kita. Dalam meditasi, hubungan kita dengan ego dan indra kita
terputus. Kalau pun kita memiliki pikiran selama melakukan meditasi, pada
akhirnya pikiran tersebut akan datang hanya sebagai intuisi atau panduan, bukan
pikiran yang merusak.
Dass
mengamati bahwa pikiran rasional bekerja dengan cara memisah-misahkan dunia ini menjadi objek-objek; artinya yang
mengetahui terpisah dari yang diketahui. Meski sebagian pencapaian peradaban
tidak akan terjadi tanpa cara pikir yang satu ini, ia tetap memiliki
keterbatasan. Einstein, misalnya, berkata bahwa Anda tidak bisa memecahkan
persoalan hari ini jika menggunakan cara pikir yang sama dengan yang
menciptakan persoalan. Dass menulis bahwa pikiran rasional kesulitan mengatasi
informasi yang paradoks atau tidak logis, dan bahwa terobosan besar dalam ilmu
pengetahuan biasanya menyebutkan bahwa yang menuntun pada penemuan adalah
sejumlah kilasan intuisi atau gambar tentang kebenaran, bukan kerangka pikir
analitis. Einstein sesungguhnya mengakui: “Saya memahami hukum alam yang
fundamental bukan dengan melalui pikiran rasional saya.”
Menjalani
sebagian besar hidupnya dalam budaya yang mengagungkan pikiran rasional, Ram
Dass dibebaskan oleh pemikiran bahwa diri kita bukan sekadar diri dengan
sekumpulan pikiran. Dengan pengetahuan ini, ia tidak lagi bisa terus
mempelajari kesadaran dari kacamata seorang pengamat ilmiah yang objektif; ia
sekarang bisa memandang ilmu pengetahuan dan psikologi sebagai konstruksi di
dalam kesadaran yang lebih besar yang mulai ia rasakan.
Kata
penutup
Be
Here Now adalah karya
klasik tentang spiritualitas hippie, tetapi dari era mana pun buku ini bisa
dipandang sebagai salah satu karya istimewa tentang transformasi spiritual.
Perjaanan Dass dari tokoh akademis Harvard menjadi seorang guru dipaparkan
dengan indah; dan dalam pelariannya dari kehidupan lamanya yang tidak bermakna,
seperti kulit mati, Alpert mengingatkan kita pada St. Agustinus dalam Confessions.
Edisi terdahulu buku ini yang beredar pada
tahun 1970-an merupakan karya tentang sejarah sosial. Diterbitkan oleh Hanuman
Foundation milik Dass, edisi ini tidak mencantumkan nomor halaman hingga dua
pertiga bagian, dan sebagian besar teksnya menggunakan tinta biru atau coklat.
Meski bagian pertama buku ini memaparkan riwayat kehidupan Alpert yang
dikisahkan dengan relatif terbuka, ditulis secara kronologis dari sudut pandang
seorang barat, bagian utamanya adalah suara manusia baru yang telah menemukan
keberanan spiritual dan ingin menceritakanya kepada dunia. Dijilid di tengah
dengan mantra dan kutipan, serta dengan penggambaran yang liar dan sering kali
indah, buku ini mungkin terlalu manis bagi sebagian pembaca. Tetapi jangan Anda
terganggu dengan frekuensi penggunaan kata-kata “cinta” dan “guru” yang sering
serta gambar dewa-dewi Hindu. Justru inilah inti buku ini, dan jika Anda berada
dalam kerangka berpikir yang tepat, buku ini akan membuat Anda menikmati suatu
“perjalanan” yang luar biasa.
Bagian
terakhir dari Be Here Now, “Resep
memperoleh kehidupan yang suci”, menghadirkan kematangan pengalaman Dass dengan
sadhana, atau praktik spiritual, dan
membahas semua cara yang mungkin untuk mengalami kesadaran, mulai dari meditasi
hingga mengonsumsi obat-obatan.* Saat
membahas berbagai hal tentang sadhana, Dass menulis bahwa setelah mengalami
kesadaran, Anda mungkin merasa putus asa karena kembali ke sesuatu yang rasanya
seperti diri Anda yang lama—maju satu langkah ke depan, mundur dua langkah
kebelakang. Tetapi saat Anda menjadi lebih terang secara spiritual, kemurnian
Anda yang lebih besar akan memunculkan aspek diri Anda yang “lebih Besar” ke
permukaan. Sebagian besar orang yang ada di jalan spiritual memulainya dengan
mencurahkan waktu dan tenaga untuk hal-hal spirituaal, tetapi kemudian
menyadari bahwa seluruh kehidupan ini sebenarnya adalah spiritual—tidak ada
yang tidak spiritual. Kesimpulan Dass lainnya adalah jangan terlalu serius
menanggapi diri Anda sendiri; saat Anda berada di rantai makanan kesadaran yang
lebih tinggi, ukuran ego Anda yang sesungguhnya akan terlihat dan Anda akan
bisa menertawakan kesombongan Anda sendiri.
* Ram Dass mengutip kalimat seorang bernama Hari Dass Baba, yang meyakini bahwa LSD adalah cara Tuhan untuk membuat orang Amerika melewati jalan yang lebih spiritual dan membuka pikiran mereka pada cara-cara yang tidak materialistis. Kesimpulan Ram Dass sendiri adalah bahwa obat-obatan tersebut hanyalah sebuah pintu untuk memasuki pengetahuan yang lebih tinggi, ditunjukan dalam kalimat: “Tujuan dari jalan tersebut adalah MENJADI tinggi bukan MERASA tinggi (mabuk).”
(50 Spiritual Classics – Meraih Kebijaksanaan
dalam Pencerahan dan Tujuan Batin melalui 50 Buku Legendaris Dunia, karya Tom
Butler-Bowdon, diterbitkan oleh PT BHUANA
ILMU POPULER KELOMPOK GRAMEDIA)
dapatkah saya mendapatkan file ebooknya yg berbahasa indonesia?
BalasHapusSaya belum menemukan file ebooknya...Terimakasih.
Hapus