Selasa, 22 Januari 2019

Nirvāṇa Ṣaṭakam


Adi Śaṅkara


Nirvāṇa Ṣaṭakam, juga dikenal sebagai Ātma Ṣaṭakam, terdiri dari enam kumpulan sloka (oleh karena itu diberi nama Ṣaṭ-ka berarti enam sloka ) ditulis oleh filsuf Hindu Adi Śaṅkara yang merangkum ajaran-ajaran dasar Advaita Vedanta, atau ajaran-ajaran Hindu tentang non-dualisme. Itu ditulis sekitar tahun 788-820.

Konon ketika Adi Śaṅkara masih bocah berusia sekitar delapan tahun dan berkeliaran di dekat Sungai Narmada di pegunungan Himalaya, berusaha menemukan gurunya, ia bertemu dengan Swami Govinda Bhagavatpada yang bertanya kepadanya, "Siapa kamu?". Bocah itu menjawab dengan sloka-sloka ini, yang dikenal sebagai "Nirvāṇa Ṣaṭakam" atau “Ātma Ṣaṭakam ". Swami Govindapada menerima Ādi Śaṅkara sebagai muridnya.

sloka-sloka  tersebut dapat membantu dalam kontemplasi atau praktik perenungan mendalam yang mengarah pada Self-Realization, Kesadaran Diri. Dalam lima ayat tersebut Shankara berusaha menjelaskan keberadaan Nirvāṇa, keadaan Ātma yang sejati.

"Nirvāṇa" secara sederhana dapat berarti keseimbangan batin, kedamaian, ketenangan, kebebasan dan kegembiraan. "Ātma" adalah Diri Sejati.

Nirvana Shatakam – (Song of the Soul) – Meditation music – Deva Premal Lyrics and translation - YouTube



Nirvāṇa Ṣaṭakam


manobuddhyahaṅkāra cittāni nāhaṃ
na ca śrotrajihve na ca ghrāṇanetre
na ca vyoma bhūmir na tejo na vāyuḥ
cidānandarūpaḥ śivo'ham śivo'ham

(I am not mind, nor intellect, nor ego, nor the reflections of inner self (citta). I am not the five senses. I am beyond that. I am not the seven elements or the five sheaths. I am indeed, That eternal knowing and bliss, the auspicious (Śivam), love and pure consciousness.)

(Bukan pikiran, bukan pula intelek, bukan ego, bukan pula yang menyebabkan ego, bukan panca indera, bukan langit, dan bukan bumi, bukan cahaya dan bukan angin. Aku adalah kesadaran murni, kebahagiaan yang kekal abadi, itulah Aku!)


na ca prāṇasaṅjño na vai pañcavāyuḥ
na vā saptadhātur na vā pañcakośaḥ
na vākpāṇipāndam na copasthapāyu
cidānandarūpaḥ śivo'ham śivo'ham

(Neither can I be termed as energy (prāṇa), nor five types of breath (vāyus), nor the seven material essences, nor the five sheaths(pañca-kośa). Neither am I the organ of Speech, nor the organs for Holding ( Hand ), Movement ( Feet ) or Excretion. I am indeed, That eternal knowing and bliss, the auspicious (Śivam), love and pure consciousness.)

(Apa yang disebut prana-energi bukanlah aku, bukan elemen-elemen alam, buka pula lapisan-lapisan kesadaran dalam diri manusia, bukan badan kasat ini. Aku adalah kesadaran murni, kebahagiaan yang kekal abadi, itulah Aku!)


na me dveşarāgau na me lobhamohau
mado naiva me naiva mātsaryabhāvaḥ
na dharmo na cārtho na kāmo na mokşaḥ
cidānandarūpaḥ śivo'ham śivo'ham

(I have no hatred or dislike, nor affiliation or liking, nor greed, nor delusion, nor pride or haughtiness, nor feelings of envy or jealousy. I have no duty (dharma), nor any money, nor any desire (kāma), nor even liberation (mokṣa). I am indeed, That eternal knowing and bliss, the auspicious (Śivam), love and pure consciousness.)

(Tidak ada yang kusukai dan tidak ada yang tidak kusukai, tidak serakah, tidak pula bimbang, tidak angkuh, tidak iri, tidak ada keinginan apa pun di dalam diriku, sekalipun untuk kebebasan itu sendiri. Karena Aku adalah kesadaran murni, kebahagiaan yang kekal abadi, itulah Aku!)


na puṇyaṃ na pāpaṃ na saukhyaṃ na duhkhaṃ
na mantro na tīrthaṃ na vedā na yajña
ahaṃ bhojanaṃ naiva bhojyaṃ na bhoktā
cidānandarūpaḥ śivo'ham śivo'ham

(I have neither merit (virtue), nor demerit (vice). I do not commit sins or good deeds, nor have happiness or sorrow, pain or pleasure. I do not need mantras, holy places, scriptures (Vedas), rituals or sacrifices (yajñas). I am none of the triad of the observer or one who experiences, the process of observing or experiencing, or any object being observed or experienced. I am indeed, That eternal knowing and bliss, the auspicious (Śivam), love and pure consciousness.)

(Amal saleh dan dosa dua-duanya telah ku lampaui, suka dan duka tidak lagi mempengaruhi aku, ritual dan perjalanan suci, kenikmatan dan nikmat itu sendiri, semuanya sudah ku lampaui. Aku adalah kesadaran murni, kebahagiaan yang kekal abadi, itulah Aku!)


na mṛtyur na śaṅkā na me jātibhedaḥ
pitā naiva me naiva mātā na janmaḥ
na bandhur na mitraṃ gururnaiva śişyaḥ
cidānandarūpaḥ śivo'ham śivo'ham

(I do not have fear of death, as I do not have death. I have no separation from my true self, no doubt about my existence, nor have I discrimination on the basis of birth. I have no father or mother, nor did I have a birth. I am not the relative, nor the friend, nor the guru, nor the disciple. I am indeed, That eternal knowing and bliss, the auspicious (Śivam), love and pure consciousness.)

(Tidak ada lagi rasa takut akan kematian, tidak kukenali lagi perbedaan antara kelompok, ayah, ibu, sahabat, saudara, guru, murid, tak sesuatu pun ku miliki. Kelahiran dan kematian tidak kukenali lagi. Aku adalah kesadaran murni, kebahagiaan yang kekal abadi, itulah Aku!)


ahaṃ nirvikalpo nirākāra rūpo
vibhutvā ca sarvatra sarvendriyāṇaṃ
na cāsaṅgataṃ naiva muktir na meyaḥ
cidānandarūpaḥ śivo'ham śivo'ham

(I am all pervasive. I am without any attributes, and without any form. I have neither attachment to the world, nor to liberation (mukti). I have no wishes for anything because I am everything, everywhere, every time, always in equilibrium. I am indeed, That eternal knowing and bliss, the auspicious (Śivam), love and pure consciousness.)

(Pikiran telah ku lampaui, tak berwujud namun berada dimana-mana, tidak terikat, tidak mengenal kebebasan, dan tidak bisa di ukur. Aku adalah kesadaran murni, kebahagiaan yang kekal abadi, itulah Aku!)


Senin, 21 Januari 2019

Delapan Bagian Yoga


        

Astanga Yoga, Delapan Bagian Yoga, merupakan sistem yoga yang diajarkan oleh Patanjali.
Pada umumnya terjadi kesalahan tafsir dianggap Patanjali sedang bicara tentang delapan langkah, atau delapan tahap. 
Patanjali jelas-jelas menggunakan istilah “angga” yang berarti bagian—seperti halnya kaki dan tangan dan wajah dan kepala merupakan bagian-bagian tubuh kita. Bagian-bagian yang tidak dapat dipisahkan—suatu kesatuan. Pegang salah satu di antara delapan bagian dan tujuh yang lainnya terpegang juga.
Delapan Bagian Yoga, yaitu:
        1. YAMA, Mengendalikan Diri, dipenuhi dengan:
-      Menghindari Kekerasan
-      Memahami Kebenaran
-      Membebaskan Diri dari Keserakahan
-      Menghindari Ekstemitas
-      Melepaskan Keterikatan

2. NIYAMA, Mawas Diri, harus dilaksanakan dengan:
-      Menjaga Kebersihan Diri
-      Merasa Puas dengan apa adanya
-      Memelihara Kesederhanaan
-      Mempelajari Diri
-      Berserah Diri kepada Kehendak Ilahi

          3. ASANA atau Postur yang Tepat.
Dimana punggung lurus sehingga tulang belakang kita tegak, dan tubuh mantab-tenang dalam posisi yang nyaman untuk meditasi.

Mempertahankan kenyamanan diri – itulah bagian ketiga.
(Patanjali Yoga Sutra II:46)

Asana tidak hanya berarti postur-postur yoga. Asana juga berarti “postur yang nyaman”—“pola hidup yang menyamankan”.
Tetapi ia tidak berhenti di situ saja. Ia menggunakan istilah “langgeng”—rasa nyaman yang langgeng, terus-menerus. Rasa nyaman yang Anda peroleh harus bersifatkan permanen, tidak temporer.

         4. PRANAYAMA atau Pengendalian Prana—Energi Kehidupan.
     
Yang keempat menyadari pola pikir berarti menyadari apa pun yang terjadi di luar dan di dalam diri.
(Patanjali Yoga Sutra II:51)

Pengendalian Aliran Kehidupan lewat Pengaturan Napas. Dengan menyadari proses pernapasan—penarikan dan pembuangan napas secara teratur, kita sebenarnya menyadari mekanisme mind, kita menyadari pola pikir kita, menyadari segala sesuatu yang ada di luar diri kita dan di dalam diri kita.
Demikian dengan berlatih terus-menerus seseorang dapat merasakan bila napasnya menjadi makin panjang dan halus.

5. PRATYAHARA, Pengendalian terhadap Keliaran Pikiran.
     Dengan sengaja menarik diri atau melepaskan diri dari keliaran pikiran.

Pelepasan diri dari keliaran terjadi, apabila panca indera tidak terikat pada objek-objek yang ada dan dapat dikendalikan oleh pikiran (mind).
(Patanjali Yoga Sutra II:54)
         
         6. DHARANA atau Kontemplasi.

Membatasi ruang gerak pikiran itulah yang disebut dharana atau kontemplasi.
(Patanjali Yoga Sutra III:1)

Kontemplasi pada diri yang sejati. Atau perenungan pada pertanyaan yang paling penting, yaitu “Aku Siapa—who am I?”.
Bagi mereka yang sulit melakukan dharana pada pertanyaan “Aku Siapa?”, cara termudah adalah melalui kontemplasi, perenungan pada salah satu sifat, salah satu atribut. Atau bagi mereka yang memiliki tradisi ista, maka perenungan pada Sang Ista, Ia Hyang menjadi Ideal-nya.
Japa, zikir, pengulangan mantra, dan sebagainya—semuanya adalah sarana untuk melakoni dharana. Sang Guru menjelaskan, “Dharana adalah penarikan manah, mind, gugusan pikiran serta perasaan dari sekian banyak hal pada satu hal, pada diri yang sejati, pada Tuhan.”

          7. DHYANA atau Meditasi.
Kita memasuki Alam Meditasi. Alam ini tidak dapat dijelaskan, dan hanya dapat di rasakan.

Menyadari sesuatu tanpa gangguan itulah meditasi.
(Patanjali Yoga Sutra III:2)

Apa yang Anda alami merupakan pengalaman pribadi Anda dan pengalaman setiap orang bisa berbeda-beda.
Berada pada Alam Meditasi, membuat Anda menjadi Wujud Kasih Ilahi. Allah, Ilahi dan Kasih-Nya sudah tidak dapat dipisah-pisahkan lagi. Anda mengalami kesatuan dan persatuan dengan Alam Semesta.
Merasakan kesatuan dan persatuan dengan Alam Semesta, dengan Keberadaan—yang digambarkan sebagai pertemuan antara Yang Dikasihi dan Yang Mengasihi, antara Shiva dan Shakti, antara Prinsip Maskulin dan Prinsip Feminin.
Dalam hal ini, Shiva atau Prinsip Maskulin adalah Keberadaan. Shakti atau Prinsip Feminin adalah kekuatan Kundalini dalam diri Anda yang sedang mengalami pembangkitan. Pertemuan antara kedua kekuatan yang terpisahkan oleh badan Anda selama ini merupakan tujuan akhir yoga.
What’s next?

          8. SAMADHI atau Keseimbangan Diri.
     Sebenarnya Samadhi atau Keseimbanggan Diri merupakan hasil akhir, bukan bagian akhir.

Apabila sesuatu yang yang disadari itu pun lenyap dan yang ada hanyalah kesadaran murni, maka tercapailah Keseimbangan Diri.
(Patanjali Yoga Sutra III:3)

Apabila itu yang terjadi, kau akan memancarkan Cahaya Pengetahuan Sejati.
(Patanjali Yoga Sutra III:5)

Seseorang yang telah mencapai tingkat ini tidak dapat menyembunyikan dirinya. Ia tetap berada di tengah masyarakat, ia akan menyebarkan gosip, kabar-angin tentang Seorang Raja dan Istana-Nya—tentang Tuhan dan Kerajaan Sorga-Nya, tentang keberadaan dan Alam Semesta.
Ia mengharapkan pada suatu ketika nanti ada seseorang, ada orang-orang yang tergiur dan akan menempuh perjalanan panjang untuk menemukan Sang Raja dan Kerajaan-Nya.
Dan setelah menempuh perjalanan itu, setelah menemukan istana  Sang Raja, sebenarnya Anda menemukan diri Anda sendiri. Tetapi janga puas dengan sekadar penjelasan. Anda harus menyadari hal ini anda harus mengalaminya sendiri. Inilah yoga. Inilah yang dimaksud pembangkitan Kundalini atau peningkatan kesadaran.


(Sumber: 1. Yoga Sutra Patanjali bagi Orang Modern, karya Anand Krishna
2. Kundalini Yoga dalam Hidup Sehari-hari, karya Anand Krishna
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama)

    
                  








Janji-Nya


Janji Sri Krsna di Medan Perang Kurukshetra, 3000 tahun Sebelum Masehi.


“Yadā yadā hi dharmasya glānir bhavati bhārata,
Abhyutthānam adharmasya tadātmānam srjāmy aham.
Paritrānāya sādhunām vināsāya ca duskrtām,
Dharma-samsthāpanārthāya sambhavāmi yuge yuge.”

“Wahai Bharata (Arjuna, keturunan Raja Bharat), 
Ketika dharma, kebajikan dan keadilan, mengalami kemerosotan; dan Adharma, kebatilan dan ketidakadilan merajalela – maka Aku menjelma.”
“Guna melindungi para sadu, para bijak—membimbing dan mengembalikan mereka pada jalan yang lurus, untuk menjernihkan kembali pandangan mereka; membinasakan mereka yang berbuat batil;
Dan, meneguhkan kembali dharma, kebajikan –
Aku datang menjelma dari masa ke masa.”

Ketika adharma merajalela – ketika kebatilan dan ketidakadilan berkuasa, maka di manakah dharma, dimanakah kebajikan dan keadilan?
Apakah dharma, kebajikan dan keadilan, lenyap sama sekali? Apakah sirna? Apakah punah tanpa bekas?
Dharma adalah energi, adharma pun sama, energi. Dan energi tidak pernah punah. Energi hanya berubah wujud saja.
Ketika adharma merajalela, maka setelah mencapai tingkat jenuh, terjadilah gejolak sosial. Berkuasanya adharma menciptakan ketidakseimbangan. Dalam keadaan seperti itu, sudah pastilah muncul seorang penggerak revolusi untuk melawan kebatilan dan ketidakadilan. Ini hukum alam. Tidak bisa tidak

Menjelmanya Krsna adalah fenomena yang terjadi setiap kali ada kebutuhan untuk itu. Kadang ia berupa Gandhi, kadang Soekarno, kadang Martin Luther King Jr., kadang Mandela, kadang siapa saja. Kadang barangkali sebagai Anda!
Krsna adalah berita perubahan zaman – Di luar itu, masih banyak perwujudan-perwujudan minor yang membawa perubahan-perubahan kecil tapi signifikan. Misalnya, dalam hal memerdekakan negara, dalam hal membangun masyarakat, dalam hal mengubah tatanan sosial. Sungguh tak terhitung manifestasi Sang Jiwa Agung.

Setiap percikan Sang Jiwa Agung, termasuk Anda dan saya memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi perwujudan-Nya Hyang sama Nyata seperti Krsna. Ya, kita semua memiliki potensi tiu.

Perang Bharata-Yuddha – Perang dahsyat yang betul terjadi. Bukan perang khayalan. Mahabharata adalah sejarah, bukan dongeng. Jika kemudian sejarah disajikan dalam berbagai bentuk, antara lain dalam bentuk wayang, maka sah-sah saja.

Penjelmaan Jiwa Agung untuk meneguhkan kembali dharma, kebajikan, keadilan – memang terjadi dari masa ke masa, dan bisa dimana saja.
Walau, “kadar” penjelmaan bisa berbeda dari masa ke masa, dari tempat ke tempat – berdasarkan tuntutan masa dan kebutuhan.

Dunia tidak selalu membutuhkan para Avatāra atau Penjelmaan Purna seperti Krsna. Saat itu, peradaban manusia sedang menghadapi perang nuklir. Maka dibutuhkan Penjelmaan Purna.
Lebih sering, kita membutuhkan Amśa Avatāra – Penjelmaan bagian. Sebagian dari Kekuatan Agung pun sudah cukup untuk mengatasi rezim yang zalim dan menindas rakyatnya, apalagi jika terkait dengan satu negara saja, tidak melibatkan seluruh peradaban.
          Maka, jumlah Amśa Avatāra tak terhitung. Mereka ada dimana-mana. Bisa dimana-mana, tentunya, lagi-lagi sesuai kebutuhan.
          Bahkan, jika Anda seorang aktivis yang sedang berkarya untuk mengubah tatanan sosial yang sudah usang – maka ketahuilah bila Jiwa Agung, “sebagian” dari Kekuatan Jiwa Agung telah mewujud lewat diri Anda.


(Bhagavad Gita karya Anand Krishna, Pusat Studi Veda dan Dharma Indonesia 2014, hal 168-170)

Sabtu, 19 Januari 2019

Perjalanan menuju Asal-mulanya




Tiba-tiba suara-nya terdengar……

Ia terdengar terus-menerus, tanpa henti. Halus, lembut dan tidak pernah berubah. Bunyinya seperti dengungan mmmm tapi tidak persis demikian, mirip nggggg tapi tidak. Betapa susah untuk menceritakannya.

“Itu suatu keniscayaan, jika suaranya telah terdengar maka kamu dapat mendengarnya kembali  kapan pun kamu menghendakinya”, Sang Guru pernah berkata.

Apakah itu yang dimaksudkan dengan suara sang alam? Yang konon katanya sang alam selalu bergetar, mengeluarkan suara yang tiada henti.

Yang jelas, sekarang aku menyadari  dan mengetahui dengan jelas dan pasti bahwa ada ‘sesuatu’ yang tidak berubah dan tetap dibalik perubahan alam ini.

Dari manakah asal suara ini?
Aku lama mengamatinya, bergerak bersamanya, mengalaminya, hidup dengannya. Aktifitas ini kunamai ‘meditasi suara’. Berjalan bersama suara, ‘menaikinya’ menuju asalnya.
“Gunakan suara ini untuk menuju sumbernya…”

Suatu ketika aku berada dalam keadaan tiada apa-apa, gelap total, tapi aku masih menyadari aku ada. Disitu suara tidak terdengar lagi.
Keheningan yang dalam….suwung….
“Itulah kesatuan yang utuh….,
“Itulah kemanunggalan….,
“Itulah ketunggalan….”.
……..

Pertama kalinya ku menyadari ‘apa’ itu kemanunggalan, yang selama ini sering kuucapkan tanpa ku mengerti adanya.

……..

Perlahan ku keluar dari keadaan itu dan suara kembali bersamaku, hingga ku sadari kembali tubuhku.

MEETING WITH REMARKABLE MAN


1960


G.I. GURDJIEFF



Kata-kata Bijak

Sebagaian besar orang menjalani hidup tanpa kesadaran.
Tolaklah kebiasaan dan jadilah dirimu sendiri.



MEETING WITH REMARKABLE MAN

“Dari sudut pandang saya, ia bisa disebut manusia istimewa, yang menonjol karena kecerdasan pikirannya, yang tahu bagaimana caranya untuk tetap terkendali dalam manifestasi yang berasal dari sifat dasar dirinya, dan disaat yang sama bersikap adil dan toleran terhadap kelemahan orang lain”


D
i semua tingkat usia, Anda dapat menemukan individu yang mengikuti minat mereka dan hidup berdasarkan prinsip mereka sendiri. Georgi Ivanovitch Gurdjieff, mungkin guru New Age yang pertama, menjalani kehidupan yang berbeda dari kebiasaan banyak orang. Ia seorang pengembara dan pencari spiritual yang keras, sekaligus juga orang yang paling praktis, sebuah contoh bagus tentang tantangan yang kita hadapi ketika harus memenuhi kebutuhan hidup sementara di sisi lain ingin mengejar minat spiritual.
            Menyemir sepatu, membuat ornamen gips, memandu wisatawan, mengadakan ritual untuk menghubungi arwah orang mati, dan memperbaiki barang-barang rumah tangga adalah beberapa di antara sekian banyak hal yang dengan senang hati ia lakukan untuk menghidupi dirinya, sejalan dengan keyakinanya bahwa hidup kita harus benar-benar menjadi bagian dari dunia ini, tetapi juga tidak berhenti dalam rutinitas yang melumpuhkan pikiran. Meski kelak menjadi lebih mapan, dengan kelompok pengikut di kota-kota Eropa dan Amerika, Gurdjieff tetap mempertahankan pandangan bahwa perubahan lingkungan eksternal baik untuk membangun kemantapan tujuan batin. Ia percaya bahwa sebagian besar orang menjalani hidup mereka sambil tidur (tanpa kesadaran), dan bahwa individualitas sejati kita hanya akan mengalami pemenuhan jika kita menantang cara0cara berpikir yang habitual.
            All and Everything, or Beelzebub’s Tales to His Grandson adalah karya besar Gurdjieff setebal 1.300 halaman, tetapi Meeting with Remarkable Man berisi unsur filosofinya sekaligus juga merupakan bacaan yang mengagumkan. Banyak berisi gambaran kasar mengenai karakter, judul buku ini agak menyesatkan, karena ternyata yang dimaksud dengan “remarkable man” (manusia istimewa) adalah mentor masa kecilnya, teman dekatnya, dan siapa saja yang membentuk pandangannya tentang dunia. Deskripsinya bukan sekadar tentang pujian, melainkan menunjukkan bagaimana setiap orang mengeluarkan aspek diri Gurdjieff yang berbeda-beda. Mari kita lihat sekilas sebagian karakter ini dan mengapa mereka dikatakan telah membentuk pandangannya.

Gurdjieff Sr.
Ayah Gurdjieff adalah orang Yunani tetapi tinggal di Armenia, di Alexandropol dan kemudian di Kars. Ia seorang asokh amatir, penyair, penyanyi, dan pendongeng yang menenggelamkan putranya dan ketiga putrinya dalam cerita rakyat, peribahasa, dan musik.
            Keluarga itu awalnya sejahtera, memiliki kawanan ternak yang banyak dan juga memelihara ternak orang lain. Tetapi wabah ternak benar-benar menghabisi semua hewan ternak mereka, membuat keluarga itu nyaris tidak punya apa-apa, dan meski berupaya di berbagai bidang usaha, mereka mereka tetap tidak bisa mendapatkan kembali kesejahteraan mereka. Merenung kembali, Gurdjieff menduga ayahnya tidak sukses menjalankan bisnisnya karena ia tidak mau mengambil keuntungan  dari keluguan atau nasib buruk orang lain. Kecekatan Gurdjieff dalam menghasilkan uang mungkin merupakan kompensasi sifat sang ayah.
            Walau demikian Gurdjieff Sr. Adalah orang yang luar biasa karena ia tetap mampu bersikap tenang dan mandiri meski keberuntungannya naik turun. Ia paling suka memandangi bintang di langit di malam hari, sebuah hobi yang bisa menempatkan kecemasan kecil ke dalam sudut pandang yang tepat. Ia menyuruh putranya untuk menumbuhkan ruang yang selalu bebas dalam pikirannya, dan untuk mengembangkan sikap wajar dalam menghadapi segala hal yang umumnya membuat orang lain merasa jijik atau mual. Misalnya, Gurdjieff akan menemukan seekor tikus atau ular tak berbisa di tempat tidurnya, yang sengaja diletakkan di sana oleh sang ayah, dan diharapkan memberi reaksi yang tenang. Pelajaran ini, mengamati tanpa menilai dan tidak menjadi budak dari reaksinya sendiri, sangat berguna bagi kehidupannya kelak yang selalu penuh perjalanan dan perubahan.

Guru-guru pertama
Meski lingkungannya terbatas, ayah Gurdjieff senang berteman dengan orang terpelajar. Salah satu diantarannya adalah seorang pria bernama Borsh, pemimpin Kars Military Cathedral setempat. Keduanya memutuskan bahwa Gurdjieff lebih baik dididik di rumah, dan Borsh pun menyusun pendidikan baginya yang sangat baik untuk ukuran kota provinsial kecil seperti itu. Sementara kedua pria itu bercakap-cakap hingga malam tentang hal-hal yang sukar dan penting, si anak laki-laki menyerap percakapan itu, menabur benih bertanya dan berfilosofi dalam kehidupannya.
Sosok lain yang memengaruhi Guerdjieff di masa mudanya adalah diakon di Kars Cathedral, Bogachevsky. Mentornya ini kelak menjadi Pendeta Evlissi dari Biara Essene Brotherhood di Laut Mati. Persaudaraan biarawan ini, tulis Gurdjieff, terbentuk lebih dari 1.000 tahun SM, dan Yesus dituntun untuk menyelami misterinya.
Bogachevsky memberitahu Gurdjieff bahwa ada dua moralitas: moralitas objektif, yang telah berkembang selama lebih dari 1.000 tahun dan menghadirkan dasar bagi kebaikan seperti yang diberikan oleh Tuhan; dan moralitas subjektif, yang berkembang dalam budaya yang dibentuk oleh kebiasaan intelektual dan sosial, yang cendrung memutarbalikan kebenaran.
Warisan sang pendeta untuk Gurjieff adalah peringatan untuk tidak mengadopsi kebiasaan orang disekitarnya. Ia harus menjalani hidup sesuai dengan suara hatinya, atau moralitas objektif. Hanya inilah yang bisa ia bawa bersama dirinya ke manapun ia pergi.

Pangeran Yuri Lubovedsky
            Teman Gurdjieff yang satu ini adalah seorang pangeran Rusia yang kaya. Istrinya yang masih muda meninggal dengan tragis, dan dalam kesedihannya ia menjadi seorang penyendiri, menarik diri ke dalam dunia ilmu gaib dan spiritualisme. Lubovedsky menghabiskan sebagian besar sisa hidupnya denga mengunjungi tempat-tempat eksotis dunia. Gurdjieff pertama kali ketemu dengannya di piramida Mesir. Di sana Gurdjieff bertindak sebagai pemandu bagi seorang arkeolog, Profesor Skridlov. Lubovedsky mengenl profesor itu, dan ketiganya menjadi sahabat seumur hidup. Sang pangeran mengunjungi banyak tempat bersama Gurdjieff, termasuk India, Tibet, dan Asia Tengah. Pertemuan terakhir mereka, dideskripsikan dengan sangat baik, terjadi kebetulan di biara terpencil di Tibet.
            Pelajaran kehidupan sang pangeran bagi Gurdjieff adalah bahwa rasa ingin tahu yang tidak konsisten, melompat dari satu minat ke minat yang lain, bisa balik mencelakakan kita. Lubovedsky menjadi tertekan, dan bercerita tentang pertemuannya dengan seorang pria Hindu yang menunjukan bahwa antusiasmenya telah mengganggu perhatian yang seharusnya ia berikan pada kehidupan internalnya. Teman Gurdjieff ini menunjukkan kepadanya tentang bahaya terlalu terikat dengan emosi kita. Seperti contoh yang diberikan oleh ayahnya, seseorang yang maju selalu mengambil jarak tertentu, merasa nyaman dengan diri mereka sendiri bagaimanapun keadaan sekitar mereka.
            Lubovedsky juga membuktikan pandangan Gurdjieff bahwa seseorang yang maju bisa menyeimbangkan pikiran, naluri dan perasaan dalam diri mereka. Sebagian orang terlalu intelektual dan imbalannya adalah kemampuan intuisi mereka, sementara yang lain tidak pernah mencapai tingkat kesopanan yang merupakan produk dari berkembangnya  pikiran. Keseimbangan dan integrasi aspek-aspek kita yang beraneka ragam merupakan hal-hal yang perlu dicapai dalam kehidupan.

Dunia menurut Gurdjieff
            Meeting with Remakable Men merupakan gabungan tak lazim antara kisah perjalanan, kebijaksanaan, dan gambaran karakter.
            Gurdjieff lebih dari sekali menyebutkan tentang ketidakpedulian dunia barat terhadap segala sesuatu tentang Asia, tetapi lingkungan tempat ia dibesarkan membuatnya bisa dengan mudah menjembatani dunia timur dan barat. Diapit oleh Turki, Rusia, dan Iran, tanah kelahirannya, Armenia, selalu menjadi tempat yang menggugah, dan iman kristennya diwarnai dengan keyakinan rakyat setempat dan kisah-kisah dari Timur Dekat. Dalam perjalanannya, ia akan mempelajari banyak bahasa dan memperdalam pengetahuannya tentang Islam, Hinduisme dan Buddhisme. Cara pandangnya terhadap dunia sangat dipengaruhi oleh Sufisme, dan oleh teman-temannya ia dianggap sebagai petapa muslim. Kepopulerannya sebagian didasari oleh keyakinan bahwa dirinya telah menemukan dan memiliki rahasia esoteris kuno. Entah hal ini benar atau tidak, aman-aman saja mengatakan bahwa ia telah melihat hal-hal yang belum pernah dilihat oleh sebagian besar orang, dan ini tentu sangat menarik bagi para pengikut pertamanya di barat.
            Kecurigaan Gurdjieff pada sumber pengetahuan yang ada berawal di masa kecilnya, ketika ia menyadari bahwa ilmu pengetahuan tidak bisa menjelaskan keajaiban nyata yang ia saksikan. Hal lain yang kemudian memotivasi dirinya untuk berkelana adalah untuk merasakan berbagai hal secara langsung, dan bagian penting dari filsofi para pengikut Gurdjieff adalah desakan untuk belajar dari pengalaman—jika sesuatu benar bagi Anda, sesuatu itu memang benar. Anda menjadi penguasa bagi hidup Anda sendiri. Gurdjieff jarang membaca surat kabar, yang ia yakini akan menciptakan reaksi otomatis seperti terkejut atau bangga dalam diri para pembacanya. Budaya jurnalistik telah mengubah orang menjadi refleksi pucat dari pola pikir hari itu. Orang yang rata-rata mengonstruksi dunia yang “nyata” bagi diri mereka sendiri, padahal sebenarnya dunia mereka itu dibangun dari hasil penyaringan realitas yang sesungguhnya. Orang yang sadar, sebaliknya, mampu melihat segala hal sebagai sesuatu yang sama sekali baru.
            Gurdjieff menyebutkan pepatah kuno: “Ia baru pantas disebut manusia dan baru dapat mengandalkan segala sesuatu yang dipersiapkan oleh Yang Di Atas baginya, hanya jika ia sudah mendapatkan informasi yang diperlukan untuk dapat memelihara serigala dan domba yang dipercayakan kepadanya.” Serigala dan domba menggambarkan naluri dan perasaan kita, yang harus kita kendalikan dan seimbangkan sebelum muncul sebagai satu kesatuan. Ia meninggalkan literatur Eropa modern, karena ia merasa pikiran orang Eropa telah didominasi oleh rasio dengan mengabaikan naluri dan perasaan. Gurdjieff memformalkan filosofinya ke dalam pusat pembelajaran mandiri, yang disebut Institut for the Harmonious Development of Man; yaitu, pembelajaran untuk mencapai keseimbangan semua unsur mental dan fisik manusia.

Kata penutup
            Apakah Gurdjieff memang termasuk salah seorang filsuf abad ke-20 atau, seperti yang disebutkan oleh The Skeptic’s Dictionary, seorang pembual? Pesona kepribadiannya sedemikian besar sehingga ia memiliki sejumlah pengikut terkenal, termasuk aktris Hollywood Kathryn Mansfield, arsitek Frank Lloyd Wright, dan P.L. Travers, penulis buku-buku Mary Poppins. Tetapi pengikutnya yang paling penting ternyata adalah seorang ahli matematika, Pyotr Ouspenky, yang karyanya In Search of the Miraculous memperkenalkan pemikiran Gurdjieff kepada khalayak luas. Sebagian orang menganggap Gurdjieff adalah orang yang arogan dan tidak mau berkompromi, padahal sebenarnya ia lebih sering menjauhi publisitas. Ia memang mencari sumbangan untuk mempertahankan kelangsungan organisasinya, tetapi tidak seperti guru pengembangan pribadi zaman sekarang, ia tidak pernah ingin menciptakan industri seputar dirinya.
            Sistem pengembangan pribadi Gurdjieff, “The Work” bertujuan membawa orang keluar dari keadaan tidur mereka dan memasuki kesadaran yang lebih tinggi melalui sikap mempertanyakan diri, pertemuan kelompok, dan tarian suci. Sistem ini amat berpengaruh selama zaman kontrabudaya tahun1960-an. Hal ini bisa dilihat, misalnya, dari bagaimana metode Gurdjieff diadopsi oleh pusat Esalen di California. Filosofinya tentang kebenaran spiritual dan pengetahuan langsung dari sumbernya penting bagi gerakan New Age.
            Gurdjieff mengenali bahwa penyakit orang modern adalah, mereka bisa menjadi seseorang di suatu hari dan orang lain di hari berikutnya, dan psikologi Gurdjieff bertujuan mengintegrasikan diri mereka yang banyak itu. Seseorang yang luar biasa adalah seseorang yang melepaskan diri dari reaksi otomatis dan pengondisian kultural dan menjadi “satu”. Tanpa kesatuan antara diri dan tujuan, kita tidak bisa benar-benar memiliki kehidupan yang autentik.

Georgi Ivanovitch Gurdjieff
            Gurdjieff lahir pada tahun 1877 di Alexandropol, Armenia. Setelah bertahun-tahun berkelana, ia tiba di Rusia pada tahun 1913, tepat sebelum revolusi Bolshevikn dan selama beberapa tahun berikutnya ia membagi waktunya antara Moskow dan St. Petersburg.
            Pada tahun 1917 ia kembali ke Alexandropol, dan kemudian tinggal di tenda-tenda di pantai Laut Hitam di selatan Rusia, bekerja bersama murid-muridnya. Ia tinggal selama setahun di Constantinople dari tahun 1920, dan kemudian berkeliling ke kota-kota Eropa memberi ceramah dan presentasi. Pada tahun 1922 ia mendirikan Institut for the Harmonious Development of Man di Fontainbleu, di selatan Paris. Setelah kecelakaan mobil yang nyaris berakibat fatal, ia mulai menulis All and Everything, or Beelzebub’s Tales to His Grandson. Selama perang Dunia II Gurdjieff tinggal di Paris, dan ia wafat di Neuilly, Prancis pada tahun 1949.


(50 Spiritual Classics – Meraih Kebijaksanaan dalam Pencerahan dan Tujuan Batin melalui 50 Buku Legendaris Dunia, karya Tom Butler-Bowdon, diterbitkan oleh PT BHUANA ILMU POPULER KELOMPOK GRAMEDIA)