Sabtu, 14 Agustus 2021

Shiksha Shatakam , Pelajaran Tertinggi

Sri Chaitanya Mahaprabhu

(Gambar : https://id.pinterest.com/pin/472737292138715228/)


 Shiksha Shatakam

Pelajaran Tertinggi


Shiksha berarti learning, “pembelajaran”. Bukan teaching, “ajaran”. Ajaran bersifat dari atas ke bawah; ada yang mengajarkan dan yang belajar. Pembelajaran berarti belajar bersama. Lewat delapan ayat atau shathakam ini,  Chaitanya mengajak kita untuk belajar bersama.

Kendati demikian, persis seperti ilmu-ilmu tinggi lainnya, pembelajaran ini pun menuntut kualifikasi awal. Dan kualifikasi itu adalah keterbukaan diri kita untuk menemukan jati diri, untuk menemukan sumber kesadaran di dalam diri, untuk menemukan kasih, cinta sejati.

Bila kita puas dengan identitas diri yang diperoleh dari dunia ini, Shiksha Shatakam bukanlah untuk kita. Ayat-ayat pembelajaran ini ditujukan kepada mereka yang tidak puas dengan identitas semu pemberian dunia dan siap menemukan identitas diri yang sebenarnya.

 

Keinginan Tunggal

1

Wahai Hyang Maha Tinggi,

Sang Pencipta dan Pemelihara Semesta,

Hanyalah Engkau yang kurindukan!

Bukan kemewahan, pun bukan kekayaan.

Anak, siswa, murid, pujian dan kedudukan

Tak satu pun yang kuhendaki.

Aku tak butuh pengakuan sebagai

Seniman, penyair, atau penulis.

Adalah kesadaran akan KasihMu yang

Tulus nan tanpa pamrih,

Hanyalah itu yang kuinginkan dalam

Setiap masa kehidupanku.

 

 

Aku tak Berdaya – Engkau Mahadaya

2

Wahai Hyang Maha Menawan!

Selama ini aku menjadi budak

ambisi dan keinginan-keinginanku.

Aku telah jatuh dalam lumpur

hawa nafsu pancaindra.

Gusti, aku tak mampu menggapaiMu,

namun Kau dapat menemukanku.

Aku tak berdaya, Engkau Mahadaya.

Aku hanyalah debu dibawah kaki suciMu,

Angkatlah diriku dan berkahilah

Daku dengan KasihMu!

 

 

Nama Hyang Mulia

3

Wahai Hyang Maha Menawan,

Engkau telah mengisi namaMu

dengan kekuatanMu yang berlimpah;

namun tak satu pun peraturan

Kau buat untuk mengenangnya.

Sungguh luar biasa rahmatMu,

Luar biasa pula kemalanganku,

Sehingga hati ini tak tertarik

Untuk mengenang KebesaranMu.

 

 

Sifat Seorang Panembah

4

Tanpa mengejar pujian dan pengakuan

bagi diri, hendaknya seseorang panembah

selalu menghormati orang lain.

Hendaknya ia rendah hati seperti rumput,

dan senantiasa memaafkan seperti pohon.

Melakoni hidup dengan cara itu,

Biarlah ia selalu menyebut nama suci

Hyang Mahamenawan dengan

Penuh rasa, penuh kasih,

Sambil mengenang segala karya,

rahmat, dan berkahNya.

 

 

Kekuatan “Rindu”

5

Wahai Hyang Maha Menawan,

Kurindukan saat-saat indah ketika

Airmataku bercucuran hanya

karena mengingat namaMu;

Sekujur tubuhku bergetar dengan

getaran ilahi, dan suaraku serak

karena luapan kasih ketika

Menyanyikan keagunganMu.

Kapan datangnya saat ketika

Ucapan namaMu saja dapat

Memunculkan rasa kasih ilahi

Lahir dan batin di dalam diri?

 

 

Aku MilikMu

6

Wahai Hyang Maha Menawan,

Hyang kusayangi, dan kucintai;

Diriku ini milikMu, sebagaimana

kuketahui diriMu adalah milikku.

Cintaku untukMu semata untuk melayaniMu.

Harapanku padaMu semoga Kau berkenan

atas ungkapan kasihku padaMu,

Keinginanku hanya satu,

bagaimana membahagiakanMu.

Cintaku tak akan pernah putus,

walau Kau berpaling muka.

Diterima, dipeluk dengan penuh kasih;

di sia-siakan, disakiti, dan dizalimi

dengan cara apa pun jua;

ditolak atau ditinggal seumur hidup;

Terserah apa pun yang Kau lakukan,

tetaplah Engkau saja satu-satunya

yang kusayangi, kucintai.

Kau pun tahu, selain diriMu

tak ada yang lain dalam hidupku.

 

 

Hubungan Jiwa dan Raga

7

Wahai Hyang Maha Menawan,

Hyang kucintai,

Engkaulah pemilik jiwaku.

Engkaulah dambaan hatiku.

Bagaimana dapat kulupakan Engkau?

Baru kusadari, hubungan kita

Bahkan melebihi hubungan jiwa.

Sesungguhnya Engkaulah yang

menghidupi jiwaku.

Hubungan raga tak langgeng,

dan pastilah berakhir suatu ketika.

Namun hubungan jiwa denganMu

Langgeng dan abadi adanya.

Mengapa belum juga Kau menampakkan diri?

Aku sungguh tak dapat hidup tanpaMu,

Engkau pun tahu betul hal itu.

 

 

Kasih Ilahi, Kesadaran Ilahi

8

Dengan menyebut nama

Hyang Mahamenawan

Cermin jiwa terbersihkan;

Bara pikiran kebendaan yang

Menyengsarakan terpadamkan;

dan berkembanglah kasih dan

Kesadaran Ilahi yang mahamembahagiakan.

Tercapai pula kepuasan diri yang

tak terbayang sebelumnya;

Pengalaman yang melebihi segala

pengalaman sebelumnya;

Kesadaran yang sempurna

dan mahatinggi.

 

            Kata-kata memiliki arti, memiliki makna, tapi seberapa?

       Dengan bercerita tentang proses pengasahan, kita tidak dapat menambah kilauan intan. Dengan bercerita tentang proses pengasahan, kita tidak dapat mengubah intan yang masih gelondongan menjadi permata bernilai tinggi. Proses pengasahan itu sendirilah yang dibutuhkan untuk menambah nilai.

            Dan kesadaranlah yang memberi nilai tambah pada hidup kita. Kesadaran tertinggi adalah kesadaran kasih yang merangkul semua, tanpa kecuali.

          Setiap orang yang sadar tahu persis bahwa pencerahan bukanlah monopoli dirinya. Kesadaran adalah hak setiap orang walaupun ada yang tersadarkan lebih awal dan ada yang agak lambat. Hanya perbedaan waktu saja, tidak ada perbedaan lain yang mendasar.

            Sumber kesadaran berada di dalam diri kita sendiri, tidak berasal diluar diri kita.

            Seorang guru sejati hanya mengingatkan kita bahwa kita bisa membebaskan diri dari kebodohan, dari ketaksadaran. Kemuliaan ada dalam diri setiap orang, tinggal digali, ditemukan, dan diungkapkan.

            Hendaknya kita selalu ingat bahwa sesungguhnya kita sendiri yang dapat membantu diri sendiri. Kita sendiri yang mesti membantu diri sendiri. Dan, kita dapat melakukannya, asal kita percaya diri. Itu saja.




(Sumber: The Ultimate Learning, Pembelajaran untuk Berkesadaran, karya Anand Krishna, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta)

 


 

 

 

 

 

Rabu, 11 Agustus 2021

112 Teknik Meditasi - TEKNIK KETUJUHBELAS

Sang Buddha, Ia Yang Tercerahkan
(Sumber:https://id.pinterest.com/pin/307792955791892880/)


17. PIKIRAN TAK SADAR, JAGALAH DI TENGAH - SAMPAI.


 Hanya sepanjang ini sutranya. Sama seperti setiap sutra ilmiah itu pendek, tapi bahkan beberapa kata ini dapat benar-benar mengubah hidupmu. PIKIRAN TAK SADAR, JAGALAH DI TENGAH - SAMPAI.

 JAGALAH DI TENGAH ... Buddha mengembangkan seluruh teknik meditasinya pada sutra ini. JalanNya dikenal sebagai MAJJHIMA NIKAYA - jalan tengah. Buddha mengatakan, "Tetap selalu di tengah - Dalam segalanya ".

 Seorang Pangeran, Shrowna, mengambil inisiasi, Buddha menginisiasikannya menjadi petapa. Pangeran itu manusia yang jarang, dan ketika ia menjadi petapa, ketika ia diinisiasi, seluruh kerajaannya menjadi heran. Kerajaannya tidak bisa percaya, orang-orang tidak percaya bahwa Pangeran Shrowna bisa menjadi seorang murid. Tidak ada yang bahkan pernah membayangkan hal itu, karena ia adalah seorang pria dari dunia ini – memuaskan diri dalam segalanya, memuaskan diri sampai tingkat ekstrim. Anggur dan wanita adalah seluruh dunianya.

 Lalu tiba-tiba Buddha datang ke kota, dan sang pangeran pergi menemuinya untuk DARSHAN – satu pertemuan spiritual. Dia menjatuhkan diri di kaki Buddha dan dia berkata, "Inisiasikan aku. Aku akan meninggalkan dunia ini. "Mereka yang datang bersamanya bahkan tidak sadar ...kejadiannya begitu tiba-tiba. Jadi mereka bertanya pada Buddha, "Apa yang terjadi? Ini adalah sebuah keajaiban. Shrowna bukan tipe orang seperti itu, dan dia telah hidup sangat mewah. Hingga kini kami bahkan tidak bisa membayangkan bahwa Shrowna akan mengambil Sannyas, jadi apa yang terjadi? Engkau telah melakukan sesuatu."

 Buddha berkata, "Aku tidak melakukan apa-apa. Pikiran dapat dengan mudah berpindah dari satu ekstrem ke ekstrem yang lain. Itulah jalan pikiran - untuk berpindah dari satu ekstrem ke yang lain. Jadi Shrowna tidak melakukan sesuatu yang baru. Hal ini bisa diharapkan. Karena engkau tidak tahu hukum pikiran, itu sebabnya mengapa engkau begitu kaget."

 Pikiran bergerak dari satu ekstrem ke yang lain, itu adalah jalan pikiran. Jadi itu terjadi setiap hari: seorang yang tergila-gila akan kekayaan lalu meninggalkan segalanya, menjadi fakir telanjang. Kita berpikir, "Sungguh suatu keajaiban!" Tapi itu bukan apa-apa – hanya hukum biasa. Seseorang yang tidak tergila-gila akan kekayaan tidak bisa diharapkan untuk meninggalkan segalanya, karena hanya dari satu ekstrem engkau dapat pindah ke yang lain - seperti pendulum, dari satu ekstrem ke yang lain.

 Jadi seorang yang mengejar kekayaan, tergila-gila akan kekayaan, akan menjadi marah terhadapnya, tapi kegilaan itu tetap tinggal - itulah pikiran. Seorang pria yang hidup hanya untuk seks, bisa menjadi selibat, mungkin pindah hidup terisolasi, tetapi kegilaannya tetap tinggal. Sebelumnya ia hidup hanya untuk sex, sekarang ia akan hidup melawan sex, namun sikapnya, pendekatannya, akan tetap sama.

 Jadi seorang Brahmachari, yang selibat, tidak sesungguhnya melampaui seks; seluruh pikirannya berorientasi seks. Dia melawan, tapi tidak melampauinya. Jalan melampaui selalu di tengah, tidak pernah di ekstrim. Maka Buddha berkata, "Hal ini seperti yang diduga. Tidak ada keajaiban yang telah terjadi. Ini adalah bagaimana pikiran bekerja. "

 Shrowna menjadi pengemis, seorang petapa. Ia menjadi seorang bhikkhu, seorang rahib, dan segera murid-murid Buddha lainnya mengamati bahwa ia pindah ke ekstrem yang lain. Buddha tidak pernah meminta siapa pun untuk menjadi telanjang, tapi Shrown menjadi telanjang. Buddha tidak mendukung ketelanjangan. Ia berkata, "Itu hanyalah ekstrim yang lain."

 Ada orang yang hidup untuk pakaian seolah-olah itu adalah hidup mereka, dan ada orang lain yang menjadi telanjang - tetapi keduanya percaya pada hal yang sama. Buddha tidak pernah mengajarkan ketelanjangan, tapi Shrowna menjadi telanjang. Dia adalah satu-satunya murid Buddha yang telanjang. Dia menjadi sangat, sangat menyiksa diri. Buddha memperbolehkan satu kali makan setiap hari untuk para petapa, tapi Shrowna akan makan satu kali setiap dua hari. Ia menjadi ramping dan kurus. Sementara semua murid-murid lainnya akan duduk untuk meditasi di bawah pohon, di tempat teduh, ia tidak akan pernah duduk di bawah pohon manapun. Dia akan selalu tinggal di panas matahari. Dia dulunya seorang pria yang tampan dan memiliki tubuh yang sangat bagus, tapi dalam waktu enam bulan tidak ada yang bisa mengenali bahwa ia adalah orang yang sama. Ia menjadi jelek, gelap, hitam, terbakar.

 Buddha mendatangi Shrown suatu malam dan bertanya, "Shrowna, aku telah mendengar bahwa ketika engkau adalah pangeran, sebelum inisiasi, engkau sering bermain Veena, sebuah sitar, dan engkau adalah seorang pemusik hebat. Sehingga aku datang untuk mengajukan satu pertanyaan padamu. Jika senar dari veena sangat longgar, apa yang terjadi? " Shrown berkata, "Jika senar sangat longgar, maka tak ada musik yang mungkin."

 Dan kemudian Buddha berkata, "Dan jika senar sangat kencang, terlalu kencang, lalu apa yang terjadi? "Shrown berkata," Maka musik juga tidak bisa dihasilkan. Senar harus berada di tengah - tidak longgar atau ketat, tapi persis di tengah. "Shrowna berkata," Sangat mudah untuk bermain veena, tetapi hanya seorang ahli dapat mengatur senar ini dengan benar, di tengah."

 Jadi Buddha berkata, "Sebanyak inilah yang harus kukatakan kepadamu, setelah mengamatimu selama enam bulan terakhir – bahwa dalam hidup dan juga musik, terjadi hanya saat senarnya itu tidak longgar atau ketat, tetapi persis di tengah. Jadi untuk meninggalkan segalanya itu mudah, tetapi hanya seorang ahli yang tahu bagaimana berada di tengah. Jadi Shrowna, jadilah seorang ahli, dan biarkan senar-senar kehidupan ini persis di tengah - dalam segala hal. Jangan pergi ke ekstrim ini, jangan pergi ke extrim yang lain. Semua hal memiliki dua ekstrem, tapi engkau tetap tinggal persis di tengah. "

 Tapi pikiran sangat lengah. Itulah sebabnya sutra mengatakan, PIKIRAN TAK SADAR... Engkau akan mendengar ini, engkau akan memahami hal ini, tapi pikiran tidak akan memperhatikannya. Pikiran akan selalu terus memilih yang ekstrem.

 Yang ekstrem memiliki daya tarik bagi pikiran. Mengapa? Karena di tengah, pikiran mati. Lihatlah sebuah pendulum: jika engkau memiliki jam tua, lihatlah pendulumnya. Pendulum bisa terus bergerak sepanjang hari jika ia berayun ke titik ekstrem. Ketika ia berayun ke kiri ia mengumpulkan momentum (daya gerak) untuk berayun ke kanan. Ketika ia berayun ke kanan, jangan berpikir bahwa ia sedang berayun ke kanan – ia sedang mengumpulkan momentum untuk berayun ke arah kiri. Jadi titik ekstremnya adalah kanan-kiri, kanan-kiri.

 Biarkanlah pendulum tinggal di tengah, maka seluruh momentumnya hilang. Maka pendulum tidak memiliki energi, karena energi berasal dari salah satu ekstrem. Kemudian ekstrem itu melemparnya ke arah lain, dan sekali lagi, dan itu adalah sebuah lingkaran ... pendulum terus bergerak, berayun. Biarlah dia di tengah, dan seluruh gerakan, ayunan itu akan berhenti.

 Pikiran adalah seperti pendulum dan setiap hari, jika engkau amati, engkau akhirnya akan mengetahuinya. Engkau memutuskan satu hal pada satu ekstrim, dan kemudian engkau pindah ke yang lain. Engkau marah; lalu engkau menyesal. Engkau memutuskan, "Tidak, ini sudah cukup. Sekarang aku tidak akan pernah marah lagi." Tapi engkau tidak melihat ekstrem itu.

 "Tidak pernah" adalah ekstrim. Bagaimana engkau begitu yakin bahwa engkau tidak akan pernah marah? Apa yang engkau katakan? Pikirkan sekali lagi - tidak pernah? Lalu pergilah ke masa lalu dan ingatlah berapa kali engkau telah memutuskan bahwa "Aku tidak akan pernah marah." Ketika engkau berkata, "Aku tidak akan pernah marah," engkau tidak tahu bahwa dengan menjadi marah engkau telah mengumpulkan momentum untuk pergi ke ekstrim lainnya.

 Sekarang engkau merasa menyesal, engkau merasa buruk. Citra dirimu terganggu, terguncang. Engkau sekarang tidak bisa mengatakan bahwa engkau adalah orang yang baik, engkau tidak bisa mengatakan bahwa engkau adalah orang yang religius. Engkau telah marah, dan bagaimana orang yang religius bisa marah? Bagaimana orang yang baik bisa marah? Jadi engkau bertobat untuk mendapatkan kembali kebaikanmu lagi. Setidaknya di matamu sendiri, engkau dapat merasa nyaman – bahwa engkau telah bertobat dan engkau telah memutuskan bahwa sekarang tidak akan ada lagi kemarahan.

 Citra yang terguncang telah kembali ke situasi lama. Sekarang engkau merasa nyaman, engkau telah pindah ke ekstrim lain.

 Tetapi pikiran yang berkata, "Sekarang aku tidak akan pernah marah lagi," akan marah lagi. Dan ketika engkau marah lagi, engkau akan lupa sepenuhnya penyesalanmu, keputusanmu - semuanya. Setelah kemarahan, sekali lagi keputusan akan datang dan penyesalan akan datang, dan engkau tidak akan pernah merasakan penipuan itu. Hal ini telah berlangsung seperti itu, selalu.

 Pikiran bergerak dari kemarahan ke penyesalan, dari penyesalan ke kemarahan. Tetaplah di tengah. Jangan menjadi marah dan jangan menyesal. Jika engkau telah marah, maka silakan, setidaknya lakukan hal ini: tidak menyesal. Jangan berpindah ke ekstrem yang lain. Tetaplah di tengah. Katakan, "Aku telah marah dan aku adalah orang jahat, orang yang kasar. Aku telah marah. Ini adalah bagaimana aku. "Tetapi jangan menyesal; jangan pindah ke ekstrim lain. Tetap di tengah. Jika engkau dapat tetap (di tengah), engkau tidak akan mengumpulkan momentum, energi untuk marah lagi.

 Jadi sutra ini mengatakan, PIKIRAN TAK SADAR, JAGALAH DI TENGAH - SAMPAI. Dan apa yang dimaksud dengan SAMPAI? Sampai engkau meledak! Jagalah di tengah sampai pikiran mati. Jagalah di tengah sampai tak ada pikiran lagi. Jadi, PIKIRAN TAK SADAR, JAGALAH DI TENGAH - SAMPAI tidak ada pikiran. Jika pikiran ada di titik ekstrim, maka di tengah tak ada-pikiran.

 Tetapi ini adalah hal yang paling sulit di dunia untuk dilakukan. Ini terlihat mudah, terlihat sederhana; mungkin tampaknya engkau dapat melakukan hal ini. Dan engkau akan merasa senang jika engkau berpikir bahwa tidaklah perlu untuk penyesalan apapun. Cobalah ini, dan kemudian engkau akan tahu bahwa ketika engkau telah marah pikiran akan bersikeras untuk menyesal.

 Suami dan istri terus bertengkar, dan selama berabad-abad dan lebih telah ada konselor, penasehat, orang-orang besar yang telah mengajarkan bagaimana caranya untuk hidup dan mencintai - tapi mereka terus bertengkar. Freud, untuk pertama kalinya, menyadari fenomena bahwa setiap kali engkau dalam cinta – yang-disebut cinta - engkau juga dalam benci. Di pagi hari ada cinta, di malam hari ada kebencian, dan pendulum terus bergerak. Setiap suami, setiap istri tahu ini, tapi Freud memiliki wawasan yang sangat luar biasa. Freud mengatakan bahwa jika pasangan telah berhenti bertengkar, ketahuilah bahwa cinta telah mati.

 Cinta yang hidup bersama kebencian dan perkelahian tidak bisa bertahan, jadi jika engkau melihat pasangan yang tidak pernah berkelahi, janganlah berpikir bahwa mereka adalah pasangan yang ideal. Ini berarti mereka bukan pasangan sama sekali. Mereka hidup secara paralel, tapi tidak dengan satu sama lain. Mereka adalah garis paralel yang tidak pernah bertemu di mana pun, bahkan tidak untuk bertengkar. Mereka berdua sendirian saja bersama-sama - paralel.

 Pikiran harus pindah ke yang sebaliknya, maka psikologi kini memberikan saran yang lebih baik. Sarannya lebih baik, lebih dalam, lebih tajam. Dikatakan bahwa jika engkau ingin benar-benar mencintai - dengan pikiran - maka jangan takut untuk bertengkar. Sesungguhnya, engkau harus bertengkar dengan benar sehingga engkau dapat pindah ke ekstrem yang lain yaitu cinta yang benar. Jadi, ketika engkau bertengkar dengan istrimu, jangan menghindarinya; jika tidak, cinta juga akan dihindari. Ketika waktu untuk bertengkar itu sampai, bertengkarlah sampai akhir. Lalu sampai malamnya engkau akan dapat mencintai: pikiran akan telah mengumpulkan momentum. Cinta biasa tidak bisa hidup tanpa pertengkaran karena ada pergerakan pikiran. Hanya cinta yang bukan dari pikiran bisa hidup tanpa pertengkaran, tapi kemudian itu adalah hal yang berbeda sama sekali.

 Seorang Buddha mencintai ... itu adalah hal yang berbeda sama sekali. Tetapi jika Buddha datang untuk mencintaimu, engkau tidak akan merasa nyaman karena tidak akan ada cacat di dalamnya. Ini akan hanya terasa manis dan manis dan manis - dan membosankan, karena bumbunya berasal dari pertengkaran. Seorang Buddha tidak bisa marah, ia hanya bisa mencintai. Engkau tidak akan merasakan cintanya karena engkau hanya bisa merasakan hal yang berlawanan; engkau dapat merasakannya hanya dalam kontras.

 Ketika Buddha kembali ke kota asalnya setelah dua belas tahun, istrinya tidak mau datang untuk menyambutnya. Seluruh kota berkumpul untuk menyambutnya kecuali istrinya. Buddha tertawa, dan ia berkata kepada murid utamanya, Ananda, "Yashodhara belum datang. Aku kenal dia dengan baik. Tampaknya dia masih mencintaiku. Dia bangga, dan dia merasa sakit hati. Aku berpikir bahwa dua belas tahun adalah waktu yang lama dan dia mungkin tidak mencintaiku sekarang, tetapi tampaknya dia masih cinta - masih marah. Dia tidak datang untuk menerimaku, untuk menyambutku. Aku harus pergi ke rumah. "

 Jadi Buddha pergi. Ananda menemaninya; itu adalah perjanjian dengan Ananda. Ketika Ananda mengambil inisiasi ia membuat suatu perjanjian dengan Buddha, yang Buddha setujui, bahwa ia akan selalu tinggal bersamanya. Dia adalah saudara sepupu yang lebih tua, jadi Buddha harus mengizinkannya.

 Ananda mengikutinya ke dalam rumah, ke istana, sehingga Buddha berkata, "Setidaknya untuk ini engkau tinggal di belakang dan tidak datang bersamaku, karena dia akan sangat marah. Aku datang kembali setelah dua belas tahun, dan aku pergi begitu saja tanpa memberitahunya. Dia masih marah, jadi jangan datang denganku; kalau tidak dia akan merasa bahwa aku bahkan tidak mengijinkannya untuk mengatakan apa-apa. Dia harus merasa untuk mengatakan banyak hal, jadi biarkan dia marah, jangan ikut denganku."

 Buddha masuk. Tentu saja, Yashodhara bagaikan gunung berapi. Dia meletus, meledak. Dia memulai menangis dan meratap dan mengatakan banyak hal. Buddha tinggal di sana, menunggu di sana, dan perlahan-lahan ia reda dan menyadari bahwa Buddha tidak mengucapkan satu kata pun. Dia mengusap matanya dan menatap sang Buddha, dan Buddha berkata, "Aku datang untuk mengatakan bahwa aku telah mendapatkan sesuatu, aku telah mengenal sesuatu, aku telah menyadari sesuatu. Jika engkau menjadi tenang aku bisa memberikan pesan - kebenaran yang telah kusadari. Aku telah menunggu begitu lama agar engkau bisa melalui katarsis (melepaskan emosi yang kuat). Dua belas tahun adalah waktu yang panjang. Engkau pasti telah mengumpulkan banyak luka, dan kemarahanmu dapat dimengerti; aku harapkan ini. Itu menunjukkan bahwa engkau masih mencintai aku. Tapi ada cinta yang melampaui cinta ini, dan hanya karena cinta itu aku telah datang kembali untuk mengatakan sesuatu padamu. "

 Tetapi Yashodhara tidak bisa merasakan cinta itu. Sulit untuk merasakannya karena ia begitu diam. Ia sangat diam, seolah-olah ia tidak ada. Ketika pikiran berhenti, maka cinta yang berbeda terjadi. Tapi cinta itu yang tidak memiliki lawan (tidak memiliki titik ekstrm yang lainnya). Ketika pikiran berhenti, sesungguhnya, apapun yang terjadi tidak memiliki lawan (titik ekstrim lainnya). Dengan pikiran, kutub sebaliknya (titik ekstrim lainnya) akan selalu ada dan pikiran bergerak seperti pendulum. Sutra ini indah, dan keajaiban menjadi mungkin melaluinya: PIKIRAN TAK SADAR, JAGALAH DI TENGAH – SAMPAI.

 Jadi cobalah. Dan sutra ini untuk seluruh hidupmu. Engkau tidak dapat melatihnya kadangkadang saja, engkau harus menyadarinya terus menerus. Lakukan, berjalan, makan, dalam hubungan, di mana-mana - tetaplah di tengah. Cobalah setidaknya, dan engkau akan merasakan ketenangan tertentu yang berkembang, ketenangan datang kepadamu, pusat yang tenang tumbuh dalam dirimu.

 Bahkan jika engkau tidak berhasil menjadi tepat di tengah, cobalah untuk berada di tengah. Perlahan-lahan engkau akan memiliki perasaan apa artinya tengah. Apapun yang terjadi - benci atau cinta, kemarahan atau penyesalan - ingatlah selalu kutub yang berlawanan dan tetaplah di antaranya. Dan cepat atau lambat engkau akan menemukan titik tengah yang tepat.

 Setelah engkau tahu itu engkau tidak pernah bisa melupakannya lagi, karena titik tengah itu berada di luar pikiran. Titik tengah itu adalah semua arti spiritualitas.


Rahayu,

Berkah Dalem Gusti.