Rabu, 19 Februari 2020

Sekilas tentang Vedānta.


Shiva-Parvati


Sering kali Vedānta diterjemahkan sebagai “Filsafat Dasar Agama Hindu” – menurut saya kurang tepat. Tidak salah, tetapi kurang tepat.

Vedānta, sebagaimana saya memahaminya, adalah Intisari Veda, dan Veda berarti Pengetahuan, atau lebih tepat lagi jika disebut “Kebijakan” yang telah Menjadi Pedoman bagi Perilaku Manusia. Jadi, “pengetahuan” atau “kebijakan” yang belum atau tidak bisa diterjemahkan dalam keseharian hidup – bukanlah Veda. Ia menjadi Upa-Veda, Pengetahuan yang Belum Sempurna.

Veda, walau umumnya dikaitkan dengan 4 pustaka tertua milik umat manusia, sesungguhnya melampaui keempat pustaka tersebut. Ia bersifat Sanātana – Langgeng, Abadi, Kekal, Tidak Pernah Tidak Ada – Selalu Ada.

Veda adalah kolam Inteligensia, di mana jagat raya hanyalah sebuah pulau kecil. Alam semesta hanyalah satu bagian dari kolam itu. Sementara, Kolam Inteligensia itu sendiri hanyalah bagian kecil dari Hyang Maha Ada, yang biasa disebut Tuhan, Allah, Widhi, Bapa di Surga, dan dengan sederet sebutan-sebutan lainnya.

Otak Manusia yang Berkembang bersama zaman dan memperluas sekaligus memperdalam kemampuannya untuk beerpikir – hanya dapat mengakses Kolam Inteligensia itu sebatas kemapuannya. Ketika kemampuannya berkembang maka ia mengakses lebih banyak.

Ribuan tahun yang lalu, para resi yang berada dalam Wilayah Peradaban Sindhu, mulai mengakses Kolam Inteligensia tersebut. Kemudian, kira-kira 5.000 tahun yang lalu, Resi Vyasa atau Abhiyasa mengumpulkan “hasil akses” para resi tersebut dan dirangkumnya dalam 4 pustaka besar: Ṛgveda, Sāmaveda, Yajurveda, dan Atharvaveda. Dua kumpulan pertama mengurusi perkembangan pikiran serta perasaan manusia. Dua kumpulan terakhir mengurusi hidupnya di dunia memberi pedoman tentang hubungannya dengan semesta.

Lewat rangkumannya itu, Vyasa mengajak kita untuk menjadi Warga yang baik. Bukan saja Warga Dunia, tetapi Warga Semesta! Manusia tidak bisa mengurusi planet bumi ini dengan mengabaikan lingkungan, dan tidak dapat menjaga kelestarian lingkungan, jika ia tidak peduli terhadap  semesta, dimana “dunia”-nya berada.

Ketika ajaran-ajaran, atau lebih tepatnya, anjuran-anjuran itu dirangkum menjadi PEDOMAN bagi Kehidupan Manusia, maka hasilnya adalah Vedānta.


(Sumber: Vedānta, Memaknai Kembali Hindu Dharma, karya Anand Krishna, hal 13-14, Penerbit Pusat Studi Veda & Dharma Indonesia, 2016)  


Tidak ada komentar:

Posting Komentar