1970
SHUNRYU
SUZUKI
![Discover Shunryu Suzuki famous and rare quotes. Share Shunryu Suzuki quotations about enlightenment, meditation and teaching. "Leave your front door and your back door..."](https://i.pinimg.com/236x/8e/96/d0/8e96d0739b2be6fcd685f12372e9806b.jpg)
Kata-kata Bijak :
Pikiran
yang damai dan cerdas bisa diperoleh cukup dengan duduk dan bernapas.
ZEN
MIND, BEGINNER’S MIND
“Jika pikiranmu kosong, ia akan
selalu siap untuk apa saja; ia terbuka untuk segala sesuatu. Dalam pikiran seorang
pemula terdapat banyak kemungkinan; dalam pikiran seorang pakar hanya terdapat
sedikit kemungkinan.”
“Dalam benak seorang pemula tidak
ada pikiran, ‘Aku telah mencapai sesuatu’. Semua pikiran yang egosentris akan
membatasi pikiran kita yang luas. Jika kita tidak berpikir tentang pencapaian,
tidak berpikir tentang diri sendiri, kita adalah seorang pemula. Maka kita pun
bisa sunguh-sungguh belajae sesuatu.”
K
|
ata
“zen” tidak lagi asing bagi kita, tetapi apa sebenarnya Zen itu? Ketika
menyebar ke Jepang, Buddhisme mengembangkan praktik dan ciri khasnya sendiri,
yang kemudian dikenal sebagai Buddhisme Zen. Salah satu praktiknya, zazen, adalah suatu model meditasi yang
tidak hanya sekedar duduk dan bernapas.
Daisetz
T. Suzuki merupakan orang pertama yang membawa filosofi Zen ke dunia Barat, dan
dan guru Zen, Shunryu Suzuki, memperkuat pengaruh Zen dengan mendirikan Zen
Center di San Francisco pada tahun 1960-an. Zen
Mind, Beginner’s Mind: Informal Talks on Zen Meditation and Practice adalah
bukunya satu-satunya, tetapi dipuji atas keindahan dan wawasannya yang mengubah
hidup.
Apa
yang dimaksud dengan istilah “pikiran seorang pemula”? Tujuan praktik Zen,
Suzuki menjelaskan, adalah memiliki pikiran yang murni dan sederhana, terbuka
pada berbagai kemungkinan. Biasanya pikiran kita memuji dirinya sendiri karena
bisa mencapai hal-hal tertentu, tetapi pikiran egosentris semacam ini membuat
kita tidak bisa sunguh-sungguh belajar dan melihat. Pikiran seorang pemula
tidak berpikir tentang “aku” karena ia menyadari bahwa pikirannya hanyalah
ekspresi dari Pikiran universal yang lebih besar, dan hal ini otomatis
membangkitkan rasa belas kasih. Ia berhenti berpikir dualitas, dalam polaritas
seperti baik dan buruk, atau setuju dan tidak setuju. Akibatnya, ia bisa
menghayati momen sebagaimana adanya.
Jika
Anda merasa hidup Anda semrawut dan tidak damai, buku ini bisa memberikan
perubahan yang nyata.
Pikiran yang teratur,
kehidupan yang teratur.
Praktik
zazen dilakukan bukan untuk
“mencapai” sesuatu keadaan pikiran tertentu. Saat kita melakukannya, pikiran
kita hanya berkelana. Buku ini memberi panduan sederhana tentang posisi duduk
yang rileks yang merupakan inti dari praktik zazen. Posisi duduk zazen
menghasilkan stabilitas dan menempatkan kita kedalam suatu keadaan pikiran yang
membebaskan kita dari tirani pikiran.
Bernapas
adalah bagian utama dari praktik ini. Pikiran mengikuti pola bernapas, hirupan
dan embusannya, serta dengan melakukan hal ini pikiran tidak lagi fokus pada
“aku”, sang diri kecil yang biasanya membentuk pikiran kita. Dalam keadaan ini,
alam universal kita, “alam Buddha”, mulai menjadi fokus kita. Kita beralih dari
pikiran kecil, begitu Suzuki mendeskripsikannya, ke “pikiran besar”.
Mengapa
bernapas menjadi sangat penting? Dengan memusatkan perhatian pada pernapasan,
kita diingatkan bahwa kita sepenuhnya bergantung pada dunia yang ada disekitar
kita, pada udara yang kita hirup. Kita juga diingatkan bahwa jika kita bernapas
berarti kita hidup, dan karenanya tidak bergantung. Jika Anda menyadari fakta
bergantung/tidak bergantung ini, Anda akan terbebaskan. Ini bukan gagasan
intelektual, melainkan suatu hal yang sangat ragawi.
Melalui
praktik zazen kita memahami bahwa
dunia ini pada dasarnya tidak seimbang, selalu berubah dan sering kacau-balau.
Inilah yang membuat dunia dan kehidupan kita yang ada di dalamnya merasakan
kesengsaraan. Tetapi alam alam tak terlihat yang melatarbelakangi dunia ini,
alam yang membentuk dunia, adalah sempurna; dan kesadaran tentang keselarasan yang sempurna inilah yang bisa kita
rasakan dalam zazen. Pengalaman ini
akan menempatkan dunia beserta semua isinya dalam sudut pandang yang tepat.
Pengalaman ini membuat kita bisa berpikir, “Hmmm, memang seperti itulah dunia.”
Bagaimananpun
juga, hal ini tidak lantas berarti kita tidak perlu mengambil tindakan positif.
Sebaliknya, tindakan yang kita ambil setelah melakukan praktik zazen, dimana kita baru saja berada dalam
keadaan selaras dengan kesempurnaan, pasti merupakan tindakan yang tepat.
Biasanya tindakan kita tidak dihasilkan dari kedamaian momen ini; tindakan kita
terdistorsi oleh hasrat atau ambisi, dan akibatnya menambah kekacauan. Oleh
karena itu, semakin banyak waktu yang kita gunakan untuk bermeditasi, dunia
kita akan semakin teratur. Jika kita memiliki pikiran yang tenang, terhubung
dengan sesuatu yang nyata dan stabil, hidup kita punya suatu cara untuk
menyelesaikan sendiri masalahnya. Inilah cara yang alami dan cerdas untuk
menjalani hidup.
Praktik Zen.
Mungkin
sepertinya mudah dimengerti, tetapi cara terbaik untuk memperlembut pikiran
yang ekstrem, kata Suzuki, adalah dengan duduk, diam, dan bernapas. Bayangkan
pikiran Anda seperti ombak yang dengan pernapasan yang teratur, perlahan akan
semakin reda, hingga akhirnya air pikiran Anda menjadi tenang. Biarkan pikiran
Anda, maka hal ini pun akan selalu terjadi. Pikiran “aku” akan menjadi Pikiran
Besar, atau area diri yang murni.
Duduk
dan bernapas akan menjauhkan kita dari gagasan ego bahwa kita adalah seseorang
yang istimewa. Kita mengira bahwa bagian diri kita yang menginginkan hal-hal
istimewa adalah siapa diri kita, padahal hakikat sejati diri kita, yang muncul
dalam praktik Zen, lebih besar dari itu. Hakikat
sejati diri kita selaras dengan Pikiran Besar. Maka ketika kita bersentuhan
dengannya, kita akan melampaui sang aku, yang membuat kita lebih penuh belas
kasih dan lebih gembira. Jika segala sesuatu didasari pada”aku”, kita akan
terus berjuang sepanjang waktu.
Suzuki
memperingatkan kita agar tidak berpikiran untuk mendapatkan sesuatu melalui
praktik zazen. Lakukan zazen semata-mata demi zazen itu sendiri. Menggunakan analogi,
ia berkata, “Memasak bukan sekadar menyiapkan makanan untuk seseorang atau
dirimu sendiri; melainkan untuk mengekspresikan ketulusan Anda.” Meditasi
adalah bentuk pengekspresian diri yang tertinggi.
Walau
demikian praktik zazen membutuhkan
disiplin. Pengulangan, kesetiaan, kesamaan, adalah jalan Zen. Tidak mencari
kesenangan atau kegembiraan besar, yang justru mengindikasikan hilangnya
hakikat diri kita, melainkan hanya melihat “keberadaan” (is-ness) dan keindahan setiap momen. Suzuki menggunakan katak untuk
menerangkan praktik Zen. Katak itu duduk, tidak berpikir diri mereka istimewa,
meski demikian duduknya mereka itu tidak mengurangi identitas mereka. Mereka
jelas tetap katak. Suzuki berbicara tentang kemurnian sehubungan dengan praktik
ini. Ia tidak bermaksud membuat diri kita menjadi murni, mengubah sesuatu yang
buruk menjadi baik, melainkan hanya melihat hal-hal sebagaimana
adanya—“kualitas” mereka.
Apa itu Pencerahan?
Kita
cendrung berpikir tentang pencerahan sebagai sejumlah pemahaman yang hebat,
diraih melalui usaha spiritual selama bertahun-tahun. Dan memang, ada sebuah
istilah Zen, satori, untuk menggambarkan kesadaran tentang hal-hal mengenai ke’Buddha’an yang datang tiba-tiba. Tetapi
sering kali, kata Suzuki, pencerahan adalah hal yang sangat biasa—sebenarnya
hanya merupakan pemahaman tentang suatu fakta yang sederhana. Pertama-tama
muncul kesadaran tentang sebuah fakta, kemudian berusaha mengingatkan diri kita
tentang fakta tersebut, yang pada gilirannya diekspresikan dalam pikiran dan
tindakan.
Apa
yang dimaksud dengan fakta? Yang dimaksud dengan fakta adalah segala sesuatu
yang muncul dari tiada, bahwa ada suatu “ketiadaan”
yang tak berbentuk dan tak berwarna yang terus menghasilkan bentuk dan warna
dunia kita. Karena semuanya berasal dari tiada, maka “tiada” pastilah
istimewa. Hal ini adalah kualitas yang tak bisa dilukiskan.
Akal
sehat meminta kita memercayai potensialitas kreatif ini sebagai realitas dasar
kehidupan, di balik semua bentuk yang ia ciptakan. Dalam kehidupan sehari-hari,
kita harus bisa melewati “pintu kekosongan”, membersihkan pikiran kita dari
ilusi yang biasa kita anggap sebagai kenyataan. Setiap orang berpikir bahwa
materi—dunia seperti yang kita ketahui—adalah “realitas”, padahal mereka
hanyalah representasi dari sesuatu yang menciptakannya. Setiap orang bersikap
seolah-olah memiliki sesuatu, kata Suzuki, karena dalam diri mereka terdapat
kepingan kecil representasi tersbut. Tetapi bila kita menganggap materi ini
sebagai sesuatu yang permanen dan “milik” kita, maka ini akan menimbulkan
masalah.
Suzuki
menunjukkan bahwa 99% pikiran kita berisi tentang diri kita sendiri dan masalah
kita. Ia tidak mengabaikan kepedihan yang kita rasakan dalam pikiran kita. Tetapi
orang yang mengetahui bahwa hidup pada dasarnya adalah tentang perubahan dan
masalah, dan walau demikian tetap menyadari bahwa di atas semua itu ada sesuatu
yang sempurna yang menjadi inti dari semuanya, akan melihat bahwa mencemaskan
bagaimana kehidupan berjalan tidak akan memberikan penyelesaian. Hanya dengan merasakan kembali sumber semua
ini maka kehidupan bisa diterima sepenuhnya sebagaimana adanya dan ditempatkan
dalam sudut pandang yang tepat.
Orang
yang dengan terbuka menerima bahwa kehidupan penuh dengan kesulitan akan
terbebaskan, karena mereka memahami hakikat kehidupan—bahwa memang seperti
itulah adanya. Dengan bersikap seperti ini, kita tidak lagi berpikir bahwa
kitalah pusat kehidupan, dan tidak lagi merasakan penderitaan akibat bersikap
egosentris. Kita adalah suatu “bagian sementara dari kebenaran”, kata Suzuki, suatu ekspresi singkat dari kebenaran
esensial yang ada dalam ketiadaan. Dan jika kita bisa memahami ini, masalah
kita tidak lagi memusingkan kita. Suzuki mengutarakannya dengan baik :
“karena kamu berpikir dirimu punya
raga dan pikiran, kamu memiliki rasa kesepian. Tetapi jika kamu menyadari bahwa
segala sesuatu hanyalah kilasan yang lenyap ke dalam keluasan alam semesta,
kamu akan menjadi kuat, dan eksistensimu adakn menjadi penuh arti.”
Suziki
memperingatkan kita untuk tidak mengharapkan demonstrasi nilai yang hebat dari
praktiknya. Ingatlah, yang Anda lakukan hanyalah duduk dan bernapas—tidak ada
yang istimewa. Tetapi ia memberi tips ini: “Teruskan saja praktik tenang dan
biasa Anda, maka karakter Anda akan menguat.” Anda mungkin tidak mengalami
kebangkitan spiritual yang hebat, tetapi praktik ini akan memberikan dampak
pada hidup Anda. Praktik ini membuat Anda bisa memahami hal-hal sebagaimana
adanya, dan bahwa yang lain “hanya ilusi”. Ini sendiri sudah termasuk
pencerahan, dan bisa mendorong terjadinya revolusi tentang bagaimana Anda
hidup.
Kata Penutup.
Zen Mind, Beginner’s
Mind
menghancurkan keyakinan bahwa kita bisa memperoleh keselamatan atau kebahagiaan
dengan mencarinya di tempat lain, di luar siapa diri kita dan di mana kita
berada sekarang. Kita ingin lari dari penderitaan, tetapi Suzuki berkata bahwa
menemukan kesenangan dalam fananya kehidupan—yang sering kita sebut penderitaan—adalah
satu-satunya cara untuk hidup di dunia ini dengan sukses. Pandangan mengenai
mengatasi dan bahkan menikmati pengalaman menderita sebagai bagian dari kehidupan
adalah pikiran yang radikal, tetapi bukankah pandangan ini lebih mendekati
kenyataan dibandingkan dengan keyakinan bahwa kita hanya bisa bahagia jika kita
memiliki kehidupan yang sempurna? Ketenangan mungkin adalah anugerah spiritual
yang terbesar, bukan dalam pengertian yang fatalistis, melainkan karena mampu
memahami indahnya kehidupan dengan segala ketidaksempurnaannya.
Sebagian
pemikiran Suzuki mungkin sulit dipahami, tetapi Zen Mind, Beginner’s Mind bukan karya yang membutuhkan kecerdasan
untuk membacanya. Bila Anda terinspirasi olehnya, Anda mungkin juga ingin
membaca karya kuno Lao Tzu, Tao Te Cing.
Tidak ada warna, tidak ada aroma, dan ketiadaan Tao, atau energi universal,
adalah hal-hal yang juga diusahakan Suzuki agar kepada mereka pikiran kita
terarah—“keberadaan” (is-ness) yang
tidak menyerupai apa-apa, tidak terlihat seperti apa-apa, tetapi merupakan
generator dunia. Mengenalinya dan menjadi selaras dengannya memberi cadangan
kedamaian yang siap-pakai.
Kita
biasanya menambah pengetahuan dengan mengumpulkan informasi, kata Suzuki,tetapi
dalam Buddhisme yang benar justru sebaliknya. Tujuannya adalah membersihkan
pikiran dari “materi”, agar menjadi orang yang ‘kosong’ pikirannya. Ini bukan
tindakan bodoh, melainkan cara kita mengakses keabadian dan kecerdasan sempurna
alam semesta.
Shunryu Suzuki
Dilahirkan di Jepang,
Suzuki baru berumur 12 tahun ketika ia diambil menjadi murid Gyokujun
So-on-roshi, seorang guru Zen yang dulu adalah pengikut ayahnya. Ia belajar di
sebuah iniversitas Buddhis, Komazawa, kemudian di biara pelatihan Eiheiji dan
Sojiji. Ketika gurunya wafat, Suzuki harus mengambil alih kedudukan sebagai
pengelola kuil beserta tanggung jawabnya.
Ia pergi ke Amerika
Serikat pada tahun 1959 sebagai seorang pengunjung tetapi kemudian menetap di sana,
di San Francisco. Ia mendirikan tiga pusat Zen, termasuk biara Zen di Ameerika.
Zen
Mind, Beginner’s Mind disusun oleh marian
Derby, murid Suzuki, berdasarkan ceramah yang dibawakan Suzuki di Los Altos. Trudy
Dixon dan Richard Baker (yang diangkat menjadi pengganti Suzuki) menyunting
tulisan tersebut dan menerbitkannya.
Suzuki wafat di San
Francisco Zen Center pada tahun 1971.
(Sumber:
Buku 50 Spiritual Classics – Meraih Kebijaksanaan dalam Pencerahan dan Tujuan
Batin melalui 50 Buku Legendaris Dunia, karya Tom Butler-Bowdon, diterbitkan
oleh PT BHUANA ILMU POPULER KELOMPOK GRAMEDIA)
Praktik zazen : duduk diam (tubuh tidak bergerak), bernapas (secara alami, tidak mengatur napas) dan pikiran mengamati apa adanya (menyadari segala perubahan yang terjadi baik dalam diri maupun di luar diri; pikiran tidak memilih atau memilah, apakah baik atau buruk, benar atau tidak, pikiran tidak memberikan rekasi tertentu terhadap apapun yang terlintas)
BalasHapus