Senin, 06 April 2020

Pakai Sorjan, Emansipasi Wanita

Pak Joko dan Pak Bagyo


David : Pakai sorjan harus dan wajib, secara sederhana, merupakan sarana yang kelihatan dalam Kemanunggalan. Memberi contoh kepada junior. Tanda dan yang di tandai, Murid yang baik mencontoh Gurunya.

Guru : Kesulitan antara yang lunak dan yang keras. ‘Jangan sampai ditegur ngerti sendiri’. Cara lunak dan keras ada kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Minimal kita kumpul tidak merokok. Merokok atau tidak nggak masalah, kita ‘kebal’, tapi bagaimana yang lain apakah kebal? Minimal hasil yang baik kelihatan.

Keluarga yang berhasil tidak ada aturan, bukan orang yang tidak tahu aturan tapi tahu sendiri, menyadari sendiri. Aturan bukan dilakukan karena kewajiban tapi karena solidaritasnya tinggi, karena setia kawan, bukan karena terpaksa.

Manusia ada roh dan tubuh. Tubuh memerlukan tanda secara lahiriah. Secara umum tanda-tanda itu kita pakai. Roh, sikap mental adalah Jawa. Secara interen tidak masalah karena mengutamakan kwalitas. Karena perkembangan perlu contoh kebersamaan, untuk kepentingan pribadi, seberapa sih beratnya pakai sorjan? Refleksi diri.

Belajar pengendalian diri, belajar disiplin. Gentur tapa bratane. Disiplin tanda Keimanan. Barang siapa tidak disiplin pada hal yang kecil tidak akan menerima yang besar. Kita tidak bicara secara pribadi tapi secara Gantharwa. Mulailah dari yang kecil, seperti Gedung yang besar tersusun dari pasir yang kecil.

Memang itu perlu konsekwensi, kita jadi malu, atau ditertawakan. Secara kwalitas, ditegaskan supaya Pakaian Jawa ini mulai dipakai. Identitas menunjukan kwalitas. Kawruh difungsikan, diterima dan diperanankan, realisasikan.

Fernando : Carilah kebanggaan yang sejati. Pakai sorjan akan menolong untuk lebih baik, secara umum kita masih membutuhkan. Jika tidak pakai sorjan, untuk lebih kurang ajar makin banyak atau lebih liar.

Jender, Emansipasi Wanita.

Umum diartikan negatif, menentang suami, adanya persaingan.

Fungsi sosial masing-masing, ayah mencari nafkah, ibu mengurus rumah tangga, perkembangannya ada perbedaan perlakuan atau terlalu merendahkan martabat wanita.

Dalam keluarga tidak ada ‘satu pemimpin’ harus laki atau perempuan tapi Satu Kepemimpinan. Fungsi ‘peranan asli’ tetap, masing-masing punya tanggung jawab.

Guru exact, ‘sama dan identik, ’Joko adalah Joko’. 1+1=2, 2 identik dengan 2.

Sederhana, pria dan wanita anggap seperti ‘stang dan roda’, sama itu motivasi, arahnya sama, kedua-duanya membawa ke tujuan. Secara fungsi, untuk bergelinding roda yang unggul, untuk stabil stang yang lebih baik. Sama tapi fungsi beda. Secara fungsi tidak sama dan saling melengkapi, tidak bisa saling membanggakan.

Untuk berhasil butuh kemauan dan kemampuan.

Bicara tentang apa yang lebih unggul, lebih baik mana stang dan roda? Persamaan hak itu tidak melihat laki dan perempuan, tapi siapa yang mampu dan punya kemauan. Begitupun halnya dalam Negara, untuk menjadi Pemimpin Negara tidak ada kaitannya dengan masalah melahirkan. Perbedaan dalam yang mau, yang mampu, dan yang mau dan mampu. Dimana mempersoalkan dan dimana tidak, yang memiliki kuasa punya tanggung jawab. Sama, lebih kearah kwalitas, motivasi dan dari segi fungsional beda –jenis, laki, perempuan.

Dasar, setiap pribadi ingin damai dan sejahtera, juga lingkungan yang mendamaikan untuk diriku, tapi karena banyak pribadi salah-salah dapat terjadi benturan. Secara sederhana duniawi yang wajar atau rasa universal yang sehat, salah satu membuat tidak damai itu salah.

Untuk mengembalikan, media-media yang digunakan Allah, karena pada zamannya yang dianggap tinggi martabatnya adalah pria, maka Yesus pria, Allah disebut Bapa. Suasana patriakat dimana pria martabatnya tinggi saat itu, karena situasi dan kondisi, berkembang negatif sadar tidak sadar pria menjadi liar dan wanita terbelenggu.

Sikap batin atau berdoa yang berkenan pada Allah.

Menurut anda atau dari pengalaman anda sikap terbaik apa? Tidak usah malu, apa adanya.

Hasto : Contoh dari yang di anggap sukses, mempersiapkan diri sebagai Dia.
Sikap batin, ‘Terjadilah kepadaku menurut kehendakMu’.

Ade : Sikap dengan penuh kerinduan.

Guru : Doa atau Sembah Hyang adalah komunikasi supaya manunggal. Berdoa kepada Allah adalah bagaimana supaya manunggal dengan Allah. Mendoakan orang lain adalah bagaimana agar orang lain menyatu dengan Allah.

“Sembahlah Allah dalam roh dan kebenaran”. Roh, berdoa jangan karena terpaksa tapi dengan kerinduan. Mencium tiang beda dengan mencium orang. Karena Allah adalah Pribadi. Komunikasi dengan Allah bukan karena terpaksa tapi dengan kerinduan. Kebenaran, persoalannya yang benar dan kita pun menjadi orang benar.

Doa ada tingkatannya, dengan Lima Langkah Doa.
1)      Self Correction.
2)      Pertobatan.
3)      Pengampunan.
4)      Syukur, Terima Kasih.
5)      Pengorbanan.

Doa yang Sumeleh, ‘Jadilah KehendakMu’. Faktor keberhasilan doa adalah Kepasrahan.

Doa dengan meminta, berkesan Allah tidak memberi kalau tidak diminta. Allah selalu siap dengan KasihNya tapi manusia menolak, sering menolak dan akhirnya meminta. Menolak kasih adalah dosa. Yang lebih tepat adalah “…mau menerima…”

Bicara tentang kaitannya dengan Allah masalahnya adalah Kemauan. Formula bagus selalu saya gunakan, dalam dunia ini harus berkembang. “Ya Tuhan saya mau menerima…”.

 “Ya Tuhan saya mau Kau beri Kemauan dan Kemampuan untuk Pasrah kepadaMu”

v     Jadilah KehendakMu! Karena apa?

v     Belajar membuka diri.

v     Kawruh atau Pengertian yang mampu diterima dalam logika, Kawruh atau Pengertian yang mampu diterima dalam kepercayaan.

v     Membonceng pengertian.

v     Menotariskan Pengertan Tertinggi atau Kesadaran Tertinggi, apa pun yang terjadi.

v     Lisensi secara kwalitas dan formal, diperpanjang tiap satu suro.

v     Hubungan dengan Allah, secara Hukum – Berbuat benar, secara Pribadi –Keakraban. Hubungan dengan Allah baik dan perbuatannya berkenan padaNya.

v     Aktif dan Laku, masih terbelenggu oleh Iptek, aktif bergerak dan laku aktifitas.

v     Kehendak Allah itu adalah Sederhana, itu menunjukan Kasih Allah.

v     Roh dimensinya Rasa, bahasa universil adalah Keadaan. Pembicaraan adalah jembatan untuk mencapai Keadaan.

v     Kebiasaan, pengalaman, sejarah, logika mempengaruhi kita menangkap sesuatu. Kesulitan Guru adalah memberi apa yang di-ingin-i murid.


(Wejangan Kyai Ganjel pada Kliwonan 24 Januari 2000, di Padepokan Gantharwa, Cibolerang Indah Blok H1 Caringin, Bandung, Jawa Barat)
(http://gantharwa.org/)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar