![Wayang Kulit dibawah ini merupakan Wayang Purwa Pandawa Lima Prabu Yudhistira Raden Bima R...](https://i.pinimg.com/564x/50/bc/3c/50bc3c3596b6574b86881b86f673cc61.jpg)
Wayang
Purwa Pandawa Lima Prabu Yudhistira
Sikap batin seorang Dermawan, ”Dengan kehadiranku apa yang
dapat kuberikan kepada sesama !”.
“Apa yang akan kudapat !”, ini sikap seorang yang cinta diri,
Egois, seorang pengemis.
Perumpamaan, mengambil air dengan kaos, tidak ada hasil,
tanpa disadari baju jadi bersih(:pikiran, pengertian, laku).
Hening.
Sunya Suri - sunyi senyap. Bahasa umum, terasa tidak ada. Ini
cuek tingkat tinggi, dalam hidup merasakan guncangan atas pembedaan panas dan
dingin, kawan dan lawan; secara pribadi, kemauan dan perasaan; dan dalam
keheningan merasa terbebaskan –sementara - dari penderitaan semua itu, bahkan
merasa manunggal dengan Tuhan. Kita sering merasa hening saat tidur, tidak
semua tidur ada dalam doa.
Dalam Kesadaran Tinggi kita tetap sadar saat tidur, mimpi dan
saat kematian. Beberapa bentuk pembebasan palsu dari penderitaan yaitu tidur,
gila, pingsan, dan meditasi hening. Buddha Siddarta bukan meditasi
‘heneng-hening’ seperti diatas, tapi go public memberi pengertian yang
benar. Penderitaan ada disekitar kita dan kita cuek, misal kita punya teman
seperti itu, apakah berkesan dia baik? Umat manusia, alam, binatang semuanya
mengalami penderitaan ternyata Tuhan pun tidak cuek, maka diturunkanlah Nabi.
Hening itu bagaimana? Ada tiga faktor mau, mau meng-iya-kan dan hanya .
“Tuhan memerintahkan kita meng-iya-kan dan hanya itu”, isinya hanya itu, meng-iya-kan
sepenuhnya. Keheningan diisi secara full atau utuh. Tanpa itu, kita
memiliki telinga tidak mendengarkan, memiliki mata tidak melihat dan memiliki
pikiran tidak untuk merenungkan. ... Kepenuhan…
Mencintai
Allah dalam keheningan, “Cintailah Allah Tuhanmu dengan segenap jiwamu, segenap
akal budimu, segenap hatimu dan segenap kekuatanmu”. Kalau kita menghayati
benar-benar, disitulah keheningan, disitulah kita mencapai Kemurnian,
kejernihan. Banyak diantara kita,”… mau…, tapi…”, ini tanda
ragu-ragu atau tidak full.
Bingung, kita menyerahkan ‘diri’ tapi kita jadi ’kosong’, gimana?
Men-iya-kan itu bukan konflik, menyerahkan ‘diri ‘ dalam personifikasi, dalam
penghayatan, menghadirkan Allah sebagai Damai , Cinta Kasih dan Sejahtera,
lebih kearah ‘rasa’, ‘… nanging ana’, Tuhan itu Ada. Dalam
Perjanjian Lama, Yahwe, ‘ Aku adalah yang Ada’.
Apa benar Allah tidak tampak? Salah, Allah nampak tapi
kita yang tidak dapat, tidak mampu melihat 100%. Yesus melihat Elia, Musa
melihat ‘Cahaya Terang’, Saul setelah melihat jadi buta, (Arjuna melihat
wujud ‘Semesta Krishna’ saat di medan perang Kuruksetra, BG XI-pen),
tergantung Tuhan mau menyampaikan apa?, apakah dengan kehebatan atau yang lain
sesuai misi Tuhan. Adaptasi Tuhan itu luar biasa.
Dalam keheningan menghadap Allah, Allah dalam bentuk
‘pengertian’, ‘Akulah Jalan, Kebenaran dan Kehidupan’, hidup adalah terang,
jelas, tidak gelap. Ada tiga faktor/tanda kita melihat atau merasakan Tuhan,
pertama dalam Terang atau Kawruh; kedua dalam Kebenaran; ketiga
jalan/action/proses. Allah itu kawruh dan laku. ‘Menjalankan
kawruh sing bener’, menjalankan pengetian yang benar. Laku sama dengan mengerti
Kebenaran. Kalau tidak itu iblis, kesesatan, menjalankan pengertian yang tidak
benar. Dapat membedakan yang benar dan salah (wiweka-pen).
Siapakah Aku? Akulah Jalan, Kebenaran dan Kehidupan. (Tradisi
bharat-India, perjalanan ‘kedalam diri’ dimulai dengan bertanya ‘ko ham’-Siapakah
Aku?, dan di akhiri dengan ‘so ham’- Itulah Aku! , Tat Tvam Asi-
Itulah Engkau!-pen)
Sesuatu itu dikatakan Benar jika, ‘1 CD ukuran S’,
1-Manunggal, C-Cinta kasih, D-Damai, dan S-Sejahtera.
Praktis, secara kongkrit mencintai Allah adalah mencintai ciptaan-Nya,
alam, binatang, manusia, dan malaikat. Iptek, mencintai Tuhan dengan
makin sehat, makin sejahtera, tanpa disadari mengarah pada kebenaran. Kembali
ke basic, Jawa. ‘Aja keladuk wani kurang duka’, berjalan dengan
persiapan, kita sering menekankan yang satu dan merusak yang lain. Action
penyampaian tetap menjaga keseimbangan.
Keterkaitan Teknologi dan manusia. (Kemajuan di bidang
teknologi bagaikan pisau bermata dua, jika dimanfaatkan dengan tepat
dapat memfasilitasi perkembangan jiwa manusia, tapi jika tidak, dapat
mengakibatkan kemunduran bagi kemanusiaan-pen), seperti munculnya
ketergantungan dan kemalasan.
Apakah Umat Manusia maju? Secara sederhana, umur makin
pendek, ada hajatan kematian yang melayat sedikit, tanda solidaritas dan
kebersamaan kurang. Hubungan antar manusia bukan lagi dengan ‘rasa’ tapi
lebih kearah seperti mesin, hanya ‘fungsional’ belaka, terjadi
Pergeseran Zaman, banyak waktu yang disia-siakan untuk mengerjakan hal-hal yang
juga sia-sia, makin banyak keterikatan tanpa disadari. Ini tantangan bagi kita.
Saat ini Tuhan mengirim banyak Nabi. Keadaan masyarakat, kerja terlalu keras
seperti mesin seolah-olah tidak ada hari esok. Keluarga hanya sebagai tempat
untuk numpang tidur, anak diasuh oleh baby sister, tata krama
yang merupakan ekspresi pribadi hilang, sikap kurang ajar dan tidak
menghargai campur aduk.
Menghormati Guru dengan memahami ajaran dan melaksanakan.
Tugas Guru adalah menyampaikan buku dan tongkat,
setelah itu terserah murid. Gantharwa sebagai pengertian benar-benar luar
biasa, sampai-sampai mendapatkan ‘piala’. Kita terlalu sering bermain-main
tentang lisensi, menganggap ‘pengertian’ itu main-main. Lisensi itu untuk
hal-hal yang besar. Kita terlalu banyak diberi kesempatan.
Standarisasi hal yang besar tiap orang berbeda ?
Hal besar dihadapan Allah, secara volume, kwalitas, dan
dampaknya. Misal untuk urusan politik dampaknya adalah 220 juta orang
Indonesia. Tahunya saat masuk ujian, finish baru terasa. Kalau kemampuan
ditingkat Nasional, lalu kenapa tidak berkecimpung disitu? Pakailah
kesempatan(: waktu, sarana, pengertian, lisensi) secara maksimal.
Intinya kalau maju majulah bersama. Adanya Hukuman menandakan cinta kehabisan
jalan. Bukan masalah hukuman tapi bagaimana menjadi baik, kalau bisa jangan
sampai menghukum. Bicara disini luas, secara pengertian roh, pekerjaan,
teknologi.
§
Kecewa, jenuh, tidak sabar, perbaikan sifatnya pribadi. Mengingatkan
secara serius hubungan antara dua pribadi.
§
Minder mengungkapkan permasalahan, mau maju atau tidak?. Kalau mau maju
ya resikonya malu dan minder. Kalau kita mengakui Gantharwa adalah
keluarga mengapa harus malu dan minder? Mau maju, kawruh dan disiplin
pelaksanaannya harus meningkat, misalnya ‘saya bukan Jokonya, tapi sebagai alat
dari Tuhan’. Hebat = f(Benar),
kehebatan seseorang tergantung dari peningkatan kebenarannya.
§
Boleh belajar dari yang lain? Basicnya Kebenaran, itu kita pegang, Boleh,
dalam belajar yang sama kwalitasnya, dalam Kebenaran. Tidak, jika ajaran
itu bertentangan.
Yang
disampaikan hanya sebagian dari pada contoh, kesuksesan ada pada diri sendiri.
-------------
Malam
itu kita kehadiran dua ‘Pribadi Murni/Utama’ yang mau berbagi kepada kita.
Pesan
Bapak Dharma dari India.
1.
Melihat ke dalam hati masing-masing, membuka diri, tanamkan apa yang
telah disampaikan Guru.
2.
Jangan menutup diri, percaya kepada Guru Yang Sejati. Jangan mengeraskan
hati. Masuklah kedalam diri sendiri.
3.
Perbaiki cara berdoa, berpikir positif, siapkan hati untuk menerima
berkat.
4.
Kekerasan hati adalah hal yang sia-sia, bukalah pintu hati kalian.
5.
Sesuatu yang utuh, kemanunggalan, keseimbangan dimasukan ke dalam hati.
Keluar dari diri sendiri, terimalah ungkapan keseimbangan Tuhan.
6.
Antara pikiran dan hati harus seimbang. Satu pikiran dan hati.
7.
Mencintai diri sama dengan mencintai orang lain, Hukum Cinta Kasih.
8.
Jangan ragu-ragu, percaya pada Guru Sejati, ada disini. Biarkan berkarya
dalam diri.
9.
Membuka diri bagi Allah seutuhnya. Pasrah, menyerah pada Tuhan.
10. Jangan
biarkan kita dikuasai oleh pikiran. Suara hati yang seharusnya di ekspresikan.
11. Jangan
ada jarak dengan Guru. Jangan ada pertentangan antar saudara, kita adalah satu
keluarga.
12. Bekerjasamalah
dengan saudara dan sesama dalam kesatuan yang utuh dan seimbang.
Pesan
Sri Krishna.
“….. sering kita tidak mau mendengar, asik dengan kerja masing-masing. Lihatlah
kembali apa yang telah menjadi pilihan dan keputusan kita! dan sadarilah
mengapa kita sering ditegur dengan keras, supaya kalia menyadari bahwa ini
adalah suatu hal yang serius bukan permainan.
Masing-masing diantara kita punya tugas masing-masing. Apa jadinya jika kita
tahu tugas tapi tidak melangkah. Apa artinya pengertian itu? Itu bukan hiasan.
Kesempatan ini tidak dapat ditemui dalam waktu yang dekat. Kapan kalian mau
menyadari dan melaksanakan pengertian yang didapat?
(Wejangan Kyai Ganjel pada Kliwonan 14 Desember 2000, Padepokan Gantharwa, Cibolerang Indah Blok H1 Caringin, Bandung, Jawa Barat)
(http://gantharwa.org/)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar