Minggu, 08 Maret 2020

The Tao of Physics

1976



FRITJOF CAPRA


Kata-kata Bijak

Fisika dan spiritualitas adalah dua sisi dari satu uang logam.


The Tao of Physics


“Kita bisa melihat bagaimana dua fondasi fisika abad ke-20―teori kuantum dan teori relativitas―keduanya mendorong kita untuk melihat dunia sama seperti pemeluk agama Hindu, Buddha, atau Tao melihat dunia, dan bagaimana persamaan ini semakin terasa saat kita melihat upaya yang dilakuakan baru-baru ini, yaitu menggabungkan kedua teori ini untuk mendeskripsikan fenomena dunia submikroskopis…. Disinilah persamaan antara fisika modern dan mistisisme Timur terlihat sangat jelas, dan kita sering menghadapi pernyataan yang hampir tidak mungkin dikenali apakah pernyataan itu dibuat oleh fisikawan atau oleh mistiku Timur.”


A
pa hubungan fisika dengan spiritualitas? Fritjof Capra mengajukan pertanyaan ini ketika ia, sambil bekerja sebagai peneliti di bidang fisika partikel, mulai tertarik dengan agama-agama Timur. Deskripsi tentang materi dan realitas di kedua bidang ini mengejutkan dirinya karena ternyata sangat mirip, meski tampaknya tak seorang pun pernah menjelaskan hubungan antara keduanya. Bukan fisika klasik yang dijadikan perbandingan, melainkan fisika kuantum yang relatif masih baru, yang mengingatkan tentang cara memahami dunia yang―bagi mata-mata knvensional―hanya bisa dideskripsikan sebagai sesuatu yang mistis.

The Tao of physics: An Exploration of the Parallel between Modern Physics and Eastern Mysticism telah menciptakan aliran penulisan yang baru yang menghubungkan ilmu pengetahuan dengan spiritualitas, dan masih menjadi perhatian karena kegemparan yang dibawanya tentang hubungan yang sebelumnya tidak diketahui. Diterbitkan pada saat ilmu pengetahuan dan teknologi sedang berjaya, buku ini terasa mengejutkan karena memadukan ilmu pengetahuan modern dengan fenomena alam yang aneh, yang telah dideskripsikan dan dijelaskan oleh literatur spiritual berabad-abad yang lalu.

Jagad Raya Yang Sama, Mata Yang Berbeda
Capra menuliskan bahwa jagad raya yang dibayangkan oleh Isaac Newton pada abad-17 bersifat mekanis, mesin raksasa yang terdiri dari benda-benda bergerak yang, jika Anda mengetahui hukumnya, bisa diprediksi sepenuhnya. Segala sesuatu yang terjadi dalam alam ini memiliki sebab yang pasti, dan setiap peristiwa mempunyai efek tertentu. Waktu dan ruang terpisah, dan jika seseorang mengamati dari jarak yang cukp dekat, semua benda bisa diuraikan hingga ke intinya.

Jagad raya model Newton ini jelas sesuai dengan cara kerja dunia kita sehari-hari, dimana sebutir garam jatuh ke atas piring, sebuah bola terbang melintasi udara, planet beredar dalam tata suryanya. Teori ini masuk akal. Tetapi, teori relativitas Einstein menunjukkan bahwa benda tidak memiliki kepadatan seperti yang dirasakan oleh indra kita. Benda bukankah “benda” melainkan energi, yang mengambil rupa dan rasa suatu bentuk. Dunia ini tidak solid melainkan terus bergerak.

Ahli fisika kuantum pertama membuktikan  teori ini dngan penemuan mereka bahwa materi, ketika diamati hingga ke bagian yang sangat kecil, lebih baik dipahami sebagai suatu medan dimana bentuk-bentuk energi―proton, elektron, dan sebagainya―tak henti-hentinya bergerak. Dan kontras dengan jagat raya “bola biliar” versi Newton, dimana sebuah objek diduga mendorong objek lainnya untuk melakukan hal-hal tertentu, dunia versi fisika kuantum jauh lebih cair, tidak terikat pada hubungan sebab-akibat yang kaku. Para pelopor fisika kuantum, Werner Heisenberg dan Neils Bohr tidak bisa mempercayai sepenuhnya hasil dan implikasi sebagian dari percobaan mereka sendiri, seperti berikut ini:

·       Partikel sering sekali muncul di tempat-tempat yang tidak mereka duga.

·   Mereka tidak bisa memprediksikan kapan peristiwa subatomis tertentu akan terjadi, hanya bisa mencatat probabilitas terjadinya peristiwa tersebut.

·  Terkadang partikel akan terlihat oleh para pengamat sebagai partikel, kadang-kadang tampak menyerupai pola gelombang.

·      Berdasarkan hukum Newton, partikel bukanlah objek, melainkan indikasi reaksi dan interkoneksi yang bisa diamati.

·    Partikel tidak saling terpental satu sama lain saat mempertahankan sifat utama mereka. Sebaliknya, mereka terus menyerap satu sama lain atau bertukar sifat.

·     Partikel hanya bisa dimengerti jika mereka berada dalam lingkungannya, bukan sebagai objek yang terisolasi.

Singkatnya, percobaan ini mengungkapkan bahwa sifat dasar dunia fisik kita bukan seperti sekumpulan objek, melainkan jaring interaksi yang kompleks dalam gerakan yang konstan.

Capra menuliskan bahwa nukleus sebuah atom—“isi” atom—berukuran 100.000 kali kecil dari besar atomnya, namun menguasai hampir seluruh massa fisik atom. Dari sini kita mulai bisa bisa memahami bahwa apa yang kita ketahui sebagai kursi atau apel atau orang, meski tampak solid, memiliki suatu struktur yang sebagian besar didasari oleh ruang kosong, dan sesuatu tampak solid biasanya karena ia berada dalam keadaan bervibrasi hebat.

Meskipun demikian, guna memperkenalkan satu dari sekian banyak paradoks dalam ilmu kuantum, “ruang kosong” itu nyaris seperti hidup dan partikel bisa muncul secara spontan dari ruang itu tanpa sebab-sebab yang jelas. Seperti yang dituliskan Capra: “Materi yang muncul dalam eksperimen ini sama sekali berubah-ubah. Semua partikel dapat berubah menjadi partikel lain; mereka diciptakan dari energi dan lenyap menjadi energi.” Dalam medan energi partikel atom ini, perbedaan antara materi dan ruang kosong yang ada disekelilingnya menjdi tidak jelas, dan ruang kosong itu sendiri menjadi sesuatu yang penting. Ruang kosong ini sekarang dipahami sebagai sesuatu yang hidup, dan bentuk fisik hanyalah “manifestasi sementara dari ruang kosong tersebut”.

Ruang Kosong Sebagai Pencipta
Dengan mendalami kosmologi Hindu, Tao, dan Buddha, Capra menyadari bahwa deskripsi mereka tentang bagaimana alam raya ini berproses sesuai dengan penemuan aneh dan paradoks dalam mekanika kuantum. Agama-agama ini, jauh lebih tua daripada fisika Newton, telah lama memiliki paham keutuhan dan kekekalan.

Dalam Buddhisme, penyebab dari suatu penderitaan adalah trishna, keterikatan atau keinginan, yang tidak tahu bahwa hidup ini fana, di mana ilusi kestabilan hanya akan menimbulkan masalah. Doktrin kefanaan ini ditemukan dalam agama China, yang meyakini bahwa sifat alam adalah selalu mengalir dan berubah. Salah satu buku utama tentang pemikiran China adalah I-Ching (Books of Changes/Kitab Perubahan), yang akan menuntun pembaca pada tindakan yag komplementer dengan gerakan hal-hal di suatu waktu.

Dalam fisika kuantum, terciptanya atau hancurnya patikel sering kali terjadi tanpa sebab. Ada medan tempat mereka muncul, dan lenyap, tetapi mereka seakan-akan beraksi di luar aturan sebab-akibat. Tetapi Capra menuliskan bahwa kenihilan bukanlah kekosongan, paradoks yang banyak disampaikan dalam agama-agama Timur. Hinduisme, misalnya memiliki istilah untuk ruang kosong ini, yaitu Brahman, suatu medan potensi di mana darinya segala sesuatu muncul, dan Tarian Shiva mengungkapkan proses abadi penciptaan dan penghancuran materi. Dalam Buddhisme, sunyata adalah ruang kosong yang hidup yang melahirkan segala sesuatu yang bersifat fisik. Hal utama dari Taoisme adalah Tao, sifat kosong dan tak terbentuk dari alam semeta, yang merupakan substansi utama penciptaa.

Oleh karena itu secara meyakinkan Capra menyatakan bahwa paradoks kepadatan dan kefanaan serta kenihilan dan keberadaan, yang telah membingungkan ahli-ahli fisika kuantum, telah menjadi bagian dari agama-agama Timur selama berabad-abad. Ajaran yang sebelumnya mungkin hanya dianggap sebagai jampi-jampi mistis, setidaknya dalam pandangan masyarakat Barat yang rasional, ternyata terbukti benar. Ajaran Timur sejak dulu telah mendeskripsikan (dengan kata-kata yang paling mungkin) dengan tepat sistem penciptaan, bukan dalam istilah matematis melainkan dalam mitologi, seni dan puisi.

Dari Banyak Menjadi Satu
Yin dan yang di China menggambarkan kekuatan yang kelihatannya berlawanan (feminin-maskulin, intuitif-rasional, terang-gelap, dan sebagainya), tetapi sebenarnya mereka saling melengkapi, satu sama lain saling membutuhkan agar bisa eksis. Capra menuliskan bahwa tujuan mistisisme Timur, baik itu Hinduisme, Buddhisme, ataupun Taoisme, adalah untuk mengetahui bahwa alam semesta ini merupakan satu kesatuan yang utuh, meski tampaknya terdiri dari sejumlah besar objek yang terpisah-pisah.

Filsuf Prancis dari abad-17, Rene Descartes, menggambarkan manusia sebagai makhluk yang berpikir, mampu menilai alam ini secara objektif, dan peradaban Barat berkembang dengan membedakan antara pikiran dan materi. Fisika kuantum telah menghancurkan pendapat tentang objektivitas, karena eksperimen menunjukkan bahwa patikel mengambil bentuk yang berbeda-beda tergantung bagaimana kita memutuskan untuk melihat mereka. Dalam bahasa Heisenberg, “Yang kita amati bukanlah alam itu sendiri, melainkan alam yang dilihat berdasarkan metode pengamatan kita.” Berarti, pola dalam alam yang kita amati dengan sesuatu yang dianggap sebagai objektifitas mungkin bukan realitas terakhir yang sesungguhnya, tetapi akan merefleksikan bagaimana pikiran kita berkembang. Kita berhenti menjadi pengamat dunia atom, dan menjadi partisipan di dalamnya.

Pelajaran dari fisika kuantum, serta pendapat filsafat Hindu dan Buddha, adalah bahwa perbedaan antara pelaku, tindakan, dan objek dari tindakan bersifat artifisial. Mereka semua adalah satu.

Apa arti semua ini bagi kita secara pribadi? Pemisahan antara pikiran dan materi yang dilakukan Descartes membuat kita menganggap diri kita sebagai ego yang terpisah dalam raganya masing-masing. Tetapi Capra mengatakan bahwa kesadaran tentang diri kita yang terpisah dari dunia menciptakan rasa fragmentasi, dimana kita memiliki beragam keyakinan, bakat, perasaan, dan aktifitas. Dalam Buddhisme ada istilah untuk cara memandang hidup seperti ini di mana kita menganggap diri kita sebagai sebuah ego yang berdiri sendiri: avidya atau “ilusi”. Literatur Hindu, Bhagavad-Gita, mengatakan: “Karena jalinan kekuatan alam, semua aksi terjadi tepat pada waktunya, tetapi manusia yang tersesat dalam delusi egois berpendapat bahwa dirinya adalah seorang aktor.” Dan perhatikan kalimat yang diambil dari Upanishad ini: “Ketika pikiran diganggu, keanekaragaman hal terbentuk, tetapi ketika pikiran ditenangkan, keanekaragaman itu pun lenyap.”

Dengan kata lain, dunia akan berubah jika kita merasakannya dengan cara yang berbeda. Beranggapan dunia ini terbentuk dari jutaan hal yang berbeda sangat sesuai dengan hukum Newton, tetapi hal ini berpotensi menghancurkan jika kita menerapkan hukum ini pada diri kita sendiri. Jika kita melihat dunia ini sebagai suatu kesatuan, kita dapat menyembuhkan dan menyatukan diri kita sendiri. Kita tidak akan ingin menyakiti orang lain ataupun merusak lingkungan kita, karena itu berarti menyakiti diri kita sendiri.

Kata Penutup
Jika Anda hanya mengambil satu poin dari The Tao of Physics, hendaknya poin itu adalah: Ilmu pengetahuan modern membenarkan lebih banyak lagi konsepsi spiritual atau mistis tentang alam semesta.  

Capra menyatakan bahwa mistikus dan ilmuwan sama-sama pengamat alam dan keduanya melaporkan hasil penemuan mereka dalam bahasa yang mereka ketahui. Mengingat bahasa ini berasal dari dua dunia yang berbeda, maka adanya kesamaan dalam deskripsi mereka menunjukkan bahwa kita semakin dekat pada pengetahuan tentang apa yang menggerakan alam semesta ini. The Tao of Physics mampu mengungkapkan bahwa alam semesta ternyata jauh lebih ajaib dari yang kita bayangkan, atau setidaknya lebih ajaib daripada bayangan fisika konvensional, dan di saat yang sama menunjukkan bahwa manusia telah lama mejalin pengetahuan yang benar dari pola-polanya ke dalam mitologi, agama, dan seni, fisika Newton mengharapkan adanya penjelasan sebab-akibat untuk segala sesuatu, tetapi agama selalu tahu bahwa hal ilmiah bergerak dalam cara yang misterius dan ajaib. Dengan kata lain, apa yang terlihat ajaib bagi ilmu pengetahuan, dari sudut pandang spiritual, hal tersebut memang seperti itu adanya.

Sekarang sudah hampir 30 tahun sejak The Tao of Physics diterbitkan, dan ilmu pengetahuan pun juga telah bergerak maju. Bagaimanapun juga, konsep dasarnya masih benar, dan edisi tua tahun 1970-an mungkin akan menggemparkan pikiran Anda sama seperti edisi yang lebih baru. Buku ini merupakan pengantar yang bagus untuk mendalami agama-agama Timur, dan jika Anda tidak tahu banyak tentang bidang ini, hal itu sudah bisa dijadikan alasan untuk membaca buku ini.

Frijof Capra
Capra menerima gelar doktor bidang fisika teoritis dari University of Vienna pada tahun 1966. Ia bekerja sebagai peneliti bidang fisika partikel di University of Paris, University of California di Santa Cruz, Stanford Linear Accelerator Center, Imperial College, London, dan Lawrence Berkeley Laboratory di Universuty of California. Ia juga mengajar di University of California dan San Francisco State University.

Buku-buku Capra yang lain di antaranya adalah The Turning Point, Uncommon Wisdom, The Web of Life, dan The Hidden Connections. Ia tinggal di California.


(Sumber: Buku 50 Spiritual Classics – Meraih Kebijaksanaan dalam Pencerahan dan Tujuan Batin melalui 50 Buku Legendaris Dunia, karya Tom Butler-Bowdon, diterbitkan oleh PT BHUANA ILMU POPULER KELOMPOK GRAMEDIA)

         
         


Tidak ada komentar:

Posting Komentar