Tampilkan postingan dengan label 50 SPIRITUAL CLASSICS. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label 50 SPIRITUAL CLASSICS. Tampilkan semua postingan

Jumat, 15 Mei 2020

THE POWER OF NOW


1999


ECKHART TOLLE

  
Kata-kata Bijak :
Ubahlah hidup Anda dengan menyadari bahwa satu-satunya waktu yang pernah Anda miliki adalah sekarang.

THE POWER OF NOW

“Jangan mencari keadaan lain selain keadaan yang Anda alami sekarang; jika tidak, Anda akan membangkitkan konflik dan penolakan bawah sadar dalam diri Anda. Ampuni diri Anda karena tidak merasa damai. Saat Anda sepenuhnya menerima kegelisahan Anda, kegelisahan Anda akan berubah menjadi kedamaian. Segala sesuatu yang And terima sepenuhnya akan membawa Anda ke sana, akan membawa Anda ke dalam kedamaian. Inilah keajaiban penyerahan.”

“Tidak menolak hidup berarti berada dalam keadaan tentram, rileks, dan ringan. Untuk mencapai keadaan ini tidak lagi harus tergantung dengan berada di jalan tertentu, baik atau jahat. Tampaknya bertentangan, tetapi jika ketergantungan jiwa Anda pada suatu hal lenyap, kondisi umum kehidupan Anda, hal-hal eksternal, cendrung meningkat tajam.”

S
ebuah tulisan spiritual modern yang luar biasa. The Power of Now: A Guide to Spiritual Enlighment pertama kali diterbitkan di Kanada. Ketika diluncurkan di Amerika Serikat, tak terduga buku ini menjadi hit dan membuat Eckhart Tolle menjadi seorang guru yang banyak di cari.

Meski mayoritas tulisan spiritual dan New Age berisi konsep surgawi untuk “mencapai sesuatu yang transenden”, The Power of Now secara intens berfokus pada masalah yang kita hadapi hari ini dan sosok diri kita sekarang ini. Ini mungkin buku yang paling praktis dari semua buku  panduan praktis, kesuksesan, atau spiritual, karena buku ini menolak kecendrungan umum kita untuk membayangkan suatu masa depan yang gemerlap tanpa sungguh-sungguh menggenggam waktu sekarang.

Buku ini juga merupakan sintesis pemikiran Buddhisme, Kristen, Taoisme dan tradisi lainnya, memuaskan kerinduan abad ke-21 kita untuk berpikir melampaui batas-batas agama konvensional, dan mengakui pada dasarnya semua agama mengutarakan hal yang sama.

Tolle baru mendalami buku-buku spiritual setelah ia melihat kebenaran buku-buku itu dalam suatu kilasan pencerahan ketika ia berusia 29 tahun. Kisah tentang kejadian ini yang di tulis di beberpa halaman pertama, kenangan akan sejumlah autobiografi spiritual terkenal, membawa kita masuk ke dalam buku ini, yang ditulis dalam bentuk tanya jawab. Transformasi dirinya yang terjadi tiba-tiba dari membenci dirinya sendiri hingga merasakan kedamaian dan kegembiraan batin awalnya mungkin sulit dipercaya, tetapi buku ini penting untuk dibaca.

Anda Bukan Pikiran Anda

Peradaban kita dibangun berdasarkan pencapaian pikiran, tulis Tolle, dan banyak di antaranya yang luar biasa. Kita biasanya keliru memandang pikiran kita, yang berada dalam keadaan terus-menerus berpikir, sebagai kita. Tetapi ada “makhluk” di balik pikiran kita yang merupakan “Aku” yang sesungguhnya. Menyelaraskan diri denganNya membuat kita bisa mengendalikan pikiran kita dan menempatkan emosi ke dalam sudut pandang yang tepat.

Sebelum kita bisa memiliki kendali atas pikiran kita, pikiran itu yang mengendalikan kita. Pikiran terus bercakap-cakap dengan dirinya sendiri dan ini sulit untuk dihentikan. Pikiran punya banyak pendapat, tetap semua pendapat itu didasari pada apa yang telah terjadi di masa lalu. Akibatnya kita jadi sulit merasakan hal-hal yang ada di waktu sekarang sebagai suatu yang baru. Hari ini tidak pernah sebagus saat hebat yang akan datang atau yang pernah ada.

Anda mungkin yakin bahwa suara yang terus-menerus berpikir ini adalah “Anda”, padahal nyatanya ia hanyalah bagian dari siapa diri Anda. Kita ketagihan berpikir, kata Tolle, karena dengan berpikir sepanjang waktu, ego memberi kita semacam identitas. Tetapi terus-menerus berpikir membuat kita tidak bisa menikmati waktu sekarang.

Bagaimana cara membebaskan diri kita dari tindakan berpikir yang kompulsif? Kita mulai dengan menempatkan pikiran kita ke sudut pandang yang tepat, yaitu dengan mengamati apa yang ia katakan dan pikirkan, menjadi saksi lautan pikiran dan emosi yang bergulung-gulung yang kita rasakan setiap hari. Anda tentu saja akan terus menggunakan pikiran Anda untuk memecahkan masalah dan bertahan hidup, tetapi dengan mengamatinya secara objektif dan merengkuh diri Anda sesungguhnya yang ada di balik pikiran tersebut, kata Tolle, Anda sedang mengambil satu langkah terpenting menuju tercapainya pencerahan. Jika Anda bisa diam dan menghentikan benak Anda dari berpikir, meski hanya sejenak, Anda tidak akan masuk ke keadaan melamun atau koma. Hal yang berlawanan akan terjadi: Anda akan mendapat pemhaman tiba-tiba tentang waktu sekarang dan tentang segala sesuatu yang ada di sekitar Anda, dan  tiba-tiba saja Anda merasa lebih menyatu.

Kehidupan Baru Waktu Sekarang.

Mengingat pikiran kita biasanya bekerja, untuk mencapai keadaan “sekarang” sepertinya sangat sulit. Tetapi dengan mengakui bahwa keadaa “sekarang” itu eksis, akan membantu kita meningkatkan jumlah waktu di mana kita sepenuhnya “terjaga”. Kita bisa mengakui kepada diri kita sendiri bahwa, misalnya, dalam satu jam terakhir kita sama sekali hanyut dalam emosi atau pikiran tentang kecemasan atau penyesalan. Kita bisa mengakui bahwa kita tidak bisa menghentikan pikiran kita. Setiap kali menyadari bahwa kita tidak hidup di waktu sekarang, kemungkinan kita melakukan hal itu di masa depan akan semain besar.

Tolle berpendapat bahwa kita bisa semakin masuk ke dalam “sekarang” melalui rutinitas kehidupan sehari-hari: mencuci tangan, duduk di mobil, melangkah, bernapas—menyadari semua gerakan ini. Jika gerakan itu dilakukan secara mekanis dan otomatis, berarti kita tidak sepenuhnya merasakan waktu sekarang.

Hukum dasar Tolle adalah bahwa semakin kita menolak situasi kita sekarang ini, semakin menyakitkan rasanya. Sudah tentu, jika kita berpikir “ini tidak mungkin terjadi”, kenyataan bahwa hal ini memang terjadi membuat peristiwa tersebut jadi tak tertahankan. Menungu dan menanti-nanti hari dimana kita akan bahagia atau kaya, misalnya, hanya akan membuat penolakan terhadap situasi sekarang ini jadi semakin kuat. Pikiran bahwa kita bisa berada di tempat lain, dengan seseorang yang lain, melakukan sesuatu yang lai, bisa mengubah kehidupan kita menjadi sebuah neraka. Apakah ada jalan keluar? penulis memberikan solusi yang justru bertentangan: kita harus memaafkan situasi ini dan menerimanya: bahkan sekalipun kita membenci situasi tersebut, tetapi jangan terus-menerus berkata kepada diri kita sendiri, “Ini tidak terjadi, tidak mungkin.”

Tolle juga berbicara tentang kebencian orang terhadap waktu sekarang. Ia mendeskripsikan keadaan normal pikiran sebagai “suatu tingkat kegelisahan, ketidakpuasan, kejenuhan, atau kegugupan yang nyaris tiada henti—semacam gangguan yang melatarbelakangi”. Kita selalu berusaha menghindar dari kerasnya momen sekarang, baik dengan membuatnya menjadi sesuatu membosankan atau sebaliknya, menjadi menarik melalui minuman dan narkoba, atau melamunkan impian masa depan atau mengenang masa lalu. Perasaan menyesal atau menginginkan sesuatu tercipta jika kita gagal mengapresiasi waktu sekarang, satu-satunya waktu yang pernah kita miliki. Tetapi dengan menerima sepenuhnya apa yang sedang terjadi, kita akan menemukan cara untuk mengatasinya. Kita bisa mulai melihat bahwa kehidupan kita, keberadaan kita, tidak sama dengan situasi hidup kita.

Tolle menantang kita untuk memikirkan waktu sekarang, yang sebenarnya bebas dari masalah. Masalah hanya eksis ketika saatnya tiba, maka semakin kita hidup di waktu sekarang, semakin sedikit kehidupan yang kita berikan untuk masalah tersebut. Ia meminta kita untuk tidak memberi penilaian tentang berbagai situasi, sehingga situasi tersebut bukan lagi situasi baik atau buruk melainkan hanya situasi. Tahanlah rasa takut Anda dan jangan berlama-lama membenci situasi tersebut, maka kita akan menemukan bahwa ada solusi yang muncul.

Bila kita bertindak dari sosok diri kita yang terdalam, bukan diri kita yang terus-menerus berjuang menjadi sesuatu, kita akan bebas dari rasa takut. Ironisnya, keadaan rileks ini membuat kita jadi lebih mudah meraih keberhasilan dalam berbagai situasi kehidupan kita. Kita menerima berbagai hal yang muncul dan cepat beradaptasi dengan mereka, tidak remuk ketika hal-hal tidak terjadi seperti yang kita rencanakan.

Relasi Masa Kini.

Dalam sebuah bab yang mengulas tentang relasi yang tercerahkan, Tolle berkata bahwa “sebagian besar ‘relasi cinta’ segera menjadi relasi cinta/benci”. Adalah sesuatu yang dianggap normal jika kita tiba-tiba berubah dari cinta dan sayang menjadi pertentangan, dan kembali lagi ke cinta; seperti kata pepatah, tidak tahan hidup dengan seseorang, tidak tahan hidup tanpa mereka. Kita percaya bahwa jika kita bisa melenyapkan keadaan negatif, semuanya akan baik-baik saja. Tetapi Tolle berkata bahwa hal itu tidak akan pernah terjadi. Baik cinta maupun benci saling bergantung satu sama lain, dan merupakan “aspek yang berbeda dari disfungsi yang sama”.

Ketika kita jatuh cinta, orang yang kita cintai membuat kita merasa utuh, tetapi kelemahannya adalah tumbuh ketergantungan terhadap orang tersebut dan takut pada segala kemungkinan kehilangan dirinya. Ego memiliki kebutuhan akan keutuhan, tetapi relasi romantis bukan tempat yang tepat untuk mencari keutuhan karena akan membuat kita merasa tergantung pada sesuatu atau seseorang di luar diri kita. Kita semua memiliki  kepedihan dalam diri kita yang tampaknya jadi sembuh saat kita jatuh cinta, padahal kepedihan itu masih ada di sana dan terasa kembali ketika bulan madu sudah selesai.

Tujuan relasi jangka panjang yang sejati, kata Tolle, bukan bukan untuk membuat kita merasa bahagia atau lengkap, melainkan untuk mengeluarkan kepedihan yang ada dalam diri kita sehingga kepedihan tersebut bisa diubah; untuk membuat kita menjadi lebih sadar. Dan jika kita menerima hal ini kita akan pindah ke level lain, dan relasi tersebut akan berkembang dengan wajar, bebas dari pengharapan kita yang tidak riil.

Jika relasi Anda saat ini tampak seperti “drama gila”, alih-alih berusaha lari dari relasi ini, Anda justru harus masuk lebih dalam lagi dan menerima kenyataan ini. Tolle menyatakan bahwa relasi intim tidak pernah lebih sulit dari yang sekarang ada, tetapi relasi tersebut mungkin juga menawarkan peluang terbesar untuk memperoleh kemajuan spiritual.

Kata Penutup.

Alih-alih menampilkan rencana besar untuk meraih sukses, The Power of Now meminta kita untuk lebih hadir dalam rutinitas kehidupan sehari-hari, untuk melihat apakah kita bisa memberi arti pada setiap momen. Apakah ada yang perlu disesalkan kecuali bahwa kita tidak lebih hadir dalam situasi, atau lebih “ada” dalam relasi yang sekarang sudah jilang?

Sebagian penyakit mental disebabkan karena tidak mampu menghentikan percakapan internal. Sebaliknya, orang yang memiliki kesehatan mental yang sangat baik akan mampu mendiamkan pikiran mereka, dan dari keheningan ini, ia mengakses diri yang sesungguhnya yang menawarkan solusi sempurna untuk masalah kita.

Meski buku ini memiliki gaya pengungkapan personal yang umum terdapat pada buku-buku spiritual, The Power of Now tampak baru, bahkan revolusioner, dan buku ini merupakan salah satu buku yang paliing praktis untuk mengubah kehidupan Anda dengan cara yang bisa dipergunakan terus-menerus.

Pastikan Anda membaca buku ini. Jika Anda memang membutuhkannya, bacalah lebih dari sekali. Gaya penulisannya sangat jelas sehingga ketika pertama kali membaca Anda akan berpikir bahwa Anda sudah “memahami pesannya”. Tetapi karya ini baru akan dipahami sepenuhnya jika ajarannya dipraktekkan.

Eckhart Tolle.

Lahir di Jerman, Tolle lulus dari University of London dan Cambridge University, tempat dimana ia enjadi peneliti dan penyelia.

Selama satu dekade terakhir ia menjadi guru spiritual bagi kelompok dan individual di Eropa dan Amerika Utara, serta bermukim di Vancouver, British Columbia.

The Power of Now telah diterjemahkan ke dalam 17 bahasa. Buku-buku Tolle lainnya yaitu Practicing the Power of Now dan Stilness Speaks.



(Sumber:
1.      Buku 50 Spiritual Classics – Meraih Kebijaksanaan dalam Pencerahan dan Tujuan Batin melalui 50 Buku Legendaris Dunia, karya Tom Butler-Bowdon, diterbitkan oleh PT BHUANA ILMU POPULER KELOMPOK GRAMEDIA.
2.      Gambar: https://www.penguinrandomhouse.com/authors/67665/eckhart-tolle)








Rabu, 11 Maret 2020

THE BOOK OF CHUANG TZU


Abad ke-4


CHUANG TZU

Hasil gambar untuk Chuang Tzu

Kata-kata Bijak
Kehidupan yang terbaik adalah kehidupan yang selaras dengan keteraturan alam semesta yang tak terlihat


THE BOOK OF CHUANG TZU



“Menganggap sumber sebagai kemurnian dan yang keluar dari sumber sebagai buruk; memandang peninbunan sebagai ketidakmampuan; hidup dalam kedamaian dan dengan kejernihan spiritual, inilah yang di masa lalu dikenal sebagai jalan Tao.”
“Jangan tejebak pada label; jangan memiliki rencana jahat; jangan beranggapan Anda yang menentukan kejadian; jangan bergantung pada pengetahuan. Pahami yang tak terbatas, dan mengembaralah tanpa jejak.”


C
hina 2.300 tahun yang lalu mengalami periode penuh gejolak dan perang. Para penguasa sangat menginginkan kemenangan dan bersedia memikirkan gagasan baru apa pun yang bisa membantu mereka mengalahkan lawan dan mempertahankan kekuasaan. Di masa ini hiduplah seorang filsuf yang cemerlang, Chuang Tzu. Ia diminta oleh salah seorang kaisar untuk menjadi penasihatnya, tetapi ia menolak tawaran ini karena tidak ingin dimanfaatkan oleh kekaisaran.

The Book of Chuang Tzu menjadi salah satu karya penting tentang Taoisme, bersama Tao Te Ching, yang hadir 200 tahun lebih dulu. Konon Chuang Tzu menulis sendiri tujuh bab pertama, bab lainnya ditulis oleh para pengikutnya. Bab-bab ini berisi alegori dan anekdot yang melibatkan tokoh terkenal dalam sejarah China, termasuk percakapan imajiner para pemikir besar seperti Confucius, Lao Tzu, dan Lieh Tzu.

Setelah membaca buku ini, kita bisa dengan mudah memahami keengganan Chuang Tzu bekerja untuk penguasa, karena filosofinya menolak validitas kekuasaan duniawi dan mengagumi anonimitas, bukan rencana besar. Ia menyatakan secara tidak langsung bahwa kekacauan periode Warring State terjadi karena orang telah kehilangan kesaranan tentang Tao, yang sebelumnya pernah “menyatukan langit dan bumi”.

Apa itu Tao? Tao adalah keteraturan alam semesata yang fundamental, bagaimana benda secara alami bergerak. Orang yang bijaksana atau sukses menyadari kekuatan yang mengerakkan alam semesata ini, tetap selaras dengannya, dan tidak pernah lupa bahwa ia adalah sumber segala sesuatu.

Rendah Hati di Hadapan Tao
Dalam bab “Masa Banjir Musim Gugur”. Chuang Tzu mempersembahkan alegori berikut ini.
Ketika banjir musim gugur datang, Dewa Sungai Kuning merasa senang karena areanya sekarang menjadi sangat luas. Ia mengalir dalam keagungannya melewati negeri, hingga akhirnya tiba di Laut Utara. Disana ia bertemu dengan Jo, Dewa Laut, dan merasa rendah hati melihat keluasannya dibandingkan dengan dirinya. Melihat hal ini, Dewa Sungai Kuning teringat kisah seekor kodok yang duduk dalam sumur dan terkagum-kagum melihat air yang ada di depannya, tetapi selamanya tidak mengetahui luasnya lautan. Ia ingat serangga musim panas yang hanya hidup di satu musim, yang tidak pernah mengetahui apa itu es. Demikian juga, tulisnya, seorang terpelajar yang terkurung dalam ajarannya tidak bisa memiliki pemahaman yang nyata tentang Tao. Ia mungkin menganggap dirinya hebat karena memiliki sebagian pengetahuan Taoisme, tetapi ini tidak sama dengan menjadi selaras dengan Tao.

Orang biasa tidak mau atau tidak bisa memandang prestasi mereka dari sudut pandang yang tepat. Mereka hanya memperhatikan bentangan kehidupan mereka sendiri, tidak menyadari ribuan tahun yang ada sebelum mereka atau pun kebesaran alam semesta. Mereka banyak melakukan hal-hal kecil, yang hanya menyuntikkan kecemasan dan kebingungan ke dalam dunia. Kisah ini menyiratkan bahwa kita seharusnya berhenti menganggap diri kita seperti suangai yang besar, dan menyadari bahwa kita lebih mirip setitik air dalam samudra.
Mengetahui Totalitas

Bagi manusia normal, ada perbedaan besar antara kaya dan miskin, kecil dan besar, benar dan salah, berguna dan tidak berguna. Tetapi dari sudut pandang Tao semua itu sama saja, semuanya satu. Itulah sebabnya mengapa orang yang maju tidak akan melewati hidup dengan membuat penilaian dan perbedaan, melainka tetap menjaga pikiran mereka sebagai bagian dari keseluruhan.

Keselarasan dengan Tao memungkinkan Anda mengenali totalitas kehidupan, bukan hanya bagian yang Anda sukai. Itulah sebabnya mengapa seseorang yang selaras dengan Tao akan tampak sedikit terpisah: Mereka tidak terikat dengan  satu aspek kehidupan tertentu yang merugikan orang lain. Memiliki keterikatan ini berarti menyangkal reaitas kehidupan. Orang lain, mengenal dunia hanya melalui kabut pikiran dan gagasan mereka sendiri, tidak pernah memahami keagungan Tao.

Orang yang memahami Tao bebas dari ketakutan tentang siklus kelahiran dan kematian, nasib baik dan buruk. Mereka bisa hidup tanpa terlalu tenggelam dalam pencarian hal-hal baik ataupun penghindaran hal-hal buruk, kebahagiaan mereka datang dari ketenangan dan keterpisahan yang sempurna. Mereka melihat segala sesuatu sebagai bagian dari sesuatu yang utuh. Mereka tidak bisa dibuat sakit hati ataupun dihancurkan reputasinya, karena mata mereka terarah pada hal-hal yang lebih besar.

Kebahagiaan Yang Ada di Balik Situasi Ekstrim
Dalam pemikiran Chuang Tzu, kita sebenarnya tidak boleh mencari kebahagiaan. Pemikiran sebagian besar orang tentang kebahagiaan adalah mengejar hal-hal yang mereka rindukan, dan dengan melakukan itu mereka terus ada dalam keadaan beraksi. Dengan pikiran terpusat ke masa depan dan hal-hal abstrak, mereka melupakan merawat tubuh mereka.

Tetapi seseorang yang selaras dengan Tao tidak mencari “kebahagiaan” jenis ini. Kebahagiaan yang sesungguhnya terjadi karena tidak memiliki beban manusia normal, yang terus berayun antara kegembiraan dan kesedihan, kemenangan dan kegagalan. Tetapi kita bisa melampaui situasi ekstrem ini dan hidup dalam keadaan “tindakan tanpa aksi”; artinya, tindakan kita dilakukan dalam keselarasan dengan Tao, bukan dalam rangka mengejar hasrat dan keinginan kita sendiri.

Sebagian besar orang bisa berkata, “Aku sekarang puas” atau “Aku merasa bahagia”, tetapi jenis kepuasan seseorang yang selaras dengan Tao adalah tidak ingat lagi apa itu kepuasan, dan tidak tahu seperti apa rasanya tidak bahagia. Kebahagiaan karenanya lebih dari sekedar mencapai sesuatu “keadaan” bahagia. Kebahagiaan ini ditemukan dengan cara melampaui prinsip normal pikiran manusia, hasrat, dan emosi, mencapai ketenangan yang sempurna.

Memilih Anonimitas
Manusia yang besar tidak memamerkan amal dan tidak berusaha mencari pengaruh. Mereka tidak memandang rendah orang yang melayani mereka, ataupun mengakui hal-hal yang tidak mereka lakukan. Meski meyakini kemampuan dirinya, mereka tidak menghukum si tamak atau si kikir. Mereka tidak mementingkan diri sendiri, bukan seperti yang dilakukan orang suci, tetapi dalam pengertian bahwa hidup mereka tidak menimbulkan gejolak. Sebaliknya, orang yang melindungi reputasinya, atau ingin terkenal atau kaya, justru menimbulkan gejolak.

Dalam percakapan dengan Confucius, Adipati Jen berkata, “Pohon yang lurus adalah pohon yang akan lebih dulu ditebang, sumur yang airnya manis adalah sumur yang akan lebih dulu kering.” Ia menunjukkan kepada Confucius bahwa pengetahuannya telah membuat dirinya menonjol: Pengetahuannya membuat dirinya menjadi pusat perhatian karena pengetahuan ini memperlihatkan kekontrasan antara dirinya yang kaya pengetahuan dan orang lain yang minim pengetahuan. Poinnya adalah bahwa seseorang yang menghabiskan waktu mereka untuk mempertahankan citra “hebat” akan berakhir sebagai orang yang sibuk mempertahankan citra; mereka hanya terus ”mengaduk-aduk”. Seseorang yang selaras dengan Tao, di sisi lain, mencerminkan sifat Tao—mereka tidak terlihat atau terdengar seperti seseorang yang istimewa, walaupun demikian mereka memiliki suatu kekuatan khusus. Adipati Jen menambahkan bahwa kekuatan sesungguhnya adalah menjadi unsur suatu kesatuan yang lebih besar, seperti seekor burung dalam suatu kawanan.

Gagasan Chuang Tzu tentang manusia yang sempurna adalah seseorang yang tidak berusaha menjadi sumber cahaya bagi dunia: Mereka berperan sebagai saluran yang jernih bagi cahaya itu, tidak peduli kapan dan dimana cahaya itu akan bersinar. Hal ini membutuhkan kerendahan hati yang total, menjadi sosok yang “kosong dan bersih”. Orang seperti ini tidak menginginkan kekuasaan dan tidak tertarik mengecam, dan konsekuensinya mereka jadi tidak dikecam. Dalam bahasa yang sederhana, mereka tidak membiarkan diri mereka masuk ke dalam tren kehidupan. Orang menganggap mereka gila karena mereka mencari anonimitas, tetapi mereka tahu bahwa inilah jalan kepuasan sejati.

Kehidupan Yang Sederhana adalah Yang Terbaik
Seorang penguasa China pernah berupaya mundur dari jabataannya dan bermaksud menyerahkan tongkat kepemimpinan pada seorang pria bernama Shan Chuan. Saat itu adalah masa di mana para penguasa diberi gelar “Anak-anak Langit”,  dan menjadi penguasa adalah kehormatan yang tertinggi. Tetapi Shan Chuan berkata, “Mengapa aku ingin memimpin sebuah negeri?” ia memiliki kehidupan yang sederhana, mengolah tanah pertanianya dan menikmati pergantian musim. Ia tidak bisa melihat kebajikan dalam kekuasaan dan kehormatan. Sekali orang memilikinya, mereka akan menghabiskan seluruh waktu mereka untuk terus berupaya memilikinya, dan ini bukan kehidupan.

Maksud Chuang Tzu, seseorang yang selaras dengan Tao selalu memilih kehidupan yang damai, bukan kekuasaan. Ironisnya, orang yang tidak tertarik dengan kekuasaan justru yang akan menjadi penguasa terbaik, tetapi kaisar dan menteri seperti in jarang ada. Demikian pula, seseorang yang selaras dengan Tao tidak menghabiskan waktu mereka untuk mengejar keuntungan. Mereka bahagia dengan diri mereka dan tidak menginginkan lebih banyak lagi. Mereka lupa mengapa mereka melakukan pekerjaan mereka, menyatu dengan pekerjaan mereka, tanpa ego atau memikirkan imbalan. Ironisnya, hal ini justru membuat hasil pekerjaan mereka menjadisangat baik.

Karakteristik Orang Yang Selaras Dengan Tao
Berikut ini adalah karakteristik orang yang selaras dengan Tao, dikumpulkan dari kisah-kisah dan ulasan Chuang Tzu:

·    Orang yang selaras dengan Tao tidak memiliki rencana besar, melainkan merespon berbagai hal yang muncul.

·     Mereka memisahkan diri dari benda-benda, karena mereka tahu bahwa hanya dengan demikian mereka bisa melihat orang lain dengan jelas.

·       Sebagian besar orang berusaha mencari pemenuhan, tetapi orang yang bijaksana ingin menjadi kosong, menjadi saluran bagi Tao.

·      Orang yang selaras dengan Tao memiliki kegembiraan seorang anak dalam hidupnya, dipadu dengan kebijaksanaan orang tua.

·    Mereka melampaui moralitas konvensional. Jika seseorang harus berpikir tentang kebajikan, hal itu berarti mereka tidak hidup dengan alami.

·    Orang yang selaras dengan Tao memandang “pengetahuan” dari sudut pandang yang tepat, mereka memiliki pengetahuan yang berasal dari kesadaran tentang totalitas hidup, melampaui pengetahuan orang yang terpelajar.

Karena mereka berpikir dan bertindak dengan cara yang berbeda dari orang normal, seseorang yang selaras dengan Tao mungkin tampak sedikit gila. Tetapi dari sudut pandang mereka, cara orang lain menjalani hidup itulah yang aneh.

Kata Penutup
Pintu masuk kedalam China Kuno yang dibukakan Chuang Tzu memang mengagumkan dan mungkin membangkitkan minat Anda terhadap perkembangan Taoisme. Jelas ia memiliki selera humor yang bagus, selalu menyelipkan lelucon ke dalam kekakuan adat dan hirarki masyarakat China. Tetapi yang membuat karya ini abadi adalah pemahaman Chuang Tzu yang sangat baik terhadap kondisi manusia.

Misalnya, di zaman kita, orang peduli dengan “tujuan hidup”. Tetapi ChuangTzu mengajak kita untuk mempertimbangkan bahwa alih-alih mencari pemenuhan, lebih baik mengolah pikiran yang kosong melalui kontemplasi dan meditasi agar kita bisa melihat dunia ini dengan lebih jelas. Dengan cara ini kita secara alami akan menemukan kesempatan untuk melakukan tindakan yang sesuai dengan siapa diri kita dan apa yang perlu dilakukan di dunia ini. Jika kita menyadari konsep Tao ini, ia akan memberikan kepada kita kesempatan untuk terhubung kembali dengan suatu kecerdasan yang jauh lebih besar dari kecerdasan kita sendiri.

The Book of Chuang Tzu adalah karya yang bisa Anda gunakan seumur hidup, untuk dimintai nasihat setiap kali anda membutuhkan bimbingan dan pencerahan. Karena berisi alegori, dibutuhkan interpretasi, dan penerjemahan yang baik telah membuat karya ini menjadi lebih bisa diakses dari sebelumnya. Dua buku versi modern yang bagus adalah yang diterjemahkan oleh Martin Palmer dan Elizabeth Breuily, serta Jonathan Cleary.


(Sumber:
1.      Buku 50 Spiritual Classics – Meraih Kebijaksanaan dalam Pencerahan dan Tujuan Batin melalui 50 Buku Legendaris Dunia, karya Tom Butler-Bowdon, diterbitkan oleh PT BHUANA ILMU POPULER KELOMPOK GRAMEDIA.
2.      Gambar: https://simple.wikipedia.org/wiki/Chuang_Tzu#/media/File:Zhuangzi.gif)

Minggu, 08 Maret 2020

The Tao of Physics

1976



FRITJOF CAPRA


Kata-kata Bijak

Fisika dan spiritualitas adalah dua sisi dari satu uang logam.


The Tao of Physics


“Kita bisa melihat bagaimana dua fondasi fisika abad ke-20―teori kuantum dan teori relativitas―keduanya mendorong kita untuk melihat dunia sama seperti pemeluk agama Hindu, Buddha, atau Tao melihat dunia, dan bagaimana persamaan ini semakin terasa saat kita melihat upaya yang dilakuakan baru-baru ini, yaitu menggabungkan kedua teori ini untuk mendeskripsikan fenomena dunia submikroskopis…. Disinilah persamaan antara fisika modern dan mistisisme Timur terlihat sangat jelas, dan kita sering menghadapi pernyataan yang hampir tidak mungkin dikenali apakah pernyataan itu dibuat oleh fisikawan atau oleh mistiku Timur.”


A
pa hubungan fisika dengan spiritualitas? Fritjof Capra mengajukan pertanyaan ini ketika ia, sambil bekerja sebagai peneliti di bidang fisika partikel, mulai tertarik dengan agama-agama Timur. Deskripsi tentang materi dan realitas di kedua bidang ini mengejutkan dirinya karena ternyata sangat mirip, meski tampaknya tak seorang pun pernah menjelaskan hubungan antara keduanya. Bukan fisika klasik yang dijadikan perbandingan, melainkan fisika kuantum yang relatif masih baru, yang mengingatkan tentang cara memahami dunia yang―bagi mata-mata knvensional―hanya bisa dideskripsikan sebagai sesuatu yang mistis.

The Tao of physics: An Exploration of the Parallel between Modern Physics and Eastern Mysticism telah menciptakan aliran penulisan yang baru yang menghubungkan ilmu pengetahuan dengan spiritualitas, dan masih menjadi perhatian karena kegemparan yang dibawanya tentang hubungan yang sebelumnya tidak diketahui. Diterbitkan pada saat ilmu pengetahuan dan teknologi sedang berjaya, buku ini terasa mengejutkan karena memadukan ilmu pengetahuan modern dengan fenomena alam yang aneh, yang telah dideskripsikan dan dijelaskan oleh literatur spiritual berabad-abad yang lalu.

Jagad Raya Yang Sama, Mata Yang Berbeda
Capra menuliskan bahwa jagad raya yang dibayangkan oleh Isaac Newton pada abad-17 bersifat mekanis, mesin raksasa yang terdiri dari benda-benda bergerak yang, jika Anda mengetahui hukumnya, bisa diprediksi sepenuhnya. Segala sesuatu yang terjadi dalam alam ini memiliki sebab yang pasti, dan setiap peristiwa mempunyai efek tertentu. Waktu dan ruang terpisah, dan jika seseorang mengamati dari jarak yang cukp dekat, semua benda bisa diuraikan hingga ke intinya.

Jagad raya model Newton ini jelas sesuai dengan cara kerja dunia kita sehari-hari, dimana sebutir garam jatuh ke atas piring, sebuah bola terbang melintasi udara, planet beredar dalam tata suryanya. Teori ini masuk akal. Tetapi, teori relativitas Einstein menunjukkan bahwa benda tidak memiliki kepadatan seperti yang dirasakan oleh indra kita. Benda bukankah “benda” melainkan energi, yang mengambil rupa dan rasa suatu bentuk. Dunia ini tidak solid melainkan terus bergerak.

Ahli fisika kuantum pertama membuktikan  teori ini dngan penemuan mereka bahwa materi, ketika diamati hingga ke bagian yang sangat kecil, lebih baik dipahami sebagai suatu medan dimana bentuk-bentuk energi―proton, elektron, dan sebagainya―tak henti-hentinya bergerak. Dan kontras dengan jagat raya “bola biliar” versi Newton, dimana sebuah objek diduga mendorong objek lainnya untuk melakukan hal-hal tertentu, dunia versi fisika kuantum jauh lebih cair, tidak terikat pada hubungan sebab-akibat yang kaku. Para pelopor fisika kuantum, Werner Heisenberg dan Neils Bohr tidak bisa mempercayai sepenuhnya hasil dan implikasi sebagian dari percobaan mereka sendiri, seperti berikut ini:

·       Partikel sering sekali muncul di tempat-tempat yang tidak mereka duga.

·   Mereka tidak bisa memprediksikan kapan peristiwa subatomis tertentu akan terjadi, hanya bisa mencatat probabilitas terjadinya peristiwa tersebut.

·  Terkadang partikel akan terlihat oleh para pengamat sebagai partikel, kadang-kadang tampak menyerupai pola gelombang.

·      Berdasarkan hukum Newton, partikel bukanlah objek, melainkan indikasi reaksi dan interkoneksi yang bisa diamati.

·    Partikel tidak saling terpental satu sama lain saat mempertahankan sifat utama mereka. Sebaliknya, mereka terus menyerap satu sama lain atau bertukar sifat.

·     Partikel hanya bisa dimengerti jika mereka berada dalam lingkungannya, bukan sebagai objek yang terisolasi.

Singkatnya, percobaan ini mengungkapkan bahwa sifat dasar dunia fisik kita bukan seperti sekumpulan objek, melainkan jaring interaksi yang kompleks dalam gerakan yang konstan.

Capra menuliskan bahwa nukleus sebuah atom—“isi” atom—berukuran 100.000 kali kecil dari besar atomnya, namun menguasai hampir seluruh massa fisik atom. Dari sini kita mulai bisa bisa memahami bahwa apa yang kita ketahui sebagai kursi atau apel atau orang, meski tampak solid, memiliki suatu struktur yang sebagian besar didasari oleh ruang kosong, dan sesuatu tampak solid biasanya karena ia berada dalam keadaan bervibrasi hebat.

Meskipun demikian, guna memperkenalkan satu dari sekian banyak paradoks dalam ilmu kuantum, “ruang kosong” itu nyaris seperti hidup dan partikel bisa muncul secara spontan dari ruang itu tanpa sebab-sebab yang jelas. Seperti yang dituliskan Capra: “Materi yang muncul dalam eksperimen ini sama sekali berubah-ubah. Semua partikel dapat berubah menjadi partikel lain; mereka diciptakan dari energi dan lenyap menjadi energi.” Dalam medan energi partikel atom ini, perbedaan antara materi dan ruang kosong yang ada disekelilingnya menjdi tidak jelas, dan ruang kosong itu sendiri menjadi sesuatu yang penting. Ruang kosong ini sekarang dipahami sebagai sesuatu yang hidup, dan bentuk fisik hanyalah “manifestasi sementara dari ruang kosong tersebut”.

Ruang Kosong Sebagai Pencipta
Dengan mendalami kosmologi Hindu, Tao, dan Buddha, Capra menyadari bahwa deskripsi mereka tentang bagaimana alam raya ini berproses sesuai dengan penemuan aneh dan paradoks dalam mekanika kuantum. Agama-agama ini, jauh lebih tua daripada fisika Newton, telah lama memiliki paham keutuhan dan kekekalan.

Dalam Buddhisme, penyebab dari suatu penderitaan adalah trishna, keterikatan atau keinginan, yang tidak tahu bahwa hidup ini fana, di mana ilusi kestabilan hanya akan menimbulkan masalah. Doktrin kefanaan ini ditemukan dalam agama China, yang meyakini bahwa sifat alam adalah selalu mengalir dan berubah. Salah satu buku utama tentang pemikiran China adalah I-Ching (Books of Changes/Kitab Perubahan), yang akan menuntun pembaca pada tindakan yag komplementer dengan gerakan hal-hal di suatu waktu.

Dalam fisika kuantum, terciptanya atau hancurnya patikel sering kali terjadi tanpa sebab. Ada medan tempat mereka muncul, dan lenyap, tetapi mereka seakan-akan beraksi di luar aturan sebab-akibat. Tetapi Capra menuliskan bahwa kenihilan bukanlah kekosongan, paradoks yang banyak disampaikan dalam agama-agama Timur. Hinduisme, misalnya memiliki istilah untuk ruang kosong ini, yaitu Brahman, suatu medan potensi di mana darinya segala sesuatu muncul, dan Tarian Shiva mengungkapkan proses abadi penciptaan dan penghancuran materi. Dalam Buddhisme, sunyata adalah ruang kosong yang hidup yang melahirkan segala sesuatu yang bersifat fisik. Hal utama dari Taoisme adalah Tao, sifat kosong dan tak terbentuk dari alam semeta, yang merupakan substansi utama penciptaa.

Oleh karena itu secara meyakinkan Capra menyatakan bahwa paradoks kepadatan dan kefanaan serta kenihilan dan keberadaan, yang telah membingungkan ahli-ahli fisika kuantum, telah menjadi bagian dari agama-agama Timur selama berabad-abad. Ajaran yang sebelumnya mungkin hanya dianggap sebagai jampi-jampi mistis, setidaknya dalam pandangan masyarakat Barat yang rasional, ternyata terbukti benar. Ajaran Timur sejak dulu telah mendeskripsikan (dengan kata-kata yang paling mungkin) dengan tepat sistem penciptaan, bukan dalam istilah matematis melainkan dalam mitologi, seni dan puisi.

Dari Banyak Menjadi Satu
Yin dan yang di China menggambarkan kekuatan yang kelihatannya berlawanan (feminin-maskulin, intuitif-rasional, terang-gelap, dan sebagainya), tetapi sebenarnya mereka saling melengkapi, satu sama lain saling membutuhkan agar bisa eksis. Capra menuliskan bahwa tujuan mistisisme Timur, baik itu Hinduisme, Buddhisme, ataupun Taoisme, adalah untuk mengetahui bahwa alam semesta ini merupakan satu kesatuan yang utuh, meski tampaknya terdiri dari sejumlah besar objek yang terpisah-pisah.

Filsuf Prancis dari abad-17, Rene Descartes, menggambarkan manusia sebagai makhluk yang berpikir, mampu menilai alam ini secara objektif, dan peradaban Barat berkembang dengan membedakan antara pikiran dan materi. Fisika kuantum telah menghancurkan pendapat tentang objektivitas, karena eksperimen menunjukkan bahwa patikel mengambil bentuk yang berbeda-beda tergantung bagaimana kita memutuskan untuk melihat mereka. Dalam bahasa Heisenberg, “Yang kita amati bukanlah alam itu sendiri, melainkan alam yang dilihat berdasarkan metode pengamatan kita.” Berarti, pola dalam alam yang kita amati dengan sesuatu yang dianggap sebagai objektifitas mungkin bukan realitas terakhir yang sesungguhnya, tetapi akan merefleksikan bagaimana pikiran kita berkembang. Kita berhenti menjadi pengamat dunia atom, dan menjadi partisipan di dalamnya.

Pelajaran dari fisika kuantum, serta pendapat filsafat Hindu dan Buddha, adalah bahwa perbedaan antara pelaku, tindakan, dan objek dari tindakan bersifat artifisial. Mereka semua adalah satu.

Apa arti semua ini bagi kita secara pribadi? Pemisahan antara pikiran dan materi yang dilakukan Descartes membuat kita menganggap diri kita sebagai ego yang terpisah dalam raganya masing-masing. Tetapi Capra mengatakan bahwa kesadaran tentang diri kita yang terpisah dari dunia menciptakan rasa fragmentasi, dimana kita memiliki beragam keyakinan, bakat, perasaan, dan aktifitas. Dalam Buddhisme ada istilah untuk cara memandang hidup seperti ini di mana kita menganggap diri kita sebagai sebuah ego yang berdiri sendiri: avidya atau “ilusi”. Literatur Hindu, Bhagavad-Gita, mengatakan: “Karena jalinan kekuatan alam, semua aksi terjadi tepat pada waktunya, tetapi manusia yang tersesat dalam delusi egois berpendapat bahwa dirinya adalah seorang aktor.” Dan perhatikan kalimat yang diambil dari Upanishad ini: “Ketika pikiran diganggu, keanekaragaman hal terbentuk, tetapi ketika pikiran ditenangkan, keanekaragaman itu pun lenyap.”

Dengan kata lain, dunia akan berubah jika kita merasakannya dengan cara yang berbeda. Beranggapan dunia ini terbentuk dari jutaan hal yang berbeda sangat sesuai dengan hukum Newton, tetapi hal ini berpotensi menghancurkan jika kita menerapkan hukum ini pada diri kita sendiri. Jika kita melihat dunia ini sebagai suatu kesatuan, kita dapat menyembuhkan dan menyatukan diri kita sendiri. Kita tidak akan ingin menyakiti orang lain ataupun merusak lingkungan kita, karena itu berarti menyakiti diri kita sendiri.

Kata Penutup
Jika Anda hanya mengambil satu poin dari The Tao of Physics, hendaknya poin itu adalah: Ilmu pengetahuan modern membenarkan lebih banyak lagi konsepsi spiritual atau mistis tentang alam semesta.  

Capra menyatakan bahwa mistikus dan ilmuwan sama-sama pengamat alam dan keduanya melaporkan hasil penemuan mereka dalam bahasa yang mereka ketahui. Mengingat bahasa ini berasal dari dua dunia yang berbeda, maka adanya kesamaan dalam deskripsi mereka menunjukkan bahwa kita semakin dekat pada pengetahuan tentang apa yang menggerakan alam semesta ini. The Tao of Physics mampu mengungkapkan bahwa alam semesta ternyata jauh lebih ajaib dari yang kita bayangkan, atau setidaknya lebih ajaib daripada bayangan fisika konvensional, dan di saat yang sama menunjukkan bahwa manusia telah lama mejalin pengetahuan yang benar dari pola-polanya ke dalam mitologi, agama, dan seni, fisika Newton mengharapkan adanya penjelasan sebab-akibat untuk segala sesuatu, tetapi agama selalu tahu bahwa hal ilmiah bergerak dalam cara yang misterius dan ajaib. Dengan kata lain, apa yang terlihat ajaib bagi ilmu pengetahuan, dari sudut pandang spiritual, hal tersebut memang seperti itu adanya.

Sekarang sudah hampir 30 tahun sejak The Tao of Physics diterbitkan, dan ilmu pengetahuan pun juga telah bergerak maju. Bagaimanapun juga, konsep dasarnya masih benar, dan edisi tua tahun 1970-an mungkin akan menggemparkan pikiran Anda sama seperti edisi yang lebih baru. Buku ini merupakan pengantar yang bagus untuk mendalami agama-agama Timur, dan jika Anda tidak tahu banyak tentang bidang ini, hal itu sudah bisa dijadikan alasan untuk membaca buku ini.

Frijof Capra
Capra menerima gelar doktor bidang fisika teoritis dari University of Vienna pada tahun 1966. Ia bekerja sebagai peneliti bidang fisika partikel di University of Paris, University of California di Santa Cruz, Stanford Linear Accelerator Center, Imperial College, London, dan Lawrence Berkeley Laboratory di Universuty of California. Ia juga mengajar di University of California dan San Francisco State University.

Buku-buku Capra yang lain di antaranya adalah The Turning Point, Uncommon Wisdom, The Web of Life, dan The Hidden Connections. Ia tinggal di California.


(Sumber: Buku 50 Spiritual Classics – Meraih Kebijaksanaan dalam Pencerahan dan Tujuan Batin melalui 50 Buku Legendaris Dunia, karya Tom Butler-Bowdon, diterbitkan oleh PT BHUANA ILMU POPULER KELOMPOK GRAMEDIA)