Mahāvatar
Babaji
5
ASHRAM
DARI BABAJI : GAURI SHANKAR PEETAM
Ashram
Babaji yang terletak dekat Badrinath di Himalaya, dekenal sebagai Gauri Shankar peetam. Hal itu telah
diuraikan oleh V.T Neelakantan (Ramaiah,
Mei 1954 hal 3-10) menurutnya ia telah di izinkan (Oleh Babaji) melakukan
kunjungan dengan tubuh astralnya ketempat itu dua kali pada pertengahan akhir
oktober 1953. Neelakantan mendapati secara tiba-tiba ia telah meninggalkan
tubuh fisiknya di Madras, India dan telah berganti dengan tubuh yang yang lain,
berdiri dengan Babaji di Gauri Shankar peetam. Uraiannya tentang Ashran Babaji
dan aktivitasnya adalah sebagai berikut ini :
Ashram
terletak dekat kuil kota Badrinath di daerah yang dikelilingi oleh tebing batu
yang terjal di semua tempat sisinya dengan sederetan gua di dasar. Gua yang
paling besar ditempati oleh Babaji sendiri. Di sudut berseberangan dengan gua
itu ada dua air terjun.
Penghuni
ashram berjumlah 14 orang dan pada kunjungan itu mereka menggunakan air terjun
besar untuk mandi dan air terjun kecil untuk minum. Air kedua air terjun itu
membentuk dua aliran yang menyatu di ujung berlawanan dari daerah itu dan lalu
menghilang ke sebuah terowongan jalan keluar. Di malam hari, meskipun tak ada
sumber penerangan listrik, seluruh daerah itu di terangi dengan baik. Suatu kekuatan
misteri menahan orang yang berniat mendekati Ashram itu dan tertahan dalam
jarak kira-kira satu mil. Sebagai akibatnya, tak seorangpun dapat mencapai
Ashram tanpa izin Babaji.
Penghuni
Ashram termasuk saudari Babaji (saudari sepupu dari pihak ayah), yang bernama
Mataji Naga Lakshmi Dewiyar (dikenal juga sebagai Annai). Dia memakai sari dari
katun, putih warnanya dengan bordir hijau dan selempang merah meliputi
lehernya. Menurutnya, dia adalah sosok perempuan yang benar-benar cantik dengan
kulit terang, lekukan kurus dan lebih tinggi dari abangnya. Pipinya agak
panjang dengan tonjolan tulang pipi, dan menyerupai Kashi, murid Paramahansa
Yogananda di lihat dari depan, dan istri Neelkantan dari samping.
Annai
Nagalakshmi Dewiyar bertugas untuk mengorganisir Ashram dan melayani para
penghuni dalam beberapa pekerjaan. Dia mengawasi persiapan makanan sehari-hari
yang sederhana, makanan Vegetarian (tanpa daging) untuk makan siang. Makanan itu
mendukung kehidupan kehidupan seorang yogi (Yogi
lifestyle) dari Ashram itu. Dia memelihara
dengan hati-hati, sebuaah tanaman “tulasi” yang besar bertengger di puncak
sebuah “peetam” atau kuil, mendekati empat kali tingginya.
Babaji dan Mataji, di Gauri Shankar – artis Gail
Tarrant
Setiap hari dia rajin
memuja “Dewi Tulasi”, seorang pemuja agung dari Lord Krishna. Dewi Tulasi
diberikan anugerah istimewa oleh Lord Krishna di sepanjang segala abad sebagai
Tanaman Tulasi di Surga tempat kediaman Lord Krishna.
Cara favorit Annai dalam pemujaan
adalah memuja kaki suci Lord Babaji dalam sebuah upacara yang dikenal sebagai “Pada
Poosai”, pada artinya kaki dan poosai artinya memuja dengan bunga. [Pemujaan pada kaki “Lord Babaji” adalah
suatu ekspresi kedekatan akan kasih seseorang dan suatu simbol yang menunjukka
kepasrahan dan aspirasi. Di kesluruhan literatur Tamil yang suci, dalam
Thirumandiramnya Thirumoolar, misalnya, bisa diketemukan refrensi mengenai
pemujaan kaki Sang Master, “Memegang kaki Master dan Lalu mendaki”, memberikan
lambang bahwa dengan bersandar pada Lord dan Master dan aspirasinya, manusia
akan tiba pada Pencerahan Diri (Self Raslization)]. Selama
upacara ini dia dengan kasih sayang menaruh kaki Babaji di sebuah piring perak,
mencuci dan menuangkan minyak sesame,bubuk kacang mung, susu dan pewangi
yanglain atau bahan-bahan berharga lainnya. Kemudian dia mendekorasi kaki ini
dengan abu suci (Vibhuti), abu dari api yajña yang sudah di mantrai juga dengan
“kumkuma” (bubuk merah dari bunga Vermillion/dan sejumlah bunga lainnya yang
tumbuh dekat Ashram).
Annai memuja kaki suci
Lord Babaji pada upacara Pada Poosai
(Sumber
gambar: http://ukbys.org/babajis-kriya-yoga)
Penghuni-penghuni lainnya termasuk beberapa orang
laki-laki, jenggotnya memanjang menyentuh batas pusar. Seorang pengusaha Muslim,
setelah mempersembahkan semua tentara dan kekayaannya kepada Babaji dan lalu
ditolak oleh Sang Master, pada akhirnya menyerahkan dirinya sendiri kepada
Master dan dia diterima sebagai murid Babaji. Sepasang orang Bule (Barat), Ibu
dan anaknya yang berumur 10 tahun, Swami Pranabananda, “Saint dengan dua badan” juga hadir disana.
Dia dikenal sebagai “Amman Pranabananda”, dan secara
fisik sangat menyerupai tubuh pada reinkarnasinya yang terakhir kecuali
kalaulah dia membiarkan rambut dan jenggotnya tumbuh panjang.
Swami Pranabananda telah diceritakan oleh Yogananda (Yogananda, 1969, hal 22-28, 260, 350). Swami
Pranabananda, pada akhir inkarnasi terakhirnya telah meninggalkan tubuh wadagnya
secara sadar (a conscious exit from
physical body) dan itu di sebut Maha
Samadhi, didepan murid-muridnya yang berkumpul. Beberapa tahun kemudian ia
lahir kembali (reborn).
Swami Pranabananda, Amman, “Dadaji”
Sebagai seorang muda, ia tiba-tiba ingat kehidupan
sebelumnya dan hubungannya dengan Babaji. Ia lalu pergi ke Himalaya untuk
mencari gurunya yang tak bisa mati itu. Pada akhirnya karena berkat Babaji, Ia
dipersatukan kembali dengan gurunya. Setelah mempraktekkan Kriya Yoga secara
intensif di bawah bimbingan Babaji selama bertahun-tahun, ia mencapai keadaan
tak dapat mati atau Soruba Samadhi. Dia dihormati dan
dikenal dengan nama “Dadaji” atau “Amman Pranabananda”. Ia sekarang melayani
sebagai sumber inspirasi spiritual dan pembimbing bagi banyak murid. Dia juga
menjadi pengawas pemeliharaan taman di Ashram.
Diantara para pengikut Babaji, hanya Amman dan Annai yang
berhasil mencapai keadaan tak bisa mati (deathless
state) atau Soruba Samadhi. Pencapaian mereka, lebih dari apapun juga dan
merefleksikan kesempurnaan dari pasrah diri kepada Tuhan, tujuan tertinggi dari
Kriya Yoga. Dengan berhasil melampaui batas kesadaran akan sang ego, sekarang
mereka membantu semua orang yang mencari asistensi. Annai, bertugas spesial
untuk membantu para Sadhaka Yoga selama meditasi tengah malam untuk
membersihkan pikiran bawah sadar (subconscious) dengan penggunaan teknik
meditasi pertama yang di ajarkan selama inisiasi Kriya Dhyana Yoga.
Amman Pranabananda, sebagai master dari teknik meditasi
yang ke empat, membantu para yoga Sadhaka untuk menyaring (mendapatkan) potensi
besar dari inspirasi intelektual.
Banyak saint
(orang suci) dan para rishi
mendapatkan God Realization
(Kesadaran Tuhan) di dimensi spiritual dan mental. Bagaimanapun juga hanya
beberapa yang mampu berhasil untuk melakukan penyerahan diri total kepada
Kesadaran Ilahi (Divine Consciousness)
pada level dimensi atau strata yang vital dan pada sel-sel tubuh manusia,
sehingga mereka masih bisa menjadi sasaran kekuatan penyakit, bertambah uzur
karena umur, dan akhirnya berakhir dengan kematian. Bagi semua Sadhaka Kriya
Yoga (murid-murid yang telah mendapat inisiasi Kriya Yoga) dan pada pengikut, Babaji, Annai, dan Amman adalah
contoh ideal akan self surrender, keprasrahan
dengan totalitas sempurna.
Mereka adalah pada
kenyataanya harus diakui sebagai perwujudan hidup dari zat Ilahi.
Para penghuni Ashran setia pada
disiplin yang merupakan jadwal sehari-hari yang terpusat pada praktek Sadhana
Yoga, yang meliputi Asanas (postur-postur
yoga), Pranayama (pernafasan),
Meditasi, Mantra dan Bhakti yoga. Menurut V.T. Neelakantan, setiap orang bangun
jam 4 pagi hari. Setelah mandi di air terjun besar, ada kesempatan 1 jam untuk
melakukan yoga Shadana dengan penekanan pada pranayama. Di siang hari para penghuni mengikuti Shadana
masing-masing yang terkait, kadang-kadang berkonsultasi dengan Babaji, mengenai
beberapa teknikuntuk di praktekkan.
Personalitas
Babaji yang penuhkasih sayang dengan rasa humornya yang hangat dan welas asih
yang universal, membangkitkan rasa sayang semua orang kepadanya. Bila seseorang
harus memiih kata yang tepat untuk sebutan bagi Babaji, kata itu adalah “Kerendahan Hati”.
Menurut
cerita lain dari seorang saksi mata di petang hari, penghuni Ashram duduk dalam
suatu lingkaran dan melantunkan mantra di sekitar Api Homa di depan gua Babaji.
Mantra yang populer adalah: “Om Kriya
Babaji Namah”. Kata Om dan Aum berarti suara dari Jagad raya, Alam semesta dan
masing-asing dapat di alami getarannya baik di dalam maupun di luar. Namah berasal dari kata Namaha yang artinya Salut (salutation) atau Menghormati,
dilantunkan menurut beberapa macam melodi dan irama. Selama perayaan Guru
Purnima pada pada awal bulan Juli, bunga-bunga dipersembahkan ke kaki suci
Babaji oleh semua penghuni Ashram. Ibu Ashram, Annai Naga Lakhsmi dipuja oleh
semua yang hadir dengan hormat yang besar, sebagai perwujudan dari Ibu Ilahiah
atau Kosmik Shakti.
Dalam
wacananya, Babaji menyatakan tentang dirinya sendiri sebagai telah mencapai “Eksistensi
Absolut” (Absolute Existence), “Kebenaran”
(Truth) dan Kebahagiaan Surgawi atau
Ananda (Bliss). Dia mengacu pada
dirinya sendiri sebagai Personalitas Impersonal dari Alam semesta (Impersonal Personality of the Universe),
keanekaragaman dalam keesaan “Semua
dalam Satu dan yang Satu dalam semua”, Immortal
(abadi, tak mati lagi), Tak terbatas (Infinite)
dan jadi Diri Abadi (Eternal Self).
Seorang
seyogyanya mempelajari Kriya Yoga Dhyana (meditasi) untuk bisa memahami dan
menyadari Personalitas Ilahinya sendiri. Para sadhaka Kriya Yoga haruslah
mengerti bahwa “Surga di Dunia” yaitu Gauri Shankar Peetam berada bukan hanya
di pegunungan Himalaya, tetapi juga dihati para pengikut Babaji. Ashramnya yang
fisikal, secara fisik tak bisa dimasuki oleh sembarang orang, karena Babaji
memilih untuk bekerja secara diam-diam dan dengan tenang, tanpa nama di dunia ini,
membantu ribuan devotee (Baktha) dan berjuta-juta jiwa untuk berevolusi dengan
kecepatan dan keadaanmereka masing-masing. Ibarat stasiun broadcasting
(penyiaran) dia memancarkan pesannya untuk cinta kasih dan perdamaian universal
kepada setiap orang.
[![Hasil gambar untuk babaji](https://i.pinimg.com/originals/63/a9/85/63a9855b47f2d05a4138cb63a0729808.jpg)
![Hasil gambar untuk babaji](https://i.pinimg.com/originals/63/a9/85/63a9855b47f2d05a4138cb63a0729808.jpg)
“Om Kriya Babaji Namaha,
Om Kriya Babaji Namaha,
Om Kriya Babaji Namaha”
(Sumber dari Buku “Babaji dan Tradisi 18
Siddha Kriya Yoga” Jilid 1, karya M. Govindan, M.A. hal 75-80)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar