Rabu, 29 Januari 2020

A THEORY OF EVERYTHING


2000



KEN WILBER



Kata-kata Bijak
Memiliki penjelasan tentang alam semesta yang melibatkan materi dan kesadaran.



A THEORY OF EVERYTHING

“Bangsa Yunani memiliki sebuah kata yang indah, Kosmos, yang berarti semua eksistensi yang berpola, termasuk hal-hal fisik, emosi, mental, spiritual…. Tetapi kita, orang modern yang malang ini, telah memperkecil Kosmos menjadi kosmos; Kita telah memperkecil materi, tubuh, pikiran, jiwa dan roh menjadi hanya materi. Dan dalam dunia materialisme ilmiah yang menjemukan danmembosankan ini, kita ditenangkan oleh pendapat bahwa teori yang menyatukan dimensi fisik sebenarnya adalah teori tentang segala sesuatu.”


K
ita sering mendengar tentang kemajuan terakhir di ilmu fisika sebagai satu langkah lebih dekat menuju penjelasan lengkap tentang alam semesta kita. Tetapi filsuf Ken Wilber terhenyak oleh fakta bahwa teori ini hanya berhubungan dengan dunia fisik. Bagaimana dengan pikiran, jiwa dan roh yang memberi arti pada kehidupan dan materi? Bisakah kita tidak memiliki suatu pemahaman tentang alam yang bertanggung jawab atas kesadaran?

            Di titik ini dalam perkembangan umat manusia, ia merasa bahwa sudah tugas kita untuk mengembangkan kosmologi yang tidak hanya membahas tentang materi, tetapi juga pikiran, jiwa, diri dan budaya—memahami seni, fisika, sosiologi, politik, kedokteran, dan bisnis selain juga gerkan partikel dan planet. “Teori tentang segala sesuatu” semacam ini selalu sulit dimengerti, tetapi mengingat sifat dunia yang terfragmentasi dan terpisah-pisah, ia berpendapat, “Sepotong kecil keutuhan lebih baik daripada tidak ada sama sekali.”

            Satu point penting dalam perjalanannya adalah ia menemukan gagasan bangsa Yunani tentang Kosmos, yang meliputi semua dimensi—fisik, emosi, mental, dan spiritual—dalam pandangan tentang jagad raya. Kosmos lebih menyerupai kesadaran daripada teori, bahwa pengalaman kehidupan lahiriah dan batiniah sama-sama penting, dan hal ini berimplikasi pada bagaimana sekarang ini kita memandang dunia. Implikasi pertama adalah bahwa perkembangan diri merupakan faktor utama dalam bentangan sejarah, dan implikasi kedua adalah bahwa pandangan dunia ilmiah dan spiritual bisa dipertemukan.

Spiral Kesadaran
Pada tahun 1960-an, Abraham Maslow mengemukakan gagasan tentang orang yang “mengaktualisasikan diri”, yaitu orang yang, begitu kebutuhan fisik dan emsional mereka terpenuhi, mulai mencari pemenuhan psikologi dan spiritual. Yang lebih baru, para peneliti seperti Clare Graves dan Jenny Wade mengembangkan model yang memandang perkembangan manusia sebagai serangkaian gelombang atau tahapan. Dalam model ini, manusia bergerak melalui “holons” psikologi yang memberi kita suatu pandangan tertentu tentang hidup, dan masing-masing harus diwujudkan sepenuhnya sebelum kita bisa bergerak ke tahap berikutnya. Etika, nilai, motivasi, dan pendidikan seseorang harus dipahami sesuai dengan tahapan perkembangan mereka. Kita tidak bisa melompati tahap-tahap ini, karena setiap tahap dilengkapi oleh tahap yang berikutnya.

            Wilber tertarik dengan model perkembangan ini karena mereka memberi landasan ilmiah bagi konsep Kosmosnya tentang kebangkitan kesadaran manusia.  Dalam A Theory of Everything: An Integral Vision for Business, Poitics, Science and Spirituality, ia mendedikasi ruang yang cukup besar untuk teori tertentu, dinamika spiral, yang sukses diaplikasikan pada isu-isu yang dihadapi oleh Afrika Selatan ketika menghapuskan apartheid. Dikembangkan oleh Don Beck dan Christoper Cowan, konsep ini menekankan pada individu dan komunitas di luar kategori biasa seperti ras, gender, atau pendidikan, menyentuh cara fundamental mereka dalam memandang dunia. Setiap cara memandang dunia ini diberi warna:

  • Beige (Purba-Naluriah)—bertahan hidup; kepuasan dari keinginan dasar
  • Ungu (Gaib-Animistis)—suku; ritual; kekeluargaan; percaya pada roh-roh
  • Merah (Dewa Penguasa)—heroisme mitologis; feodalisme; “dunia hutan rimba”; kekuasaan selalu menang
  • Biru (Orde mitos)—kompromi kaku terhadap hierarki sosial; hanya satu jalan yang benar atau salah; hukum dan keteraturan; patriotisme yang kuat; fundamentalisme religius
  • Orange (Pencapaian Ilmiah)—individualisme; pencerahan ilmiah rasional; fokus pada kesuksesan ekonomi
  • Hijau (Sensitif)—sensitivitas ekologis dan emosional; membangun relasi; humanisme universal melampaui dogma dan tradisi; kebenaran politis; hak asasi manusia



Beck menulis bukunya di Afrika Selatan, dan ia berpendapat, “Tidak ada orang kulit hitam dan orang kulit putih; yang ada adalah orang ungu, orang biru, orang orange, orang hijau…” Tidak mungkin menyelesaikan masalah sosial dan poitik dengan solusi yang didasari oleh ras, atau gender atau kategori lama lainnya—yang terpenting adalah pola pikir psikologis orang.

      Kesimpulan Wilber adalah masalah dunia bukan semata-mata akibat—seperti yang selama ini diyakini—dari benturan peradaban, melainkan akibat dari benturan tingkat kesadaran.

Kesehatan Spiral
Poin utama tentang spiral adalah bahwa orang suatu warna tidak ada yang sunguh-sungguh bisa memahami orang warna lain. Seperti yang dikatakan Wilber:

“Kelompok biru merasa sangat tidak nyaman dengan sifat impulsif merah dan individualisme oranye. Individualisme oranye menganggap kelompok biru hanya untuk orang bodoh dan egalitarianisme hijau adalah lemah dan berlebihan. Egalitarianisme hijau tidak bisa dengan muda menerima peningkatan mutu dan nilai, gambar besar, hierarki, atau segala sesuatu yang bersifat otoriter.”

Orang hijau percaya bahwa caa pikir dan eksis mereka adalah yang tertinggi dan sering kali ingin memaksakannya pada seluruh dunia.  Mereka ingin dunia ini menjadi pluralistis dan multikultural, tidak dibatasi oleh tradisi. Mereka tidak mengakui hierarki karena mereka ingin menjadi egalitarian, tetapi menolak pandangan biru dan oranye. Orang hijau menolak seluruh perkembangan spiral. Oleh karena itu, mereka mereka hampir sama dengan fundamentalis religius yang merasa pandangan mereka yang benar.

      Tetapi, poin keseluruhan dari konsep spiral adalah bahwa setiap tahapan harus sepenuhnya diwujudkan sebelum seserang atau budaya bisa bergerak ke tahap berikutnya. Dan perilaku hijau itu sendiri harus digantikan dengan pemikiraan “tingkatan kedua” yang mampu melihat secara objektif spiral perkembangan manusia secara keseluruhan. Di tingkatan kedua ada dua pandangan:

  • Kuning (integratif)—memadukan yang terbaik dari setiap sifat warna di tingkat pertama untuk menciptakan suatu manusia/budaya yang fleksibel dan fungsional.
  • Turkois (holistis)—suatu penggabungan holistik antara perasaan, pengetahuan, kesadaran, dan pemahaman setiap faset eksistensi termasuk material dan spiritual.

Di tahap kuning dan turkois, kita bisa melihat gambar besar perkembangan pribadi dan evolusi umat manusia, di mana di dalamnya setiap warna memiliki peranan yang penting. Di tahap ini, kita melihat kesehatan spiral perkembangan secara keseluruhan alih-alih memaksakan suatu agenda. Dengan pemikiran tingkat kedua, kita tidak lagi memiliki dunia di mana di dalamnya setia pola pikir melawan pola pikir yang lain untuk mencari kemenangan.

            Contoh yang di berika Wilber tentang pemikiran tingkatan kedua di antaranya adalah psikologi transpersnal, Teilhard de Chardin dengan “noosfer”-nya, Mandela, dan Gandhi; filosofi mereka melampaui individual dan gerakan untuk mencari keadaan yang baik bagi masyarakat yang lebih besar.

Dua sisi koin
Cara tradisional dalam memandang ilmu pengetahuan dan agama, kata Wilber, dapat diibaratkan seperti gedung multikisah yang mempresentasikan realitas.  Kita membiarkan ilmu pengetahuan memberitahu kita tentang lantai dasar dan menyerahkan lantai atas kepada agama. Tetapi model integral atau Kosmis berkata bahwa kemungkinan ada penjelasan baik secara ilmiah maupun spiritual tentang semua fenomena. Contoh yang diberikan Wilber adalah seorang yang sedang bermeditasi dihubungkan dengan mesin EEG. Peralatan ilmiah itu menunjukan perubahan pola gelombang otak, sementara orang yang bermeditasi melaporkan terjadinya ekspansi kesadaran serta perasaan cinta dan belas ksih yang lebh besar. Kedua realitas ini benar.

            Ilmu pengetahuan belum pernah berhasil menyanggah pengalaman spiritual, dan Wilber berpendapat bahwa “spiritualitas yang dalam merupakan bagian dari ilmu pengetahuan yang lebih luas, yang merupakan pencapaian yang lebih jauh dari potensi manusia.” Artinya, semakin maju spiritualitas, semakin ilmiah spiritual tersebut (pengategorian yang mengagumkan tentang emosi dan perkembangan manusia yang ditemukan dalam Buddhisme—kadang disebut “agama ilmiah”—merupakan indikator dari hal ini). Demikian juga, pergilah ke batas ilmu pengetahuan, maka Anda akan berhadapan dengan pernyataan metafisika.

            Pada akhirnya, baik ilmu pengetahuan maupun agama merupakan ekspresi dari kebenaran, menuju pemahaman terintegrasi tentang alam semesta. Mengingkari satu sama lain ibarat pandangan seorang bayi yang tidak bisa memandang melampaui pikiran mereka yang kecil dan karenanya meyakini bahwa realitas hanyalah seperti yang mereka lihat. Dengan pandangan integral atau Kosmis, kedua sudut pandang ini tidak hanya ditoleransi tetapi dipahami sebagai unsur kebenaran.

Kata penutup
Wilber adalah seorang pemikir kontemporer terkemuka yang gagasannya sering kali kompleks, tetapi A Theory of Everything merupakan pengantar yang baik untuk memahami filosofi integralnya karena buku ini menyebutkan banyak tulisannya yang lain. Meski tidak panjang, buku ini penuh dengan gagasan, dan ulasan ini merupakan sebuah usaha untuk mendeskripsikn sebagian dari ggasan itu.

            A Theory of Everything meneruskan gagasan yang ada dalam tulisan Wilber bahwa ada tiga tahapan dasar kesadaran manusia, berpuncak pada “transpersonal”, suatu kesadaran tentang alam semesta yang tidak diselubungi ego atau diri biasa. Wilber mendefinisikan perkembangan manusia sebagai “suatu penurunan bertahap dalam egosentrisme”, artinya masa depan kita bergantung pada kemampuan menyingkirkan penutup mata dan memiliki pandangan yang lebih luas tentang sejarah. Dalam konsep ini, sejumlah kecil orang bisa menjadi tepian yang meningkatkan pusat gravitasi kesadaran dunia. Tetapi, seperti yang dikatakan spiral warna, ini tidak akan memberi hasil bagi kita kecuali perhatian penuh diberikan pada mayoritas orang yang belum berada di tahap yang tinggi.

            Membaca Wilber ibarat perjalanan naik pesawat luar angkasa. Sebagai kapten pesawat, ia mengajak Anda untuk melihat ke arah Bumi dan berusaha memahami perjalanan perkembangan mental dan spiritual umat manusia. Perjalanan ini adalah perjalanan yang menyenangkan yang akan meninggalkan perasaan sedikit pusing dan jetlag lainnya, tetapi untuk memiliki pandangan gambaran besar, hanya ada sedikit penulis yang bisa memberikan perjalanan yang lebih baik.

Ken Wilber
Wilber lahir pada tahun 1949 di Oklahoma City dan menjalani pendidikan sekolah menengah atas di Lincoln, Nebraska. Ia memilih sekolah kedokteran di Duke University, lalu mencoba belajar biokimia di Nebraska, tetapi kemudian menghentikan semua kuliahnya, mendedikasikan waktunya untuk membaca literatur tentang kesadaran dan menulis.

            Buku pertamanya, terbit tahun 1977, adalah The Spectrum of Consciousness. Buku ini diikuti dengan sejumlah judul terkenal antara lain No Boundary, The Atman Project, dan Up from Eden. Buku lainnya termasuk The Mrriage of Sense and Soul; Sex, Ecology, and Spirituality; Grace and Spirit: Spirituality and Healing in the Life and Death of Treya Killam Wilber (Treya, istri Wilber, didiagnosis menderita kanker payudara tak lama setelah mereka menikah pada tahun 1983, dan wafat pada tahun 1989); A Brief History of Everything; dan Integral Psychology.

            Wilber tinggal di Colorado.




(50 Spiritual Classics – Meraih Kebijaksanaan dalam Pencerahan dan Tujuan Batin melalui 50 Buku Legendaris Dunia, karya Tom Butler-Bowdon, diterbitkan oleh PT B  HUANA ILMU POPULER KELOMPOK GRAMEDIA)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar