Selasa, 21 Januari 2020

Kaivalya Darsanam

Hasil gambar untuk SRI YUKTESWAR

The Holy Science

By

Jnanavatar Swami Sri Yukteswar Giri


Pendahuluan

Para Suci dari segala negeri dan zaman telah berhasil dalam pencarian Tuhan mereka. Memasuki keadaan pencerahan sejati, nirbikalpa samadhi, para suci ini telah menyadari Realitas Tertinggi di balik semua nama dan bentuk. Kebijaksanaan dan nasihat spiritual mereka telah menjadi kitab suci dunia. Semua ini, meskipun secara lahiriah berbeda karena ‘jubah’ kata-kata yang beraneka ragam, semuanya adalah ungkapan -beberapa yang terbuka dan jelas, yang lain tersembunyi atau simbolis- dari kebenaran dasar Realias yang sama.

Gurudeva saya, Jnanavatar* Swami Sri Yukteswar (1855-1936) dari Serampore, sangat cocok untuk memahami kesatuan yang mendasari antara kitab suci agama Kristen dan Sanatana Dharma. Menempatkan teks suci di atas meja mind(gugusan pikiran dan perasaan)nya yang bersih, Ia dapat membedah mereka dengan pisau bedah penalaran intuitif, dan memisahkan interpolasi(penambahan atau pengurangan) dan interpretasi yang keliru oleh para ahli kitab, dari kebenaran aslinya seperti yang awalnya diberikan oleh Para Suci.


*”Perwujudan Kebijaksanaan”; dalam Bahasa Sanskrta jnana, “Kebijaksanaan”, avatar, “Inkarnasi Ilahi”.  (Catatan Penerbit)


Oleh karena wawasan spiritual yang tepat dari Jnanavatar Swami Sri Yukteswar, sekarang menjadi mungkin, melalui buku ini, untuk membangun harmoni mendasar antara Alkitab Wahyu, dan filsafat Sankhya di India.

            Seperti yang telah dijelaskan gurudeva saya dalam pengantar, halaman ini ditulis olehnya dalam kepatuhan terhadap permintaan yang dibuat oleh Babaji, Hyang Mulia gurudeva Lahiri Mahasaya, yang pada gilirannya menjadi  gurudeva dari Sri Yukteswar. Saya telah menulis tentang ketiga Great Master ini seperti kehidupan Yesus dalam buku saya, Autobiography of a Yogi (Los Angeles: Self-Realization Fellowship).

            Sutra-sutra Sanskerta yang tercantum dalam The Holy Science akan menjelaskan banyak hal tentang Bhagavad-Gita serta kitab suci besar India lainnya.

Paramahansa Yogananda


249 Dwapara (A.D. 1949)



Kata Pengantar

            Sutras…

Kaivalya Darsanam (Penjelasan Kebenaran Akhir) ini telah ditulis oleh Priya Nath Swami, putra Kshetranath dan Kadambini dari keluarga Karar.

            Atas permintaan dari Pembimbing Agung (Mahavatar Babaji) di Allahabad menjelang akhir tahun ke-194 Dwapara Yuga, paparan ini telah diterbitkan untuk kepentingan dunia.



Tahun 1894 ketika buku ini ditulis, Babaji memberi penulis gelar "Swami". Ia kemudian secara formal diinisiasi ke dalam Ordo Swami oleh Mahanta (kepala biara) dari Buddha Gaya, Bihar, dan menambahkan nama biara pada Sri Yukteswar. Ia termasuk dalam cabang Giri ("gunung") dari Ordo Swami. (Catatan Penerbit)


Tujuan dari buku ini adalah untuk memperlihatkan dengan sejelas mungkin bahwa terdapat kesatuan yang mendasari semua agama; tidak ada perbedaan pada kebenaran yang ditanamkan oleh berbagai kepercayaan; hanya ada satu metode yang dengannya dunia, baik eksternal maupun internal, telah berevolusi; dan hanya ada satu tujuan yang diterima oleh semua kitab suci, tetapi kebenaran dasar ini tidak mudah dipahami. Perselisihan yang ada antara agama yang berbeda, dan ketidaktahuan manusia, membuat hampir tidak mungkin untuk mengangkat selubung dan melihat Kebenaran Agung ini. Kredo memupuk semangat permusuhan dan pertikaian; ketidaktahuan memperluas jurang yang memisahkan satu kepercayaan dengan kepercayaan lainnya. Hanya beberapa orang yang memiliki bakat khusus yang dapat melampaui pengaruh kepercayaan mereka dan menemukan ketunggalan-mutlak dalam kebenaran yang disebarkan oleh semua agama besar.

Tujuan buku ini adalah untuk menunjukkan keharmonisan yang melatarbelakangi berbagai agama, dan untuk membantu mengikat mereka bersama. Tugas ini memang tugas yang sangat besar, tetapi di Allahabad saya dipercayakan dengan misi oleh perintah suci. Allahabad, 

Prayaga Tirta yang sakral, tempat pertemuan Sungai Gangga, Jamuna, dan Saraswati, adalah tempat berkumpulnya umat manusia duniawi dan penyembah spiritual pada saat Kumbha Mela. Manusia pada umumnya tidak dapat melampaui batas duniawi di mana mereka telah membuat batasan bagi diri mereka sendiri; Tidak demikian dengan para penyebah spiritual, walau telah meninggalkan keduniawian, mereka datang dan bergabung dalam keramaian. Namun orang-orang yang sepenuhnya asyik dengan masalah duniawi sangat membutuhkan bantuan dan bimbingan dari mereka yang kudus yang membawa terang bagi umat manusia. Jadi harus ada tempat di mana penyatuan antara dua kelompok ini mungkin. Tirtha mampu menjadi tempat pertemuan seperti itu. Situasinya seperti di pantai dunia, tapi tidak ada keributan dan pesta makan. Para sadhu (pertapa) dengan pesan untuk kepentingan umat manusia menemukan Kumbha Mela sebagai tempat yang ideal untuk memberikan instruksi kepada mereka yang dapat mengindahkannya.

Sebuah pesan yang sifatnya seperti itu saya pilih untuk disebarkan ketika saya berkunjung ke Kumbha Mela yang diadakan di Allahabad pada bulan Januari 1894. saat saya berjalan di sepanjang tepi Sungai Gangga, saya dipanggil oleh seorang pria dan mendapat kehormatan untuk  berdialog dengan orang suci yang agung, Babaji, Beliau adalah gurudeva dari guruku sendiri, Lahiri Mahasaya, dari Benares. Tokoh suci di Kumbha Mela ini adalah paramguruji maharaj* saya sendiri, meskipun demikian ini adalah pertemuan pertama kami. Selama percakapan saya dengan Babaji, kami berbicara tentang kelas khusus pria yang sekarang sering mengunjungi tempat-tempat ziarah ini. Saya dengan rendah hati menyarankan bahwa ada pria yang jauh lebih besar dalam kecerdasan daripada kebanyakan dari mereka yang hadir saat itu, orang-orang yang tinggal di belahan dunia yang jauh - Eropa dan Amerika - yang mengaku berbeda keyakinan, dan tidak mengetahui signifikansi nyata Kumbha Mela. Mereka adalah orang-orang yang cocok untuk mengadakan persekutuan dengan para penyembah spiritual, sejauh menyangkut kecerdasan; namun orang-orang intelektual semacam itu di negeri mereka, sayangnya, dalam banyak kasus mengutamakan materi. Beberapa dari mereka, meskipun terkenal karena penyelidikan mereka dalam bidang sains dan filsafat, tidak mengakui kesatuan esensial dalam agama. Kredo-kredo yang mengaku sebagai pelayan tumbuh menjadi hambatan yang hampir tidak dapat diatasi yang mengancam pemisahan umat manusia selamanya.


*Paramguru, secara harfiah berarti, "diatas guru" karena guru dari guru seseorang. Akhiran ji menunjukkan rasa hormat. Maharaj, "raja agung" adalah sebutan yang sering ditambahkan pada nama-nama tokoh spiritual yang luar biasa. (catatan penerbit)


Paramguruji maharaj saya, Babaji tersenyum dan, menghormati saya dengan gelar Swami, memaksakan kepada saya tugas untuk menulis buku ini. Saya terpilih, saya tidak tahu alasannya, untuk menghilangkan penghalang dan membantu membangun kebenaran dasar dalam semua agama.         Buku ini dibagi menjadi empat bagian, sesuai dengan empat tahap dalam pengembangan pengetahuan. Tujuan tertinggi agama adalah Atma-jnanam, Pengetahuan tentang Diri Sejati. Tetapi untuk mendapatkan ini, pengetahuan tentang dunia luar diperlukan. Oleh karena itu, bagian pertama buku ini membahas Kitab Suci Veda dan berupaya untuk menetapkan kebenaran mendasar penciptaan dan untuk menggambarkan evolusi dan involusi(kerumitan?) dunia.


            Semua makhluk, dari yang tertinggi ke yang terendah dalam mata rantai ciptaan, ditemukan ingin menyadari tiga hal: keberadaan, kesadaran, dan kebahagiaan. Maksud atau tujuan ini adalah pokok pembahasan di bagian kedua buku ini. Bagian ketiga membahas metode mewujudkan tiga tujuan hidup. Bagian keempat membahas wahyu yang datang kepada mereka yang telah melakukan perjalanan jauh untuk mewujudkan tiga cita-cita kehidupan dan yang sangat dekat dengan tujuan mereka.

            Metode yang telah saya adopsi dalam buku ini adalah pertama-tama mengucapkan sebuah proposisi dalam istilah-istilah Sanskerta dari para bijak dari Timur, dan kemudian menjelaskannya dengan merujuk pada kitab suci barat. Dengan cara ini saya telah mencoba yang terbaik untuk menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nyata, apalagi konflik nyata, antara pengajaran Timur dan Barat. Ditulis sebagai buku ini, di bawah inspirasi paramgurudeva saya, dan di Zaman Dwapara semua departemen pengetahuan berkembang pesat, saya berharap bahwa pentingnya buku ini tidak akan dilewatkan oleh mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar