
Shiva-Parvati
Sering
kali Vedānta diterjemahkan sebagai “Filsafat Dasar Agama Hindu” – menurut saya
kurang tepat. Tidak salah, tetapi kurang tepat.
Vedānta,
sebagaimana saya memahaminya, adalah Intisari Veda, dan Veda berarti
Pengetahuan, atau lebih tepat lagi jika disebut “Kebijakan” yang telah Menjadi
Pedoman bagi Perilaku Manusia. Jadi, “pengetahuan” atau “kebijakan” yang belum
atau tidak bisa diterjemahkan dalam keseharian hidup – bukanlah Veda. Ia menjadi
Upa-Veda, Pengetahuan yang Belum
Sempurna.
Veda,
walau umumnya dikaitkan dengan 4 pustaka tertua milik umat manusia,
sesungguhnya melampaui keempat pustaka tersebut. Ia bersifat Sanātana – Langgeng, Abadi, Kekal, Tidak
Pernah Tidak Ada – Selalu Ada.
Veda adalah kolam Inteligensia, di
mana jagat raya hanyalah sebuah pulau kecil. Alam semesta hanyalah satu bagian
dari kolam itu. Sementara, Kolam Inteligensia itu sendiri hanyalah bagian kecil
dari Hyang Maha Ada, yang biasa disebut Tuhan, Allah, Widhi, Bapa di Surga, dan
dengan sederet sebutan-sebutan lainnya.
Otak Manusia yang Berkembang bersama
zaman dan memperluas sekaligus memperdalam kemampuannya untuk beerpikir – hanya
dapat mengakses Kolam Inteligensia itu sebatas kemapuannya. Ketika kemampuannya
berkembang maka ia mengakses lebih banyak.
Ribuan tahun yang lalu, para resi yang berada dalam Wilayah Peradaban Sindhu, mulai mengakses Kolam Inteligensia tersebut. Kemudian, kira-kira 5.000 tahun yang lalu, Resi Vyasa atau Abhiyasa mengumpulkan “hasil akses” para resi tersebut dan dirangkumnya dalam 4 pustaka besar: Ṛgveda, Sāmaveda, Yajurveda, dan Atharvaveda. Dua kumpulan pertama mengurusi perkembangan pikiran serta perasaan manusia. Dua kumpulan terakhir mengurusi hidupnya di dunia memberi pedoman tentang hubungannya dengan semesta.
Lewat rangkumannya itu, Vyasa
mengajak kita untuk menjadi Warga yang baik. Bukan saja Warga Dunia, tetapi
Warga Semesta! Manusia tidak bisa mengurusi planet bumi ini dengan mengabaikan
lingkungan, dan tidak dapat menjaga kelestarian lingkungan, jika ia tidak
peduli terhadap semesta, dimana “dunia”-nya
berada.
Ketika ajaran-ajaran, atau lebih tepatnya, anjuran-anjuran itu dirangkum menjadi PEDOMAN bagi Kehidupan Manusia, maka hasilnya adalah Vedānta.
(Sumber: Vedānta, Memaknai Kembali
Hindu Dharma, karya Anand Krishna, hal 13-14, Penerbit Pusat Studi Veda &
Dharma Indonesia, 2016)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar