Sabtu, 14 Agustus 2021

Shiksha Shatakam , Pelajaran Tertinggi

Sri Chaitanya Mahaprabhu

(Gambar : https://id.pinterest.com/pin/472737292138715228/)


 Shiksha Shatakam

Pelajaran Tertinggi


Shiksha berarti learning, “pembelajaran”. Bukan teaching, “ajaran”. Ajaran bersifat dari atas ke bawah; ada yang mengajarkan dan yang belajar. Pembelajaran berarti belajar bersama. Lewat delapan ayat atau shathakam ini,  Chaitanya mengajak kita untuk belajar bersama.

Kendati demikian, persis seperti ilmu-ilmu tinggi lainnya, pembelajaran ini pun menuntut kualifikasi awal. Dan kualifikasi itu adalah keterbukaan diri kita untuk menemukan jati diri, untuk menemukan sumber kesadaran di dalam diri, untuk menemukan kasih, cinta sejati.

Bila kita puas dengan identitas diri yang diperoleh dari dunia ini, Shiksha Shatakam bukanlah untuk kita. Ayat-ayat pembelajaran ini ditujukan kepada mereka yang tidak puas dengan identitas semu pemberian dunia dan siap menemukan identitas diri yang sebenarnya.

 

Keinginan Tunggal

1

Wahai Hyang Maha Tinggi,

Sang Pencipta dan Pemelihara Semesta,

Hanyalah Engkau yang kurindukan!

Bukan kemewahan, pun bukan kekayaan.

Anak, siswa, murid, pujian dan kedudukan

Tak satu pun yang kuhendaki.

Aku tak butuh pengakuan sebagai

Seniman, penyair, atau penulis.

Adalah kesadaran akan KasihMu yang

Tulus nan tanpa pamrih,

Hanyalah itu yang kuinginkan dalam

Setiap masa kehidupanku.

 

 

Aku tak Berdaya – Engkau Mahadaya

2

Wahai Hyang Maha Menawan!

Selama ini aku menjadi budak

ambisi dan keinginan-keinginanku.

Aku telah jatuh dalam lumpur

hawa nafsu pancaindra.

Gusti, aku tak mampu menggapaiMu,

namun Kau dapat menemukanku.

Aku tak berdaya, Engkau Mahadaya.

Aku hanyalah debu dibawah kaki suciMu,

Angkatlah diriku dan berkahilah

Daku dengan KasihMu!

 

 

Nama Hyang Mulia

3

Wahai Hyang Maha Menawan,

Engkau telah mengisi namaMu

dengan kekuatanMu yang berlimpah;

namun tak satu pun peraturan

Kau buat untuk mengenangnya.

Sungguh luar biasa rahmatMu,

Luar biasa pula kemalanganku,

Sehingga hati ini tak tertarik

Untuk mengenang KebesaranMu.

 

 

Sifat Seorang Panembah

4

Tanpa mengejar pujian dan pengakuan

bagi diri, hendaknya seseorang panembah

selalu menghormati orang lain.

Hendaknya ia rendah hati seperti rumput,

dan senantiasa memaafkan seperti pohon.

Melakoni hidup dengan cara itu,

Biarlah ia selalu menyebut nama suci

Hyang Mahamenawan dengan

Penuh rasa, penuh kasih,

Sambil mengenang segala karya,

rahmat, dan berkahNya.

 

 

Kekuatan “Rindu”

5

Wahai Hyang Maha Menawan,

Kurindukan saat-saat indah ketika

Airmataku bercucuran hanya

karena mengingat namaMu;

Sekujur tubuhku bergetar dengan

getaran ilahi, dan suaraku serak

karena luapan kasih ketika

Menyanyikan keagunganMu.

Kapan datangnya saat ketika

Ucapan namaMu saja dapat

Memunculkan rasa kasih ilahi

Lahir dan batin di dalam diri?

 

 

Aku MilikMu

6

Wahai Hyang Maha Menawan,

Hyang kusayangi, dan kucintai;

Diriku ini milikMu, sebagaimana

kuketahui diriMu adalah milikku.

Cintaku untukMu semata untuk melayaniMu.

Harapanku padaMu semoga Kau berkenan

atas ungkapan kasihku padaMu,

Keinginanku hanya satu,

bagaimana membahagiakanMu.

Cintaku tak akan pernah putus,

walau Kau berpaling muka.

Diterima, dipeluk dengan penuh kasih;

di sia-siakan, disakiti, dan dizalimi

dengan cara apa pun jua;

ditolak atau ditinggal seumur hidup;

Terserah apa pun yang Kau lakukan,

tetaplah Engkau saja satu-satunya

yang kusayangi, kucintai.

Kau pun tahu, selain diriMu

tak ada yang lain dalam hidupku.

 

 

Hubungan Jiwa dan Raga

7

Wahai Hyang Maha Menawan,

Hyang kucintai,

Engkaulah pemilik jiwaku.

Engkaulah dambaan hatiku.

Bagaimana dapat kulupakan Engkau?

Baru kusadari, hubungan kita

Bahkan melebihi hubungan jiwa.

Sesungguhnya Engkaulah yang

menghidupi jiwaku.

Hubungan raga tak langgeng,

dan pastilah berakhir suatu ketika.

Namun hubungan jiwa denganMu

Langgeng dan abadi adanya.

Mengapa belum juga Kau menampakkan diri?

Aku sungguh tak dapat hidup tanpaMu,

Engkau pun tahu betul hal itu.

 

 

Kasih Ilahi, Kesadaran Ilahi

8

Dengan menyebut nama

Hyang Mahamenawan

Cermin jiwa terbersihkan;

Bara pikiran kebendaan yang

Menyengsarakan terpadamkan;

dan berkembanglah kasih dan

Kesadaran Ilahi yang mahamembahagiakan.

Tercapai pula kepuasan diri yang

tak terbayang sebelumnya;

Pengalaman yang melebihi segala

pengalaman sebelumnya;

Kesadaran yang sempurna

dan mahatinggi.

 

            Kata-kata memiliki arti, memiliki makna, tapi seberapa?

       Dengan bercerita tentang proses pengasahan, kita tidak dapat menambah kilauan intan. Dengan bercerita tentang proses pengasahan, kita tidak dapat mengubah intan yang masih gelondongan menjadi permata bernilai tinggi. Proses pengasahan itu sendirilah yang dibutuhkan untuk menambah nilai.

            Dan kesadaranlah yang memberi nilai tambah pada hidup kita. Kesadaran tertinggi adalah kesadaran kasih yang merangkul semua, tanpa kecuali.

          Setiap orang yang sadar tahu persis bahwa pencerahan bukanlah monopoli dirinya. Kesadaran adalah hak setiap orang walaupun ada yang tersadarkan lebih awal dan ada yang agak lambat. Hanya perbedaan waktu saja, tidak ada perbedaan lain yang mendasar.

            Sumber kesadaran berada di dalam diri kita sendiri, tidak berasal diluar diri kita.

            Seorang guru sejati hanya mengingatkan kita bahwa kita bisa membebaskan diri dari kebodohan, dari ketaksadaran. Kemuliaan ada dalam diri setiap orang, tinggal digali, ditemukan, dan diungkapkan.

            Hendaknya kita selalu ingat bahwa sesungguhnya kita sendiri yang dapat membantu diri sendiri. Kita sendiri yang mesti membantu diri sendiri. Dan, kita dapat melakukannya, asal kita percaya diri. Itu saja.




(Sumber: The Ultimate Learning, Pembelajaran untuk Berkesadaran, karya Anand Krishna, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta)

 


 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar