Jumat, 15 Mei 2020

THE POWER OF NOW


1999


ECKHART TOLLE

  
Kata-kata Bijak :
Ubahlah hidup Anda dengan menyadari bahwa satu-satunya waktu yang pernah Anda miliki adalah sekarang.

THE POWER OF NOW

“Jangan mencari keadaan lain selain keadaan yang Anda alami sekarang; jika tidak, Anda akan membangkitkan konflik dan penolakan bawah sadar dalam diri Anda. Ampuni diri Anda karena tidak merasa damai. Saat Anda sepenuhnya menerima kegelisahan Anda, kegelisahan Anda akan berubah menjadi kedamaian. Segala sesuatu yang And terima sepenuhnya akan membawa Anda ke sana, akan membawa Anda ke dalam kedamaian. Inilah keajaiban penyerahan.”

“Tidak menolak hidup berarti berada dalam keadaan tentram, rileks, dan ringan. Untuk mencapai keadaan ini tidak lagi harus tergantung dengan berada di jalan tertentu, baik atau jahat. Tampaknya bertentangan, tetapi jika ketergantungan jiwa Anda pada suatu hal lenyap, kondisi umum kehidupan Anda, hal-hal eksternal, cendrung meningkat tajam.”

S
ebuah tulisan spiritual modern yang luar biasa. The Power of Now: A Guide to Spiritual Enlighment pertama kali diterbitkan di Kanada. Ketika diluncurkan di Amerika Serikat, tak terduga buku ini menjadi hit dan membuat Eckhart Tolle menjadi seorang guru yang banyak di cari.

Meski mayoritas tulisan spiritual dan New Age berisi konsep surgawi untuk “mencapai sesuatu yang transenden”, The Power of Now secara intens berfokus pada masalah yang kita hadapi hari ini dan sosok diri kita sekarang ini. Ini mungkin buku yang paling praktis dari semua buku  panduan praktis, kesuksesan, atau spiritual, karena buku ini menolak kecendrungan umum kita untuk membayangkan suatu masa depan yang gemerlap tanpa sungguh-sungguh menggenggam waktu sekarang.

Buku ini juga merupakan sintesis pemikiran Buddhisme, Kristen, Taoisme dan tradisi lainnya, memuaskan kerinduan abad ke-21 kita untuk berpikir melampaui batas-batas agama konvensional, dan mengakui pada dasarnya semua agama mengutarakan hal yang sama.

Tolle baru mendalami buku-buku spiritual setelah ia melihat kebenaran buku-buku itu dalam suatu kilasan pencerahan ketika ia berusia 29 tahun. Kisah tentang kejadian ini yang di tulis di beberpa halaman pertama, kenangan akan sejumlah autobiografi spiritual terkenal, membawa kita masuk ke dalam buku ini, yang ditulis dalam bentuk tanya jawab. Transformasi dirinya yang terjadi tiba-tiba dari membenci dirinya sendiri hingga merasakan kedamaian dan kegembiraan batin awalnya mungkin sulit dipercaya, tetapi buku ini penting untuk dibaca.

Anda Bukan Pikiran Anda

Peradaban kita dibangun berdasarkan pencapaian pikiran, tulis Tolle, dan banyak di antaranya yang luar biasa. Kita biasanya keliru memandang pikiran kita, yang berada dalam keadaan terus-menerus berpikir, sebagai kita. Tetapi ada “makhluk” di balik pikiran kita yang merupakan “Aku” yang sesungguhnya. Menyelaraskan diri denganNya membuat kita bisa mengendalikan pikiran kita dan menempatkan emosi ke dalam sudut pandang yang tepat.

Sebelum kita bisa memiliki kendali atas pikiran kita, pikiran itu yang mengendalikan kita. Pikiran terus bercakap-cakap dengan dirinya sendiri dan ini sulit untuk dihentikan. Pikiran punya banyak pendapat, tetap semua pendapat itu didasari pada apa yang telah terjadi di masa lalu. Akibatnya kita jadi sulit merasakan hal-hal yang ada di waktu sekarang sebagai suatu yang baru. Hari ini tidak pernah sebagus saat hebat yang akan datang atau yang pernah ada.

Anda mungkin yakin bahwa suara yang terus-menerus berpikir ini adalah “Anda”, padahal nyatanya ia hanyalah bagian dari siapa diri Anda. Kita ketagihan berpikir, kata Tolle, karena dengan berpikir sepanjang waktu, ego memberi kita semacam identitas. Tetapi terus-menerus berpikir membuat kita tidak bisa menikmati waktu sekarang.

Bagaimana cara membebaskan diri kita dari tindakan berpikir yang kompulsif? Kita mulai dengan menempatkan pikiran kita ke sudut pandang yang tepat, yaitu dengan mengamati apa yang ia katakan dan pikirkan, menjadi saksi lautan pikiran dan emosi yang bergulung-gulung yang kita rasakan setiap hari. Anda tentu saja akan terus menggunakan pikiran Anda untuk memecahkan masalah dan bertahan hidup, tetapi dengan mengamatinya secara objektif dan merengkuh diri Anda sesungguhnya yang ada di balik pikiran tersebut, kata Tolle, Anda sedang mengambil satu langkah terpenting menuju tercapainya pencerahan. Jika Anda bisa diam dan menghentikan benak Anda dari berpikir, meski hanya sejenak, Anda tidak akan masuk ke keadaan melamun atau koma. Hal yang berlawanan akan terjadi: Anda akan mendapat pemhaman tiba-tiba tentang waktu sekarang dan tentang segala sesuatu yang ada di sekitar Anda, dan  tiba-tiba saja Anda merasa lebih menyatu.

Kehidupan Baru Waktu Sekarang.

Mengingat pikiran kita biasanya bekerja, untuk mencapai keadaan “sekarang” sepertinya sangat sulit. Tetapi dengan mengakui bahwa keadaa “sekarang” itu eksis, akan membantu kita meningkatkan jumlah waktu di mana kita sepenuhnya “terjaga”. Kita bisa mengakui kepada diri kita sendiri bahwa, misalnya, dalam satu jam terakhir kita sama sekali hanyut dalam emosi atau pikiran tentang kecemasan atau penyesalan. Kita bisa mengakui bahwa kita tidak bisa menghentikan pikiran kita. Setiap kali menyadari bahwa kita tidak hidup di waktu sekarang, kemungkinan kita melakukan hal itu di masa depan akan semain besar.

Tolle berpendapat bahwa kita bisa semakin masuk ke dalam “sekarang” melalui rutinitas kehidupan sehari-hari: mencuci tangan, duduk di mobil, melangkah, bernapas—menyadari semua gerakan ini. Jika gerakan itu dilakukan secara mekanis dan otomatis, berarti kita tidak sepenuhnya merasakan waktu sekarang.

Hukum dasar Tolle adalah bahwa semakin kita menolak situasi kita sekarang ini, semakin menyakitkan rasanya. Sudah tentu, jika kita berpikir “ini tidak mungkin terjadi”, kenyataan bahwa hal ini memang terjadi membuat peristiwa tersebut jadi tak tertahankan. Menungu dan menanti-nanti hari dimana kita akan bahagia atau kaya, misalnya, hanya akan membuat penolakan terhadap situasi sekarang ini jadi semakin kuat. Pikiran bahwa kita bisa berada di tempat lain, dengan seseorang yang lain, melakukan sesuatu yang lai, bisa mengubah kehidupan kita menjadi sebuah neraka. Apakah ada jalan keluar? penulis memberikan solusi yang justru bertentangan: kita harus memaafkan situasi ini dan menerimanya: bahkan sekalipun kita membenci situasi tersebut, tetapi jangan terus-menerus berkata kepada diri kita sendiri, “Ini tidak terjadi, tidak mungkin.”

Tolle juga berbicara tentang kebencian orang terhadap waktu sekarang. Ia mendeskripsikan keadaan normal pikiran sebagai “suatu tingkat kegelisahan, ketidakpuasan, kejenuhan, atau kegugupan yang nyaris tiada henti—semacam gangguan yang melatarbelakangi”. Kita selalu berusaha menghindar dari kerasnya momen sekarang, baik dengan membuatnya menjadi sesuatu membosankan atau sebaliknya, menjadi menarik melalui minuman dan narkoba, atau melamunkan impian masa depan atau mengenang masa lalu. Perasaan menyesal atau menginginkan sesuatu tercipta jika kita gagal mengapresiasi waktu sekarang, satu-satunya waktu yang pernah kita miliki. Tetapi dengan menerima sepenuhnya apa yang sedang terjadi, kita akan menemukan cara untuk mengatasinya. Kita bisa mulai melihat bahwa kehidupan kita, keberadaan kita, tidak sama dengan situasi hidup kita.

Tolle menantang kita untuk memikirkan waktu sekarang, yang sebenarnya bebas dari masalah. Masalah hanya eksis ketika saatnya tiba, maka semakin kita hidup di waktu sekarang, semakin sedikit kehidupan yang kita berikan untuk masalah tersebut. Ia meminta kita untuk tidak memberi penilaian tentang berbagai situasi, sehingga situasi tersebut bukan lagi situasi baik atau buruk melainkan hanya situasi. Tahanlah rasa takut Anda dan jangan berlama-lama membenci situasi tersebut, maka kita akan menemukan bahwa ada solusi yang muncul.

Bila kita bertindak dari sosok diri kita yang terdalam, bukan diri kita yang terus-menerus berjuang menjadi sesuatu, kita akan bebas dari rasa takut. Ironisnya, keadaan rileks ini membuat kita jadi lebih mudah meraih keberhasilan dalam berbagai situasi kehidupan kita. Kita menerima berbagai hal yang muncul dan cepat beradaptasi dengan mereka, tidak remuk ketika hal-hal tidak terjadi seperti yang kita rencanakan.

Relasi Masa Kini.

Dalam sebuah bab yang mengulas tentang relasi yang tercerahkan, Tolle berkata bahwa “sebagian besar ‘relasi cinta’ segera menjadi relasi cinta/benci”. Adalah sesuatu yang dianggap normal jika kita tiba-tiba berubah dari cinta dan sayang menjadi pertentangan, dan kembali lagi ke cinta; seperti kata pepatah, tidak tahan hidup dengan seseorang, tidak tahan hidup tanpa mereka. Kita percaya bahwa jika kita bisa melenyapkan keadaan negatif, semuanya akan baik-baik saja. Tetapi Tolle berkata bahwa hal itu tidak akan pernah terjadi. Baik cinta maupun benci saling bergantung satu sama lain, dan merupakan “aspek yang berbeda dari disfungsi yang sama”.

Ketika kita jatuh cinta, orang yang kita cintai membuat kita merasa utuh, tetapi kelemahannya adalah tumbuh ketergantungan terhadap orang tersebut dan takut pada segala kemungkinan kehilangan dirinya. Ego memiliki kebutuhan akan keutuhan, tetapi relasi romantis bukan tempat yang tepat untuk mencari keutuhan karena akan membuat kita merasa tergantung pada sesuatu atau seseorang di luar diri kita. Kita semua memiliki  kepedihan dalam diri kita yang tampaknya jadi sembuh saat kita jatuh cinta, padahal kepedihan itu masih ada di sana dan terasa kembali ketika bulan madu sudah selesai.

Tujuan relasi jangka panjang yang sejati, kata Tolle, bukan bukan untuk membuat kita merasa bahagia atau lengkap, melainkan untuk mengeluarkan kepedihan yang ada dalam diri kita sehingga kepedihan tersebut bisa diubah; untuk membuat kita menjadi lebih sadar. Dan jika kita menerima hal ini kita akan pindah ke level lain, dan relasi tersebut akan berkembang dengan wajar, bebas dari pengharapan kita yang tidak riil.

Jika relasi Anda saat ini tampak seperti “drama gila”, alih-alih berusaha lari dari relasi ini, Anda justru harus masuk lebih dalam lagi dan menerima kenyataan ini. Tolle menyatakan bahwa relasi intim tidak pernah lebih sulit dari yang sekarang ada, tetapi relasi tersebut mungkin juga menawarkan peluang terbesar untuk memperoleh kemajuan spiritual.

Kata Penutup.

Alih-alih menampilkan rencana besar untuk meraih sukses, The Power of Now meminta kita untuk lebih hadir dalam rutinitas kehidupan sehari-hari, untuk melihat apakah kita bisa memberi arti pada setiap momen. Apakah ada yang perlu disesalkan kecuali bahwa kita tidak lebih hadir dalam situasi, atau lebih “ada” dalam relasi yang sekarang sudah jilang?

Sebagian penyakit mental disebabkan karena tidak mampu menghentikan percakapan internal. Sebaliknya, orang yang memiliki kesehatan mental yang sangat baik akan mampu mendiamkan pikiran mereka, dan dari keheningan ini, ia mengakses diri yang sesungguhnya yang menawarkan solusi sempurna untuk masalah kita.

Meski buku ini memiliki gaya pengungkapan personal yang umum terdapat pada buku-buku spiritual, The Power of Now tampak baru, bahkan revolusioner, dan buku ini merupakan salah satu buku yang paliing praktis untuk mengubah kehidupan Anda dengan cara yang bisa dipergunakan terus-menerus.

Pastikan Anda membaca buku ini. Jika Anda memang membutuhkannya, bacalah lebih dari sekali. Gaya penulisannya sangat jelas sehingga ketika pertama kali membaca Anda akan berpikir bahwa Anda sudah “memahami pesannya”. Tetapi karya ini baru akan dipahami sepenuhnya jika ajarannya dipraktekkan.

Eckhart Tolle.

Lahir di Jerman, Tolle lulus dari University of London dan Cambridge University, tempat dimana ia enjadi peneliti dan penyelia.

Selama satu dekade terakhir ia menjadi guru spiritual bagi kelompok dan individual di Eropa dan Amerika Utara, serta bermukim di Vancouver, British Columbia.

The Power of Now telah diterjemahkan ke dalam 17 bahasa. Buku-buku Tolle lainnya yaitu Practicing the Power of Now dan Stilness Speaks.



(Sumber:
1.      Buku 50 Spiritual Classics – Meraih Kebijaksanaan dalam Pencerahan dan Tujuan Batin melalui 50 Buku Legendaris Dunia, karya Tom Butler-Bowdon, diterbitkan oleh PT BHUANA ILMU POPULER KELOMPOK GRAMEDIA.
2.      Gambar: https://www.penguinrandomhouse.com/authors/67665/eckhart-tolle)








Jumat, 01 Mei 2020

Muhammad Prophet for Our Time - Karen Armstrong


Ebook Gratis: Ebook Muhammad Prophet for Our Time Karen Armstrong

Sejarah sebuah tradisi agama merupakan dialog berkelanjutan antara realitas transenden dan peristiwa terkini di ranah duniawi. Orang yang beriman menyelidik masa lalu yang disucikan, mencari-cari pelajaran yang dapat berbicara secara langsung kepada kondisi kehidupan mereka. Sebagian besar agama memiliki figur utama, seorang individu yang menjelmakan ideal-ideal iman tersebut dalam sosok manusia.

Dalam merenungkan kesunyian Buddha, kaum Buddhis melihat realitas tertinggi Nirwana yang ingin diraih oleh masing-masing mereka; dalam Yesus, orang Kristen mendedah kehadiran ilahi sebagai kekuatan kebaikan dan kasih sayang di dunia. Sosok-sosok paradigmatik ini menerangi kondisi yang sering kali suram dalam dunia penuh cacat tempat kita mencari penyelamatan ini. Mereka menunjukkan kepada kita apa yang dapat diraih oleh manusia.

Kaum Muslim telah senantiasa memahami ini. Kitab suci mereka, Al-Quran, memberi mereka sebuah misi: untuk menegakkan masyarakat yang adil dan layak, yang di dalamnya segenap anggotanya diperlakukan dengan hormat. Kesejahteraan politik komunitas Muslim dulu, dan juga kini, merupakan hal yang sangat penting. Layaknya setiap cita-cita agama, hal itu nyaris mustahil untuk dipenuhi, namun setelah setiap kegagalan, kaum Muslim mencoba untuk bangkit dan memulai kembali. Banyak ritual, filosofi, doktrin, teks suci, dan tempat suci Islam merupakan hasil dan kontemplasi atas peristiwa politik dalam masyarakat Islam yang sering kali menyakitkan dan kritis terhadap diri sendiri.

Kehidupan Nabi Muhammad (570-632 M) sama pentingnya dengan upaya perwujudan cita-cita Islam itu di zaman sekarang.

Perjalanan hidupnya menyingkapkan kerja Tuhan yang misterius di dunia, dan mengilustrasikan ketundukan sempurna (dalam bahasa Arab, kata untuk "tunduk" adalah islam) yang harus dilakukan setiap manusia kepada yang ilahi. Sejak masa hidup Nabi, kaum Muslim telah berupaya untuk memaknai kehidupan beliau dan menerapkannya kepada kehidupan mereka sendiri. Kurang lebih seratus tahun semenjak wafatnya Muhammad, ketika Islam terus menyebar ke wilayah-wilayah baru dan mendapatkan pemeluk baru, para sarjana Muslim mulai mengompilasi kumpulan besar ucapan (hadis) dan kebiasaan (Sunnah) Nabi, yang kelak akan menjadi landasan bagi hukum Islam. Sunnah mengajarkan kaum Muslim untuk meneladani cara Muhammad berbicara, makan, mencintai, bersuci, dan beribadah, agar dalam detail-detail terkecil kehidupan sehari-hari mereka, mereka mereproduksi kehidupan beliau di muka bumi dengan harapan mereka akan meraih kecenderungan batin Nabi untuk tunduk sepenuhnya kepada Tuhan.

Muhammad secara paradoks menjadi sosok pribadi yang tak lekang oleh waktu justru karena beliau begitu berakar di dalam periodenya sendiri. Kita hanya bisa memahami pencapaian ini jika kita mau mengerti apa yang dihadapinya pada saat itu. Untuk dapat melihat kontribusi apa yang bisa diberikannya kepada kesulitan yang sedang menimpa kita sendiri saat ini.kita mesti
memasuki dunia tragis yang menjadikannya seorang nabi hampir seribu empat ratus tahun silam, di puncak sebuah gunung yang sepi tak jauh dan pinggiran kota suci Makkah.


Silakan baca bukunya : Muhammad Prophet for Our Time.pdf