Pak Joko dan Pak Bagyo
David : Pakai sorjan harus dan wajib, secara
sederhana, merupakan sarana yang kelihatan dalam Kemanunggalan. Memberi contoh
kepada junior. Tanda dan yang di tandai, Murid yang baik mencontoh Gurunya.
Guru : Kesulitan antara yang lunak dan yang keras.
‘Jangan sampai ditegur ngerti sendiri’. Cara lunak dan keras ada kelebihan dan
kekurangannya masing-masing. Minimal kita kumpul tidak merokok. Merokok atau
tidak nggak masalah, kita ‘kebal’, tapi bagaimana yang lain apakah kebal?
Minimal hasil yang baik kelihatan.
Keluarga yang berhasil tidak ada aturan, bukan orang yang
tidak tahu aturan tapi tahu sendiri, menyadari sendiri. Aturan bukan dilakukan
karena kewajiban tapi karena solidaritasnya tinggi, karena setia kawan,
bukan karena terpaksa.
Manusia ada roh dan tubuh. Tubuh memerlukan tanda secara
lahiriah. Secara umum tanda-tanda itu kita pakai. Roh, sikap mental adalah
Jawa. Secara interen tidak masalah karena mengutamakan kwalitas. Karena
perkembangan perlu contoh kebersamaan, untuk kepentingan pribadi, seberapa sih
beratnya pakai sorjan? Refleksi diri.
Belajar pengendalian diri, belajar disiplin. Gentur tapa
bratane. Disiplin tanda Keimanan. Barang siapa tidak disiplin pada hal yang
kecil tidak akan menerima yang besar. Kita tidak bicara secara pribadi tapi
secara Gantharwa. Mulailah dari yang kecil, seperti Gedung yang besar tersusun
dari pasir yang kecil.
Memang itu perlu konsekwensi, kita jadi malu, atau
ditertawakan. Secara kwalitas, ditegaskan supaya Pakaian Jawa ini mulai
dipakai. Identitas menunjukan kwalitas. Kawruh difungsikan, diterima dan
diperanankan, realisasikan.
Fernando : Carilah kebanggaan yang sejati. Pakai
sorjan akan menolong untuk lebih baik, secara umum kita masih membutuhkan. Jika
tidak pakai sorjan, untuk lebih kurang ajar makin banyak atau lebih liar.
Jender, Emansipasi Wanita.
Umum diartikan negatif, menentang suami, adanya
persaingan.
Fungsi sosial masing-masing, ayah mencari nafkah, ibu mengurus rumah
tangga, perkembangannya ada perbedaan perlakuan atau terlalu merendahkan
martabat wanita.
Dalam keluarga tidak ada ‘satu pemimpin’ harus laki atau perempuan
tapi Satu Kepemimpinan. Fungsi ‘peranan asli’ tetap, masing-masing punya
tanggung jawab.
Guru exact, ‘sama’ dan identik, ’Joko
adalah Joko’. 1+1=2, 2 identik dengan 2.
Sederhana, pria dan wanita anggap seperti ‘stang dan
roda’, sama itu motivasi, arahnya sama, kedua-duanya membawa ke tujuan.
Secara fungsi, untuk bergelinding roda yang unggul, untuk stabil stang yang
lebih baik. Sama tapi fungsi beda. Secara fungsi tidak sama dan saling
melengkapi, tidak bisa saling membanggakan.
Untuk berhasil butuh kemauan dan kemampuan.
Bicara tentang apa yang lebih unggul, lebih baik mana stang
dan roda? Persamaan hak itu tidak melihat laki dan perempuan, tapi siapa yang
mampu dan punya kemauan. Begitupun halnya dalam Negara, untuk menjadi
Pemimpin Negara tidak ada kaitannya dengan masalah melahirkan. Perbedaan dalam yang
mau, yang mampu, dan yang mau dan mampu. Dimana mempersoalkan
dan dimana tidak, yang memiliki kuasa punya tanggung jawab. Sama, lebih
kearah kwalitas, motivasi dan dari segi fungsional beda –jenis,
laki, perempuan.
Dasar, setiap pribadi ingin damai dan
sejahtera, juga lingkungan yang mendamaikan untuk diriku, tapi karena banyak
pribadi salah-salah dapat terjadi benturan. Secara sederhana duniawi
yang wajar atau rasa universal yang sehat, salah satu membuat tidak
damai itu salah.
Untuk mengembalikan, media-media yang digunakan Allah,
karena pada zamannya yang dianggap tinggi martabatnya adalah pria, maka Yesus
pria, Allah disebut Bapa. Suasana patriakat dimana pria martabatnya
tinggi saat itu, karena situasi dan kondisi, berkembang negatif sadar tidak
sadar pria menjadi liar dan wanita terbelenggu.
Sikap batin atau berdoa yang berkenan pada Allah.
Menurut anda atau dari pengalaman anda
sikap terbaik apa? Tidak usah malu, apa adanya.
Hasto : Contoh dari yang di anggap sukses,
mempersiapkan diri sebagai Dia.
Sikap batin, ‘Terjadilah kepadaku menurut kehendakMu’.
Ade : Sikap dengan penuh kerinduan.
Guru : Doa atau Sembah Hyang adalah komunikasi supaya
manunggal. Berdoa kepada Allah adalah bagaimana supaya manunggal dengan Allah.
Mendoakan orang lain adalah bagaimana agar orang lain menyatu dengan Allah.
“Sembahlah Allah dalam roh dan kebenaran”. Roh, berdoa
jangan karena terpaksa tapi dengan kerinduan. Mencium tiang beda dengan mencium
orang. Karena Allah adalah Pribadi. Komunikasi dengan Allah bukan karena
terpaksa tapi dengan kerinduan. Kebenaran, persoalannya yang benar dan
kita pun menjadi orang benar.
Doa ada tingkatannya, dengan Lima Langkah Doa.
1)
Self Correction.
2)
Pertobatan.
3)
Pengampunan.
4)
Syukur, Terima Kasih.
5)
Pengorbanan.
Doa yang Sumeleh, ‘Jadilah KehendakMu’. Faktor keberhasilan
doa adalah Kepasrahan.
Doa dengan meminta, berkesan Allah tidak memberi kalau tidak
diminta. Allah selalu siap dengan KasihNya tapi manusia menolak, sering menolak
dan akhirnya meminta. Menolak kasih adalah dosa. Yang lebih tepat adalah “…mau
menerima…”
Bicara tentang kaitannya dengan Allah masalahnya adalah
Kemauan. Formula bagus selalu saya gunakan, dalam dunia ini harus berkembang.
“Ya Tuhan saya mau menerima…”.
“Ya Tuhan saya mau Kau beri Kemauan dan Kemampuan
untuk Pasrah kepadaMu”
v Jadilah KehendakMu! Karena apa?
v
Belajar membuka diri.
v
Kawruh atau Pengertian yang mampu diterima dalam logika, Kawruh
atau Pengertian yang mampu diterima dalam kepercayaan.
v Membonceng pengertian.
v
Menotariskan Pengertan Tertinggi atau Kesadaran Tertinggi, apa pun yang
terjadi.
v
Lisensi secara kwalitas dan formal, diperpanjang tiap satu suro.
v
Hubungan dengan Allah, secara Hukum – Berbuat benar, secara Pribadi
–Keakraban. Hubungan dengan Allah baik dan perbuatannya berkenan padaNya.
v
Aktif dan Laku, masih terbelenggu oleh Iptek, aktif bergerak dan laku
aktifitas.
v
Kehendak Allah itu adalah Sederhana, itu menunjukan Kasih Allah.
v
Roh dimensinya Rasa, bahasa universil adalah Keadaan.
Pembicaraan adalah jembatan untuk mencapai Keadaan.
v
Kebiasaan, pengalaman, sejarah, logika mempengaruhi kita menangkap
sesuatu. Kesulitan Guru adalah memberi apa yang di-ingin-i murid.
(Wejangan
Kyai Ganjel pada Kliwonan 24 Januari 2000, di Padepokan Gantharwa, Cibolerang
Indah Blok H1 Caringin, Bandung, Jawa Barat)
(http://gantharwa.org/)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar